Kata Psikolog Tentang Pengroyokan Petugas Kebersihan Oleh Siswa yang Tengah Viral

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Seorang cleaning service asal SMP Negeri 02 Galesong Selatan Takalar, Faisall Daeng Pole usia 38 tahun, kemarin viral akibat dikeroyok oleh siswa dan orang tua dari siswa tersebut, serta tiga temannya yang lain. Dari video yang beredar, tak hanya dipukul, tampak Faisal juga dihujani dengan kata-kata kasar.

“Siswa ini terbilang nakal di sekolah. Para guru juga mengeluhkan ada yang dikatai anjing oleh mereka,” jelas Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Sulsel, Hamzah, saat diwawancara di sekolahnya, Senin kemarin.

Dikutip dari detikNews, rupanya Faisal tidak terima lantaran terus dimaki oleh siswa-siswa terkait. Faisal sempat menampar siswa tersebut. Dengan alasan tidak terima atas tamparan yang dilakukan Faisal, akhirnya siswa tersebut melaporkan kepada orang tuanya hingga insiden pengeroyokan tidak bisa dihindari.

Diketahui 4 orang siswa tadi merupakan pajar kelas 7. Selama proses belajar, para guru sering mengeluhkan bahwa siswa terkait seringkali mengeluarkan umpatan-umpatan dalam berbicara. Tidak hanya itu, mereka juga sering keluar masuk kelas selama proses belajar mengajar berlangsung. Walau para guru sudah menegur, tak pernah sekalipun dihiraukan.

Dari penjelasan ini, psikolog Diana Mutiah memberikan tanggapan mengenai kemungkinan adanya kesalahan pola asuh. Pola asuh yang baik adalah pola asuh yang berlandaskan kasih sayang, namun tidak berarti dapat membela anak dengan cara yang membabi buta.

Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mengungkapkan bahwa seharusnya saat anak mengadu pada orang tua, orang tua mempertimbangkan terlebih dahulu duduk perkara yang ada. Jika ternyata diketahui anak yang membuat kesalahan, orang tua harus membantu anak untuk bertanggung jawab atas kesalahannya sehingga anak mau meminta maaf.

Pola asuh yang 100 persen membela anak tanpa adanya pertimbangan beresiko menyebabkan anak tumbuh tanpa mengenal tanggung jawab. Ketika berbuat salah, anak cenderung memilih cuci tangan dan membiarkan orang tua menyelesaikan masalah yang mereka sebabkan. Mereka juga akan terbiasa tidak menaati peraturan karena beranggapan orang tua bisa menangani semua kesalahan yang mereka perbuat.

Padahal realita kehidupan tidak berjalan seperti itu. Setiap perbuatan harus diiringi dengan tanggung jawab dan konsekuensi yang harus diperkirakan. Anak yang dikenalkan dengan tanggung jawab sedini mungkin berpotensi memiliki karakter yang lebih dewasa nantinya.

Dikutip dari parents.com, Kate Roberts, Ph.D., seorang psikolog asal Boston, Amerika Serikat berpendapat memang anak-anak sering kali berbuat salah karena sebagian besar dari mereka belum mampu mengendalikan diri ― tidak berpikir lebih dahulu apa risikonya sebelum bertindak. Oleh karena itu, disini orang tua memiliki peran yang penting. Selain memberikan pemahaman mengenai tanggung jawab, orang tua juga harus memberi kesempatan anak dalam menyelesaikan permasalahan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn