Dari data Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memberi pernyataan jika 250 juta penduduk dunia adalah pembawa gen thalasemia. Sedangkan untuk Indonesia, jumlah penduduk yang mengalami thalasemia dan anemia pada tahun 2009 meningkat menjadi sekitar 3 ribu jiwa dan umumnya terjadi pada masyarakat kurang mampu.
Anemia dan thalasemia ini tidak dapat dikontrol karena faktor genetik dan juga tindakan screening khususnya thalasemia di Indonesia. Saat ini, thalasemia dan juga anemia menjadi penyakit genetika yang banyak dialami masyarakat Indonesia dan frekuensinya terus meningkat sekitar 2 ribu orang per tahun. Lalu, apa sebenarnya perbedaan penyakit anemia dan thalasemia?, berikut penjelasan selengkapnya untuk anda.
- Perbedaan Pengertian
Perbedaan penyakit anemia dan thalasemia yang pertama adalah dari pengertian penyakit tersebut. Anemia merupakan kondisi tubuh yang terjadi pada saat sel sel darah merah atau eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin berada di bawah nilai normal atau lebih dikenal dengan istilah kurang darah. Hemoglobin menjadi bagian terpenting dalam sel darah merah yang bertugas untuk mengikat oksigen. Pada saat seseorang kekurangan sel darah merah dan kadar hemoglobin dibawah batas normal, maka gejala anemia akan terjadi.
Jika penurunan transportasi oksigen dari paru paru menuju jaringan perifer seperti saat kehamilan, maka anemia bisa terjadi yang umumnya disebabkan karena defisiensi zat besi. Anemia sendiri merupakan istilah yang memperlihatkan kurangnya sel darah merah dan kadar hemoglobin dan bukan merupakan diagnosis atau penyakit melainkan karena terjadinya gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang diuraikan lewat anemiasis.
Thalasemia yang disebabkan dari penyakit anemia hemolitik herediter ini diperoleh karena keturunan atau warisan resesif. Thalasemia ditandai dengan defisiensi produksi globin pada hemoglobin dimana terjadi kerusakan sel darah merah dalam pembuluh darah yang membuat umur dari eritrosit atau sel darah merah menjadi pendek dibawah 100 hari. Kerusakan ini terjadi karena hemoglobin tidak normal atau dikenal dengan hemoglobinopatia yang diturunkan dari orang tua pada anak lewat gen.
- Perbedaan Klasifikasi
Perbedaan penyakit anemia dan thalasemia selanjutnya adalah dari segi klasifikasi. Untuk klasifikasi anemia dibedakan menjadi 5 yakni anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, anemia hemolitik herediter, anemia defisiensi zat besi dan juga anemia sel sabit. Sedangkan untuk thalasemia diklasifikasikan menjadi dua yakni thalasemia alfa dan juga thalasemia beta.
- Gambaran Klinis
Gambaran klinis juga menjadi perbedaan penyakit anemia dan thalasemia yang sedikit memiliki perbedaan. Jika pada penderita anemia, gambaran klinisnya adalah badan yang lemah, letih, lesu dan juga berkunang kunang. Kemudian gambaran klinis ini juga dibagi lagi berdasarkan jenis anemia yakni:
- Anemia megaloblastik: Terjadinya gejala neurologi.
- Anemia hipoplastik: Gambaran klinik akan didapatkan lewat pemeriksaan laboratorium.
- Anemia hemolitik herediter: Ditandai dengan gejala demam, badan menggigil, nyeri di bagian punggung, nyeri lambung dan penurunan tekanan darah.
- Anemia sel sabit: Ditandai dengan berbagai tingkatan anemia dan sakit kuning ringan.
- Anemia defisiensi zat besi: Disebut juga dengan sindrom anemia dimana kadar hemoglobin dibawah 7.8g/dl dengan gejala badan lemah, lesu dan cepat lelah seperti gejala darah rendah. [AdSense-B]
Sementara gambaran klinis thalasemia ditandai dengan gangguan dan ketidakmampuan produksi eritrosit dan juga hemoglobin. Gejala thalasemia sendiri sangat bervariasi seperti anemia, pembesaran organ limpa dan organ hati dan juga pembentukan tulang muka yang terlihat tidak normal. Pembesaran limpa pada penderita thalasemia bisa terjadi karena sel darah merah telah rusak yang membuat kerja limpa semakin berat. Selain itu, tugas limpa juga akan ditambah karena harus memproduksi sel darah merah lebih banyak.
Sedangkan tulang muka merupakan tulang pipih yang bertugas untuk produksi sel darah. Pada penderita thalasemia, tulang pipih nantinya akan bekerja untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak sehingga tulang pipih akan tampak membesar. Untuk itulah pada penderita thalasemia akan terlihat tonjolan dahi yang menjauh antara kedua mata dan juga penonjolan tulang pipi.
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk penderita anemia dan thalasemia juga dilakukan dengan cara yang berbeda. Untuk pemeriksaan laboratorium anemia akan meliputi beberapa hal yang dilakukan seperti:
- Hemoglobin
Hemoglobin merupakan parameter status besi yang akan memberikan sebuah ukuran kuantitatif tentang kurangnya zat besi sesudah anemia berkembang. Dalam pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin bisa dilakukan dengan memakai alat HB sachi yang akan dilakukan minimal 2 kali selama masa kehamilan trimester 1 hingga trimester 3.
- Kontraksi Besi Serum
Kontraksi serum menurun pada ADB dan juga TIBC [total iron binding capacity] dan TIBC ini akan memperlihatkan apotransferin terhadap zat besi. [AdSense-A]
- Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses nantinya akan dilakukan dengan cara melihat ada atau tidaknya telur cacing ankilotosma. Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium thalasemia yang akan dilakukan berupa hemoglobin, gambaran dari morfologi eritrosit dan juga akan dilakukan beberapa pemeriksaan lain seperti rontgen tulang kepala, rontgen tulang pipih dan juga ujung tulang panjang.
- Perbedaan Patogenesa
Untuk patogenesa anemia defisiensi dimulai saat terjadi kekurangan darah seperti gejala kurang darah pada pria, cadangan zat besi dalam tubuh yang sudah habis dan juga ditandai dengan menurunnya kadar feritin yang diikuti juga dengan saturasi tranferin yang terjadi karena tidak adanya zat besi dalam tubuh sehingga apotransferin yang dibentuk organ hati akan menurun dan tidak terjadi peningkatan dengan besi dan transferin yang terbentuk juga sangat sedikit.
Ini diakibatkan karena kadar zat besi dalam tubuh yang tidak mencukupi dan akhirnya membuat tranferin bekerja lebih keras untuk mengikat besi dari berbagai sumber dengan cara lebih meningkatkan kapasitasnya.
Sedangkan untuk patogenesa thalasemia diturunkan dari salah satu orang tua pada anak sejak masih dalam kandungan. Apabila kedua belah pihak memiliki gen thalasemia, maka anak yang dilahirkan nanti kemungkinan besar juga terkena thalasemia sekitar 25%, memiliki gen pembawa thalasemia sekitar 50% dan juga peluang untuk normal dan tidak memiliki thalasemia sebesar 25%.
- Pencegahan
Untuk pencegahan dampak anemia dengan cara memberi penyuluhan kesehatan untuk masyarakat luas tentang betapa pentingnya kebersihan, mengkonsumsi makanan yang bernutrisi tinggi dan juga memiliki banyak sumber zat besi yang juga sekaligus merupakan cara mengatasi penyakit anemia.
Sedangkan untuk cara mencegah penyakit thalasemia bisa dilakukan dengan dua tahap yakni melibatkan pengembangan kaedah sesuai untuk diagnosa pranatal dan juga memakainya untuk mengenalkan pada pasangan yang memiliki risiko tinggi seperti sudah mempunyai anak dengan penyakit thalasemia. Tahap kedua melibatkan penyaringan penduduk untuk mengenal pasti pembawa thalasemia dan juga memberikan penjelasan pada mereka yang memiliki risiko.
Dari ulasan diatas bisa disimpulkan jika perbedaan penyakit anemia dan thalasemia memiliki banyak perbedaan dari berbagai faktor. Anemia terjadi karena kekurangan zat besi dan sering terjadi pada masyarakat kelas bawah dan ibu hamil, sedangkan untuk thalasemia adalah masalah yang terjadi karena kelainan genetik gen yang mengakibatkan berkurang atau tidak adanya sinetis satu atau rantai globin lebih.
Untuk itu saran terbaik dalam penyuluhan anemia adalah memberi bantuan untuk kalangan masyarakat kurang mampu dan memberi penyuluhan tentang pentingnya makanan tinggi zat besi. Sedangkan untuk penderita thalasemia sebaiknya diberikan penyuluhan agar tidak terjadi pernikahan antara pasangan yang sama sama memiliki sifat pembawa thalasemia.