Belum lama ini terdapat kabar yang cukup viral karena telah mengagetkan masyarakat di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Seorang pria yang dikenal dengan sebutan Abah Grandong beraksi memakan kucing yang diduga oleh polisi bahwa tujuannya melakukan hal tersebut adalah agar pedagang pergi dari lahan yang ia tengah jaga.
Meski diketahui bahwa motif aksinya adalah sebagai langkah menakut-nakuti orang di sekitarnya pada waktu itu, para ahli kejiwaan justru menafsirkan lain. Psikiater dan dokter jiwa mengatakan bahwa aksi seperti itu adalah tanda bahwa seseorang tersebut mengalami gangguan kejiwaan atau gangguan emosional yang perlu didalami lebih lanjut melalui pemeriksaan menyeluruh.
Ada sejumlah kemungkinan dibalik tindakan yang dianggap begitu nekad dan gila tersebut, salah satunya adalah insecurity atau rasa tidak aman yang dirasakan oleh pelaku. Hal ini biasanya didasari oleh rasa percaya diri yang rendah dan merasa tak kompeten sehingga dirinya memutuskan melakukan sesuatu yang besar dan luar biasa supaya orang lain dapat percaya sekaligus mengakui kemampuan yang dimiliki.
Sementara itu, menurut dr Lahargo Kembaren, SpKJ yang seorang psikiater dilansir dari laman Detik Health, makan kucing dapat berkaitan dengan adanya gangguan kepribadian. Ada kemungkinan bahwa antisosial atau borderline terjadi pada orang tersebut yang berada sama-sama di cluster B gangguan jiwa. Atau, dirinya memang ingin menunjukkan seseuatu pada orang lain yang berhubungan dengan gangguan bersifat psikologis dengan sejumlah latar belakang, tujuan atau alasan.
Aksi makan kucing salah satunya dianggap sebagai tanda antisosial karena perilaku yang menyiksa binatang dengan tujuan sebagai penyalur hasrat untuk merasa puas. Namun ada kemungkinan lain, seseorang bisa saja melakukannya untuk show off karena ingin dihargai dan diterima oleh lingkungannya atau hanya berharap bisa menarik perhatian.
Kepentingan show off ada kaitannya dengan rasa insecure atau tak aman yang sebelumnya disebutkan. Hanya saja, seseorang melakukan tindakan ekstrem yang tak wajar seperti ini juga tak menutup kemungkinan memiliki memori masa kecil yang kerap diremehkan oleh lingkungan sekitar, terutama orangtua sendiri.
Ketika ada kejadian seperti ini, respon tak boleh salah. Lalu, apa yang paling baik untuk dilakukan terhadap seseorang yang berperilaku demikian? Beberapa langkah proaktif inilah yang dianjurkan oleh dr Lahargo:
- Mendekati pelaku lebih dulu
- Mencari tahu apa penyebabnya
- Mengajak pelaku untuk mengunjungi fasilitas layanan medis paling dekat
- Memeriksakan kondisi pelaku
- Menangani atau memberikan terapi kepada pelaku sesuai dengan hasil diagnosis yang keluar (gangguan kejiwaan apa yang dialaminya)
Sebelum kasus Abah Grandong ini, ada sejumlah hal serupa yang terjadi seperti pria asal China yang beberapa waktu lalu makan tokek dan harus kehilangan nyawa. Ada pula sepasang suami istri di Mongolia yang percaya bahwa makan daging marmot mentah adalah suatu cara pengobatan tradisional namun akhirnya mengakibatkan mereka berdua meninggal.
Lagi, seorang vlogger wanita berasal dari Tiongkok makan gurita hidup-hidup dalam siaran langsungnya karena ia adalah penggemar seafood. Ketika dirinya tengah berusaha memakan gurita tersebut, mengejutkan bahwa si gurita pun rupanya mencoba memakan balik wajah pemangsanya. Ia terluka namun rupanya belum kapok karena masih berjanji kepada penontonnya bahwa ia akan coba lagi di video-video selanjutnya.