Skizofrenia – Penyebab, Gejala, Diagnosa dan Pengobatan

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Skizofrenia bukan lagi suatu jenis gangguan kepribadian dan mental yang asing bagi sebagian dari kita. Gangguan mental satu ini tergolong kronis dan mampu menjadikan penderitanya menderita halusinasjenisi, pikiran yang kacau, delusi, dan bahkan hingga perilaku yang berubah. Siapapun bisa mengidap jenis penyakit mental ini, entah itu laki-laki atau perempuan.

Meski memang dari seluruh penduduk dunia hanya 1 persen saja yang diperkirakan menderita skizofrenia, tetap saja penyakit mental ini sudah menjadi hal yang dikenal banyak orang. Untuk di Indonesia sendiri, penderita skizofrenia ada diperkirakan bisa sampai 400 ribu jiwa dan itu bukanlah jumlah yang sedikit untuk penyakit mental yang termasuk jarang.

Sayangnya, pelayanan serta pengobatan kesehatan jiwa di Indonesia aksesnya masih sangat terbatas alias belum terlalu memadai sehingga sebagai akibatnya sebagian besar penduduk Indonesia pun akhirnya malah memperlakukan penderita gangguan mental secara tidak baik. Contoh perlakuan tak adil yang diberikan masyarakat kepada pasien gangguan jiwa adalah dengan memasung penderita tersebut dan sama sekali mengabaikannya.

(Baca juga: penyebab halusinasi)

Penyebab

Faktor-faktor yang menyebabkan skizofrenia sebetulnya belumlah jelas diketahui secara pasti oleh para ahli. Masih menjadi dugaan bahwa ada kaitannya dengan pembentukan kombinasi dari faktor fisik, psikologis, lingkungan dan genetik. Berikut di bawah ini merupakan hal-hal yang berkaitan dan diduga berat menjadi hal yang memicu terjadinya skizofrenia pada seseorang.

  • Hormon Serotonin dan Dopamine Tak Seimbang

Perlu diketahui lebih dulu apa itu hormon serotonin; hormon ini adalah hormon yang ada di dalam kelenjar pinealis, sistem saraf pusat, saluran pencernaan, dan trombosit atua keping darah. Serotonin ini juga dikenal sebagai sebuah neurotransmitter. Neurotransmitter memiliki tugas sebagai pendukung proses penyampaian pesan dari satu tempat ke tempat lainnya di dalam otak.

Serotonin pun akhirnya diyakini menjadi hormon yang memberikan pengaruh pesar terhadap fungsi tubuh dan fungsi psikologis karena sel-selnya yang memang secara luas terdistribusi. Pengaruh serotonin ini meliputi fungsi seksual, suasana hati atau mood, tidur, nafsu makan, sifat sosial, pengaturan suhu tubuh, dan juga daya ingat dan konsentrasi.

Hormon dopamine juga adalah salah satu hormon yang berperan penting di dalam setiap tubuh manusia. Sama dengan serotonin, dopamine juga merupakan sebuah neurotransmitter di mana pembentukannya ada pada otak dan organ-organ tubuh lain. Senyawa inilah yang bertugas mengantarkan sinyal maupun rangsangan antara satu sel saraf dengan sel lain atau sesama sel saraf yang sama.

Neurotransimitter satu ini memiliki tugas sebagai pengantar sinyal yang ada di dalam otak di awal, tapi kemudian fungsi bagi organ lain pun diketahui. Pada susunan saraf otak, neurotransmitter ini mempunyai peran besar sebagai pengatur daya ingat, rasa bahagia, kognisi, tidur, pembelajaran dan pergerakan tubuh manusia.

Setelah melihat sekilas apa itu serotonin dan dopamine berikut juga fungsinya, maka tentunya sudah bisa dibayangkan bagaimana jika kadar kedua hormon sedang tidak seimbang. Kedua zat neurotransmitter tersebut tugasnya adalah sebagai pembaa pesan antar sel-sel otak sehingga bila tidak seimbang akan memengaruhi suasana hati, konsentrasi, dan pergerakan tubuh.

  • Lahir Prematur

Kelahiran prematur memang merupakan sebuah kondisi yang tak dapat terduga dan hal ini mampu menjadi faktor dari berbagai kelainan atau penyakit pada seseorang ketika ia bertumbuh dewasa. Lahir prematur saja bukanlah masalah besar, namun lahir prematur dengan bobot yang ada di bawah normal adalah yang menjadi masalah di sini.

  • Aktivasi Sistem Daya Tahan Tubuh Meningkat

Di dalam tubuh seseorang selalu ada ancaman peradangan dan penyakit autoimun yang masuk ke dalam tubuh. Rupanya, kondisi ini merupakan sebuah hal yang bisa mengakibatkan peningkatan aktivasi pada sistem daya tahan tubuh. Peningkatan aktivasi ini bukanlah hal yang positif karena mampu menjadi penyebab timbulnya gejala skizofrenia nantinya.

  • Kekurangan Oksigen saat di dalam Kandungan

Bisa dibayangkan betapa sebuah janin yang memerlukan oksigen untuk bisa tetap bertahan hidup dalam masa perkembangannya malah justru mengalami kekurangan oksigen. Hal ini mampu menyebabkan janin tak bisa berkembang sempurna nantinya. Ada risiko satu dari jenis-jenis penyakit sakit jiwa yang bisa terjadi akibat hal ini, termasuk juga skizofrenia.

(Baca juga: cara menghilangkan stres pikiran)

  • Kekurangan Nutrisi saat di dalam Kandungan

Kurangnya oksigen yang didapatkan janin saja akan menjadikan pertumbuhannya kurang sempurna hingga kondisi setelah lahir dan dalam tumbuh kembang menjadi dewasanya. Kurang nutrisi selama berada di dalam kandungan pun demikian. Tak hanya menjadikan si anak kurus karena kurang gizi, nantinya pun kesehatan mental juga dapat dipengaruhi.

  • Terpapar Virus/Racun saat di dalam Kandungan

Ibu hamil perlu menjaga kandungannya super ekstra hati-hati di mana apabila sampai terkena virus atau paparan racun, maka tak hanya membahayakan sang ibu saja. Janin di dalam kandungan bisa saja terganggu perkembangannya. Bahkan ketika sudah lahir dan tumbuh dewasa pun berpotensi besar mengalami yang namanya gangguan mental, seperti skizofrenia ini.

  • Faktor Keturunan

Skizofrenia juga adalah suatu gangguan mental yang diduga terjadi pada seseorang karena orang tuanya pernah mengalami kondisi serupa. Tak hanya faktor dari luar, rupanya riwayat kesehatan orang tua sendiri pun mampu memengaruhi seseorang untuk mengidap kelainan mental, tak terkecuali skizofrenia ini.

  • Ketidaknormalan Struktur Otak

Tidak normalnya bentuk struktur seseorang juga mampu menjadi hal yang menyebabkan seseorang mudah mengalami skizofrenia. Tak hanya dari bentuk struktur otaknya, tapi juga ketidaknormalan pada sistem saraf pusat bisa saja terjadi dan hal ini juga merupakan faktor peningkat risiko dari timbulnya kondisi skizofrenia.

  • Konsumsi Obat Terlarang

Faktor lainnya yang diduga mampu meningkatkan potensi terkena skizofrenia pada seseorang adalah penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Kokain, ganja, dan amfetamin merupakan contoh dari obat-obatan terlarang yang perlu dihindari karena semuanya itulah yang mampu meningkatkan risiko skizofrenia, terutama pada para remaja yang menjadi pecandu obat-obatan tersebut.

Ditunjukkan oleh 3 penelitian besar bahwa remaja yang kecanduan ganja dengan usianya yang masih berada di bawah 15 tahun malah justru berpotensi terkena skizofrenia 4 kali lipat lebih tinggi ketimbang remaja seusianya yang tak kecanduan ganja. Dan sebelum menginjakkan usia 26 tahun, maka risiko terkena skizofrenia akibat kecanduan efek ganja pun tetap tinggi.

Tak hanya ganja, kokain dan juga amfetamin bukan obat yang baik untuk dikonsumsi, termasuk oleh para remaja. Penggunaan amfetamin dan kokain bisa menjadi penyebab gejala skizofrenia kambuh pada seseorang yang sudah pernah menderita gangguan mental ini dan sudah dinyatakan sembuh. Gejala psikosis pun dapat muncul karena kesehatan sistem saraf otak bakal terganggu oleh kedua obat.

Banyak orang tak paham bagaimana cara mengenali gejala psikosis ini, sebetulnya mudah saja, yakni dengan mengenali perubahan drastis pada penderita skizofrenia dalam hal perilaku. Jika mendadak seseorang merasa curiga terhadap orang di sekitarnya secara berlebihan, kemudian mudah tersinggung, marah, cemas dan bingung, itulah gejala psikosis.

Apabila di atas sudah disebutkan segala kemungkinan yang meningkatkan risiko skizofrenia pada seseorang, maka kita pun perlu tahu betul apa yang mampu menjadi pemicunya. Pemicu di sini merupakan suatu hal yang sangat besar kemungkinannya menimbulkan gejala skizofrenia pada seseorang yang memang sudah berisiko besar akibat faktor-faktor tadi.

Kasus skizofrenia tidaklah jauh-jauh dari kondisi stres dan stres merupakan hal yang paling berkaitan erat menjadi pemicu dari kondisi mental tersebut. Ada banyak penyebab stres dan di antaranya adalah kehilangan pacar, perceraian, kehilangan rumah, kehilangan pekerjaan, pelecehan seksual, hutang, dan masalah-masalah lainnya. Hal-hal ini rupanya mampu mendukung seseorang menjadi terganggu mentalnya sehingga mengalami skizorenia.

(Baca juga: penyebab cemas berlebihan)

Gejala

Segala kondisi penyakit, pasti selalu ada gejalanya, termasuk juga skizofrenia. Pada kondisi mental ini, biasanya delusi atau halusinasi menjadi hal yang tergolong di dalamnya di mana ini kemudian mencerminkan distorsi dalam interpretasi serta presepsi terhadap realita. Banyak orang kemudian dengan kondisi ini sulit membedakan antara mana yang hanya delusi/halusinasi dengan realita.

Skizofrenia bukan masalah mental biasa karena pada kenyataannya ada hampir sepertiga penderita yang terdiagnosa skizofrenia dan malah mencoba melakukan aksi bunuh diri. Dalam waktu 20 tahun sejal gangguan ini muncul pada mereka, ada sekitar 10 persen penderitanya yang sudah positif terdiagnosa skizofrenia melakukan bunuh diri.

Gangguan mental semacam ini biasanya kemunculannya terjadi secara bertahap dan pada umumnya terjadi awal usia 20 tahun pada seseorang. Pada awalnya, cukup umum seseorang dengan skizofrenia kemudian tidak mempunyai tujuan hidup dan semakin tak termotivasi dan kemudian juga kelihatan eksentrik apabila dibandingkan dengan orang-orang yang normal lainnya. Di bawah ini adalah sejumlah kondisi gejala skizofrenia untuk Anda kenali dan waspadai.

  • Menarik Diri

Mungkin penarikan diri dari pergaulan sudah cukup umum sebagai salah satu gejala awal dari adanya gangguan kejiwaan pada seseorang. Dan ternyata, ini juga merupakan salah satu gejala skizofrenia yang termasuk paling menonjol. Jika orang-orang di sekitarnya langsung tanggap, maka gejala tak akan berlanjut makin parah.

  • Mudah Emosi

Mudahnya seseorang tersinggung atau marah-marah karena hal yang sebetulnya termasuk kecil dan bukan masalah adalah sesuatu yang perlu dipertanyakan. Kebanyakan orang melihat seseorang dengan kondisi ini hanya dianggap sebagai hal biasa saja karena memang sudah wataknya yang gampang marah. Padahal, kalau diperhatikan bisa saja orang yang mudah emosi sedang mengalami stres yang serius.

  • Mudah Mencurigai Orang

Ketika seseorang dengan mudahnya mencurigai orang lain tanpa sebab, ini merupakan gejala dari skizofrenia, khususnya bila terjadi terlalu sering dan hampir pada siapa saja. Saat seseorang tak mudah memercayai orang lain, biasanya hal ini ada hubungannya dengan trauma pada hubungan sosialnya. Pernah dikecewakan orang lain, pernah dilukai dan sebagainya merupakan hal-hal yang bisa membuat seseorang merasa tak aman dan justru mulai curiga pada setiap orang yang ia temui.

  • Mudah Memusuhi Orang Lain

Gejala lainnya yang juga sangat terlihat tak normal adalah ketika seseorang dengan gampangnya memusuhi orang lain. Mengadakan permusuhan tanpa alasan yang jelas dan tepat adalah hal yang di luar kewajaran dan ini juga ada kaitannya dengan mudah emosi. Pengendalian diri seseorang yang mengalami skizofrenia termasuk kurang karena emosinya yang tak stabil.

(Baca juga: ciri-ciri depresi)

  • Paranoia

Tak hanya curiga, seseorang dengan masalah skizofrenia ini pun bakal mengalami yang namanya paranoia atau ketakutan yang sama sekali tidak wajar. Kecurigaan dan rasa permusuhan yang timbul dari dalam dirinya biasanya bermula dari rasa ketakutan yang meningkat ini sehingga ia akan mulai mempertanyakan motivasi dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

  • Kurang Motivasi dalam Diri

Seseorang dengan kondisi mental yang terganggu dan mengalami skizofrenia biasanya ditandai juga dengan kurangnya atau tidak adanya motivasi dalam diri. Bila seseorang yang normal akan mudahnya bersemangat melakukan sesuatu karena tujuan tertentu, maka penderita skizofrenia seakan kehilangan motivasi, termasuk juga motivasi untuk hidup sehingga banyak kasus di mana kemudian bunuh diri menjadi jalan keluar bagi mereka.

  • Cara Bicara Tak Wajar

Perhatikanlah orang-orang yang ada di sekitar Anda, termasuk orang-orang yang dekat dengan Anda di mana apakah cara bicaranya termasuk wajar atau tidak wajar. Ketika cara bicaranya aneh, maka Anda perlu mencurigainya sebagai sebuah kondisi awal dari skizofrenia. Contohnya adalah saat seseorang tidak berbicara seperti dirinya sendiri.

  • Irasional

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, irasional ini merujuk pada kondisi di mana seseorang mengalami delusi atau halusinasi. Ketika berhalusinasi atau berdelusi, mereka akan mengatakan atau bahkan memercayai sesuatu yang tak normal. Suatu hal yang dianggap ganjil dan aneh bagi orang normal, tapi justru dianggap hal normal bagi penderitanya.

(Baca juga: penyebab susah tidur)

Seseorang yang mengalami gejala insomnia di awal biasanya juga bakal mengalami yang namanya gangguan tidur seperti susah tidur. Saat seseorang mengalami stres, hal ini biasa terjadi sebagai akibat dari pikirannya yang tidak tenang. Rupanya ini pun bisa menjadi gejala skizofrenia, khususnya juga ditambah dengan kondisi ketakutan penderita sehingga makin membuatnya terjaga.

  • Kerap Tertawa di Waktu yang Tak Tepat

Bila menjumpai tipe orang seperti ini, tentunya memang kita langsung bisa menganggapnya aneh. Namun bila orang tersebut terlalu sering melakukan hal ini, ada kemungkinan bahwa ia mengalami skizofrenia, khususnya jika ada pula gejala-gejala lainnya yang sudah disebutkan di atas juga.

  • Mengabaikan Kebersihan dan Penampilan Diri

Orang yang normal sewajarnya akan selalu memerhatikan penampilannya dan menjaga kebersihan dirinya. Tapi seseorang yang terkena gangguan mental dan gangguan mental tersebut adalah skizofrenia akan mengabaikan kebersihan dan penampilan dirinya. Dalam jangka waktu kurang lebih ½ tahun, penderita akan mengalami hal ini.

  • Kehilangan Konsentrasi

Seseorang dengan skizofrenia juga dapat ditandai dengan hilangnya konsentrasi yang terlalu sering. Memang segala gejala yang disebutkan sebelumnya, ditambah pula dengan hilangnya konsentrasi seseorang tidak selalu pasti karena orang tersebut mengalami skizofrenia, tapi kemungkinannya tetaplah besar. Pada gejala ini, seseorang akan memiliki pikiran yang melayang-layang sehingga memang mudah menjadi bingung. Bahkan ia pun berpotensi kehilangan kontrol terhadap pikirannya sendiri sehingga perilakunya pun menjadi tak terduga dan bahkan terkadang menjadi tak terkendali.

(Baca juga: penyebab mengigau saat tidur)

Metode Diagnosa

Setelah mengenali gejala-gejala dari skizofrenia, penting untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut memang merupakan gejala dari skizofrenia. Untuk itulah, seseorang yang mengalami gejala kemudian perlu diperiksa lebih lanjut dan akan menjadi positif hasilnya bahwa ia mengidap skizofrenia apabila:

  • Menderita gejala seperti bicara aneh, tak suka memerhatikan penampilan diri sendiri, berhalusinasi, berdelusi, perilaku yang aneh dan juga emosi yang terlalu datar dengan waktu setengah tahun kurang lebih.
  • Menurunnya prestasi atau produktivitas orang tersebut di tempat kerja maupun sekolah.
  • Memiliki hubungan yang rusak dengan orang lain akibat gejala-gejala yang disebutkan pada poin pertama.
  • Gejala yang dialami dipastikan tidak dipicu oleh kondisi lain seperti depresi berat, gangguan skizoafektif, gangguan bipolar atau obat-obatan yang disalahgunakan.

Pada proses diagnosa, biasanya dokter akan mengalami kesulitan dalam memperoleh keterangan tentang hal di atas, khususnya jika menanyakannya langsung ke penderita. Penderita skizofrenia pada umumnya akan menyangkal atau justru diam tertutup akan gejala yang ditanyakan oleh dokter.

Ada pula yang justru tidak menyadari sama sekali bahwa ia selama ini mengalami gejala-gejala di atas. Maka dari itu, dokter pun akan menanyakan gejala yang dicurigai kepada pihak keluarga atau teman terdekat pasien supaya mendapatkan keterangan yang lebih jelas.

Ada pula berbagai metode diagnosa lain yang dokter akan lakukan bila memang diperlukan untuk mendukung hasil diagnosa yang lebih tepat dan mendetil, seperti:

  • Tes darah
  • MRI scan
  • CT scan

Kasus skizofrenia juga membutuhkan CT scan atau MRI scan sebagai langkah pemeriksaan dengan tujuan supaya adanya kelainan di struktur otak maupun sistem saraf pusat bisa tampak. Sementara itu, tes darah dilakukan supaya bisa diketahui bahwa gejala terjadi bukanlah sebagai akibat dari alkohol, obat tertentu maupun kondisi kesehatan lainnya.

(Baca juga: makanan yang ampuh usir depresi)

Cara Mengobati

Skizofrenia dapat ditangani dan biasanya setelah gejala didiagnosa, maka dokter akan mulai memberikan kombinasi obat-obatan kepada pasien yang sudah positif menderita skizofrenia. Selain obat-obatan, terapi psikologis pun menjadi solusi penanganan yang diberikan dokter.

Resep obat yang diberikan dokter kepada penderita skizofrenia adalah antipsikotik di mana obat ini akan memberikan pengaruh terhadap zat neurotransimtter di dalam otak, yakni kepada dopamine dan serotonin. Rasa cemas berlebih dan agitasi pada penderita skizofrenia mampu diturunkan dan diatasi dengan obat ini.

Antipsikotik juga menjadi obat yang diberikan agar delusi dan halusinasi semuanya bisa dicegah dan agar kemampuan mengingat sekaligus berpikir tetap normal. Antipsikotik sendiri terdiri dari 2 jenis, yakni generasi baru dan generasi lama.

  • Antipsikotik generasi baru meliputi: clozapine, paliperidone, aripiprazole, risperidone, olanzapine, quetiapine, dan ziprasidone.
  • Antipsikotik generasi lama meliputi: haloperidol, chlorpromazine, perphenazine, dan fluphenazine.

Tak hanya jenisnya saja yang ada dua, tapi penggunaan antipsikotik pun ada 2, yakni secara oral (biasanya datang dalam bentuk pil) dan juga secara suntik. Antipsikotik yang dalam bentuk pil biasanya diberikan kepada pasien skizofrenia yang lebih bisa atau mudah diatur.

Hanya saja, ketika seorang pasien tidak mau diberi obat, maka dokter pun memutuskan untuk menyuntiknya. Benzodiazepine merupakan obat yang diberikan terlebih dulu kepada pasien supaya pasien yang mengalami agitasi bisa lebih tenang dan kemudian barulah antipsikotik diberikan dengan cara menyuntikkannya ke pasien.

Ketika gejala sudah reda berkat efek dari obat yang diberikan oleh dokter, pasien memerlukan terapi psikologis. Namun ketika menempuh terapi ini, pasien harus masih mengonsumsi obat dari dokter. Pada terapi psikologis ini, sang terapis biasanya akan mengajari pasien untuk mengendalikan rasa stresnya. Ada cara mengatasi stres yang akan diajarkan kepada penderita di mana cara ini akan efektif bekerja bagi pasien.

Dengan kemampuan mengatasi stres, penyakit skizofrenia pun mampu dikendalikan, khususnya ketika tanda-tanda kekambuhan muncul. Karena gejala seorang penderita skizofrenia adalah menjauh dan menarik diri dari pergaulan, maka pasien juga bakal diajari untuk meningkatkan komunikasi dengan orang lain supaya interaksi sosial tetap berjalan seperti normalnya.

(Baca juga: akibat depresi)

Dengan bantuan terapi psikologis dan dibarengi dengan konsumsi obat, pasien-pasien skizofrenia selalu ada kemungkinan untuk sembuh. Bahkan terapi tersebut juga mampu mengembalikan kemampuan penderita untuk beraktivitas dan bekerja seperti biasanya. Penting untuk mengatasi gejala ketika sudah mulai tampak di awal dan kelihatan tak begitu wajar.

Sebetulnya bukan hanya penderita psikologis skizofrenia saja yang membutuhkan terapi, ahli terapi juga perlu melakukan pemberian pengertian dan edukasi terhadap keluarga dan kerabat pasien. Biasanya edukasi dan pengertian yang diberikan adalah tentang bagaimana cara menghadapi skizofrenia supaya penanganan terhadap pasien oleh orang-orang terdekatnya tidak salah.

fbWhatsappTwitterLinkedIn