10 Penyebab Skizofrenia yang Masih Jarang Diketahui

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Skizofrenia merupakan penyakit yang rentan menyerang kelompok usia produktif. Penyakit ini merupakan salah satu dari jenis-jenis penyakit sakit jiwa yang tergolong kronis. Menurut data riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013, penderita gangguan jiwa kronis, termasuk skizofrenia, jumlahnya telah mencapai 400.000 orang dari seluruh penduduk Indonesia. Itu artinya, penyakit gangguan jiwa harus ditangani secara serius, mengingat jumlah penderitanya telah menunjukkan angka yang tidak sedikit dan bisa saja meningkat setiap tahunnya.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa edukasi mengenai penyakit mental atau gangguan jiwa masih sangat minim, ditandai dengan masih banyaknya keluarga penderita gangguan jiwa yang memilih mengurung mereka di rumah karena dianggap sebagai aib dibandingkan dengan merujuk mereka ke tenaga medis yang lebih terpercaya. Hal itu juga dipengaruhi oleh anggapan bahwa biaya penanganan penyakit gangguan jiwa cukup tinggi, sehingga lebih baik untuk merawat si penderita di rumah. Padahal, kerusakan yang terjadi pada otak si penderita akan semakin parah dan perilaku si penderita pun akan semakin tidak terkendali jika tidak segera dilakukan penanganan khusus.

Selain menentukan langkah apa yang harus diambil untuk melakukan pencegahan dan penyembuhan, kita harus mencari tahu apa saja ha-hal yang berpotensi menjadi penyebab munculnya skizofrenia. Tak ada penyakit yang muncul secara tiba-tiba, begitu pula dengan skizofrenia. Walaupun hingga kini masih belum ditemukan titik terang mengenai penyebab skizofrenia yang sesungguhnya, ada beberapa hal yang dipercaya menjadi faktor pemicu munculnya gangguan jiwa yang tergolong berat ini. Berikut adalah beberapa faktor yang dipercaya para ahli sebagai penyebab skizofrenia:

  1. Faktor genetik atau bawaan sejak lahir

Faktor genetik atau faktor keturunan dari orang tua dipercaya menjadi pemicu terjangkitnya skizofrenia. Pasalnya, penderita skizofrenia biasanya memiliki keluarga sedarah dengan riwayat penyakit yang sama. Resiko skizofrenia bisa turun ke anak jika salah satu orang tua memiliki riwayat skizofrenia, resiko itu pun semakin besar jika kedua orang tua juga mengidap skizofrenia. Namun kasus seperti ini tidak selalu terjadi, karena nyatanya banyak ditemukan pasien skizofrenia yang memiliki orang tua tanpa riwayat penyakit yang sama. Begitu pula sebaliknya, banyak orang tua berpotensi skizofrenia yang melahirkan anak normal.

  1. Kadar dopamine dan serotonin yang tidak seimbang pada otak

Menurut dr. Bambang Eko Suryananto., Sp.KJ yang juga merupakan ketua Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (ARSAWAKOI), skizofrenia disebabkan oleh adanya peningkatan zat neurotransmitter pada otak, yakni berupa hormon serotonin dan dopami. Neurotransmitter sendiri merupakan zat yang menghubungkan otak dengan seluruh jaringan. Akibat jumlah zat neurotransmitter yang tidak seimbang, maka penyampaian informasi dari otak pun terhambat. Hal ini dapat berimbas ke perilaku si penderita yang akan kesulitan untuk membedakan mana hal yang ada dalam realita dan mana yang hanya ilusi semata.

  1. Kondisi kandungan yang tidak sehat

Siapa sangka jika ternyata resiko skizofrenia sudah dapat terbentuk saat dalam kandungan? Ada dua faktor yang menyebabkan bayi dalam kandungan bisa terjangkit skizofrenia, yakni faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah kondisi lingkungan yang tidak sehat. Paparan virus dan racun yang menyerang ibu hamil dapat membawa resiko skizofrenia pada kandungannya. Bahkan, ibu hamil yang terserang flu saat trimester pertama membawa resiko skizofrenia lebih besar terhadap bayinya. Ada pula faktor internal yang berkaitan dengan kondisi fisik si ibu sendiri. Menurut Dr. dr. Nurmiati Amir., Sp.KJ, ibu hamil yang mengalami hipertensi juga memiliki resiko melahirkan anak dengan skizofrenia,  karena aliran darah ke otak menjadi berkurang hal itu berdampak pada otak janin yang tidak berkembang secara sempurna. Selain itu, bayi yang kekurangan nutrisi semasa dalam kandungan juga turut memiliki resiko skizofrenia. Itulah sebabnya ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang bergizi dan melakukan aktivitas yang membuat si ibu dan bayi tidak stres.

  1. Kelahiran prematur

Kelahiran prematur berarti bayi lahir sebelum waktu kelahiran normal, yakni sebelum usia kandungan menginjak 37 minggu. Kelahiran bayi secara prematur bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya kondisi kesehatan sang ibu yang tidak memadai sehingga bayi harus segera dikeluarkan sebelum waktu yang telah ditentukan. Bayi yang lahir secara prematur umumnya memiliki bobot tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang lahir di usia kandungan yang matang. Fisik bayi prematur pun umumnya belum berkembang secara sempurna, termasuk pada bagian otaknya. Hal itulah yang menyebabkan bayi yang lahir secara prematur cenderung memiliki resiko untuk terjangkit skizofrenia.

  1. Tingkat stres yang tinggi dan trauma yang berlebihan

Stres memang kerap dianggap sepele, namun tingkat stres yang tinggi nyatanya dapat meningkatkan resiko terjangkit penyakit gangguan jiwa. Penyebab stres sendiri bisa beragam, seperti kehilangan pekerjaan, permasalahan finansial, putus cinta, atau kejadian tidak menyenangkan di masa lalu yang hingga kini masih menghantui pikiran kita. Perasaan akan takut terulangnya kejadian tidak menyenangkan tersebut lama kelamaan kian menumpuk dan tumbuh menjadi trauma. Trauma yang berlebihan akan mempengaruhi cara berpikir kita dan jika dibiarkan berlarut-larut, maka tak menutup kemungkinan akan menimbulkan resiko skizofrenia.

Salah satu ciri skizofrenia adalah paranoid atau rasa takut dan cemas yang luar biasa, orang yang positif skizofrenia biasanya akan membayangkan hal-hal yang belum tentu terjadi atau bahkan mustahil untuk terjadi. Jika seseorang mengalami trauma yang telah lama dipendam, tidak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut akan menjadi paranoid. Dari paranoid tersebut, maka ia akan mulai berhalusinasi akan hal-hal yang belum tentu akan terjadi. Apabila dibiarkan berlarut-larut, maka pikirannya akan dipenuhi rasa takut dan kemudian berkembang menjadi gejala skizofrenia.

  1. Tekanan sosial

Selain permasalahan dari diri sendiri, permasalahan yang timbul dari kehidupan di masyarakat juga dapat meningkatkan resiko stres. Predikat negatif yang diberikan masyarakat, cacian dan makian, pelecehan seksual, maupun kekerasan fisik tidak begitu saja hilang dari benak orang yang mengalaminya. Sebagian orang butuh waktu bertahun-tahun untuk melepaskan ingatan menyakitkan tersebut dari pikirannya, bahkan ada pula yang sama sekali tidak dapat melupakan ingatan tersebut seumur hidupnya. Itulah yang membuat pikiran dan perasaan kita mudah tertekan, karena tak dapat dipungkiri bahwa penyakit yang menyerang psikis akan lebih sulit untuk disembuhkan jika alam bawah sadar kita belum mampu untuk menerima proses penyembuhan. Itulah sebabnya kesehatan mental menjadi hal utama yang harus dijaga.

  1. Konsumsi obat-obatan terlarang

Biasanya, orang akan mengonsumsi obat untuk meringankan rasa sakit. Ada pula orang yang mengonsumsi obat untuk mendapatkan ketenangan jiwa. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa mengonsumsi obat penenang sekali atau dua kali tak akan menjadi masalah, namun jika konsumsi obat penenang dilakukan terus-menerus, justru dapat mengakibatkan kecanduan dan perubahan fungsi obat. Obat yang mulanya hanya bekerja sebagai anti depresan justru berubah dapat merusak syaraf. Obat-obatan terlarang semacam kokain, amfetamin, dan ganja mulanya akan membuat si pemakai berhalusinasi seakan beban hidupnya tiada lagi. Namun jika sudah masuk tahap kecanduan, halusinasi tersebut akan semakin berat dan bisa berujung pada skizofrenia.

  1. Kurangnya kesadaran untuk melakukan pola hidup sehat

Sejatinya, menerapkan pola hidup sehat merupakan kewajiban bagi semua orang. Pola hidup yang tidak teratur serta rasa malas untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani kita dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk gangguan jiwa. Orang yang hidupnya tidak tertata dengan baik akan lebih mudah merasa stres, emosi, bahkan depresi. Dari hal yang sederhana itu maka akan timbul gejala skizofrenia seperti insomnia, mudah marah, atau menghayal tentang sesuatu yang tidak kesampaian untuk dilakukan. Maka dari itu, hendaknya kita terapkan pola hidup sehat dari sekarang dimulai dengan hal-hal kecil seperti makan makanan bergizi agar nutrisi otak terpenuhi, istirahat dan olahraga yang cukup agar tubuh selalu bugar, juga lakukan beragam kegiatan yang bermanfaat agar pikiran kita tetap terisi dengan hal-hal yang positif dan jauh dari depresi.

  1. Struktur otak yang tidak normal

Terdapat beberapa perbedaan yang nampak pada struktur otak orang normal dengan struktur otak penderita skizofrenia. Perbedaan tersebut mencangkup beberapa bagian, salah satunya terletak pada ventrikel atau rangkaian ruang pada otak yang memiliki rongga-rongga kecil. Ventrikel otak penderita skizofrenia memiliki ukuran lebih besar daripada ventrikel otak orang normal, ada pula beberapa bagian otak yang kinerjanya lebih pasif atau bahkan lebih aktif dibandingkan dengan otak manusia pada umumnya.

  1. Adanya gangguan imunitas

Gangguan imunitas atau gangguan yang ada pada sistem kekebalan tubuh diduga kuat turut berperan dalam berkembangnya penyakit psikotis pada tubuh seseorang. Penyakit psikotis seperti bipolar maupun skizofrenia diduga berkaitan dengan kinerja sistem imun yang tidak normal. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya pasien penderita penyakit psikotis yang juga mengalami gangguan pada sistem imunnya. Antibodi yang seharusnya melindungi tubuh pasien tersebut justru menyerang permukaan sel otaknya dan berimbas pada rusaknya fungsi sel otak. Kasus inilah yang menjadi bukti bahwa gangguan imunitas ternyata dapat memicu gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia.

Penyebab utama skizofrenia memang belum diketahui secara pasti. Namun dari uraian mengenai hal yang diduga kuat menjadi penyebab skizofrenia di atas, dapat diketahui bahwa gangguan kejiwaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, baik yang berasal dari dalam diri si penderita sendiri maupun dari lingkungan tempat si penderita hidup dan berkembang. Sayangnya, tidak semua orang mengetahui bahwa skizofrenia yang sering dikaitkan dengan gila ternyata dipengaruhi oleh hal-hal yang sangat lekat dengan kehidupan kita, bahkan masih banyak orang yang mengaitkan skizofrenia dengan hal-hal mistis dan lebih memilih mengobati si pasien dengan ilmu ghaib.

Padahal, kita dapat meminimalisasi munculnya penyakit psikotis ini dengan cara mengetahui apa saja yang menjadi pemicu skizofrenia. Berangkat dari hal-hal yang diyakini menjadi penyebab skizofrenia tersebut, kita harus selalu waspada dan meningkatkan kesadaran untuk hidup sehat. Hidup sehat tidak melulu soal makan makanan sehat atau melakukan kegiatan fisik yang membuat stamina tetap stabil, tetapi juga bagaimana cara kita menjaga agar jiwa dan pikiran kita selalu sehat. Karena sesungguhnya memiliki raga yang sehat tergantung dari niat dan kemauan diri kita sendiri.

fbWhatsappTwitterLinkedIn