Balita yang usianya masih 2 tahun di Malaysia dikabarkan meninggal dunia usai makan sepotong roti yang diberi oleh pengasuhnya. Pihak medis yang menangani balita ini pun mengatakan bahwa meninggalnya bocah ini adalah akibat dari sepotong roti dan saat sampai di rumah sakit pun ia telah kehilangan kesadaran.
Kepala kepolisian yang bertugas, Samsor Maaraf memberi keterangan bahwa balita ini dibawa ke rumah sakit kurang lebih jam 10 pagi waktu Malaysia usai makan roti di rumah pengasuhnya yang berada di Apartemen Nuri. Anak ini pun perlu memperoleh pertolongan medis dalam membuat pernapasannya kembali normal karena sampai di rumah sakit, sang balita kehilangan nafas serta sempat memperoleh tindakan resusitasi.
Resusitasi sendiri merupakan CPR atau pertolongan pertama ketika seseorang mengalami henti napas di mana resusitasi ini adalah langkah dalam membuat jalan napas membuka kembali, seperti pertolongan pertama pada orang tenggelam. Namun kabar buruknya, pihak medis tak mampu menyelamatkan nyawa sang bocah sehingga akhirnya balita ini mengembuskan napas terakhir kira-kira setengah jam sejak dibawa ke rumah sakit.
Pihak medis pun menyatakan diagnosis terakhir kematian balita usia 2 tahun tersebut, yakni diakibatkan oleh kondisi hipoksia iskemik ensefalopati. Kondisi ini adalah suatu keadaan fungsi organ yang gagal sehingga sang bocah mengalami kekurangan darah dan oksigen. Hipoksia sendiri merupakan kondisi sel dan jaringan tubuh yang kekurangan oksigen sehingga fungsi normalnya mengalami gangguan.
Hipoksia mampu mengancam kondisi tubuh penderitanya karena fungsi otak, hati, serta organ dalam lain bisa terganggu secara cepat. Untuk gejala umumnya, beberapa kondisi inilah yang kerap terjadi pada penderitanya:
- Detak jantung menjadi lebih cepat
- Nafas pendek-pendek dan lebih cepat
- Tubuh lemas
- Warna kulit kebiruan
- Berkeringat
- Mudah bingung atau linglung
- Mengi
- Terasa seperti dicekik
- Batuk
- Kehilangan kesadaran
Ada kemungkinan penderita hipoksia telah memiliki kondisi sistem kardiovaskular dan paru-paru yang kurang sehat, namun ada pula risiko bahwa penderitanya terlalu sering terpapar polusi dan bahan kimia tertentu sebelumnya. Beberapa penyakit seperti edema paru, bronkitis, emfisema, PPOK atau Penyakit Paru-paru Obstruktif, penyakit asma parah, hingga anemia dapat menjadi peningkat risiko kondisi hipoksia pada seseorang.
Keracunan sianida hingga penggunaan atau konsumsi obat tertentu seperti obat nyeri dosis tinggi pun termasuk faktor yang meningkatkan potensi terkena hipoksia pada seseorang. Memberikan oksigen tambahan pada penderitanya adalah penanganan yang bisa diberikan, termasuk juga alat bantu napas atau ventilator, serta terapi oksigen hiperbarik apabila memang sebabnya adalah keracunan.