Salah satu penyakit kronis yang menjadi momok masyarakat di Indonesia adalah penyakit gula atau diabetes. Penyakit yang tergolong paling banyak dijumpai di tanah air ini menjadi suatu kondisi yang jarang dapat diobati. Celestine Wenardy, siswi SMA berusia 16 tahun mampu menjadi pengembang inovasi glukometer, yakni alat pengukur kadar gula darah tanpa sampel darah harus diambil.
Dilansir dari Detik Health, Celestine mengatakan bahwa inspirasinya dalam mengembangkan glukometer tersebut adalah dari laporan World Health Organization atau WHO. Pada laporan tersebut dikatakan bahwa kurang lebih 6 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh diabetes di mana angka ini terus meningkat dan jarang terobatinya penyakit ini juga difaktori oleh tak terdiagnosanya penderita diabetes.
Motivasi Celestine yang kini duduk di kelas 2 SMA di British School Jakarta ini dalam proyek pengembangan alat ukur gula darah adalah harapannya ingin menciptakan alat deteksi glukosa yang setiap lapisan masyarakat bisa menjangkaunya. Ya, dirinya ingin membuat pendeteksi yang murah dan bersahabat.
Alat pendeteksi ini pun dibuatnya sesimpel mungkin karena dirinya ingin banyak orang yang bahkan dari daerah terpencil bisa menggunakannya. Jadi alat ini ia ciptakan untuk masyarakat umum dan bukan hanya bagi orang kota apalagi ahli medis saja. Kurang lebih setahun ia mengerjakan proyek ini dan dirinya mengatakan akan terus lanjut melakukan pengembangannya bahkan usai memperoleh penghargaan internasional.
Umumnya, glukometer adalah alat pengecek kadar gula darah yang memerlukan beberapa langkah berikut dalam penggunaannya:
- Strip harus dimasukkan dulu ke alat gula darah total
- Lapisan kulit harus dalam kondisi bersih karena hendak ditusuk
- Mengambil sampel darah dengan ditusuk
- Barulah mengeluarkan darah kapiler melalui pengambilan mengambil autoclick lanset
- Strip yang sudah terpasang pada alat pengecek kadar gula darah ditetesi dengan darah yang sudah keluar dari jari
- Setelah beberapa detik hasilnya baru akan nampak pada layar monitor
- Nilai kuantitatif yang muncul dapat kemudian kita cocokkan dengan kategori kadar gula darah normal, apakah sesuai, kurang atau lebih dari normal.
Namun dengan penemuan Celestine, glukometer ciptaannya tak perlu harus gunakan sampel darah atau jarum suntik. Penyuntikan pada ujung jari tak lagi berlaku ketika kita sudah bisa mengakses alat buatan Celestine karena glukometer tersebut merupakan pengukur suhu badan dan cahaya yang selanjutnya mampu menjadi pendeteksi kadar gula darah tanpa harus ambil darah.
Maka bisa dikatakan bahwa glukometer yang Celestine buat dapat digunakan oleh masyarakat yang khususnya takut akan jarum suntik. Tingkat akurasi glukometer tanpa jarum suntik ini pun dinilai tinggi hingga 99 persen sehingga pengembangan lebih lanjut berpotensi positif dapat menekan angka penderita diabetes di Indonesia.
Untuk cara kerja dari glukometer buatan Celestine, inilah beberapa langkah mudahnya yang juga dianggap lebih sederhana ketimbang glukometer pada umumnya:
- Masukkan jari pada glukometer
- Alat otomatis kemudian bakal membaca suhu tubuh dengan wave length yang dapat menjadi pengukur kadar glukosa dalam darah juga.
- Hasil angka yang keluar akan disesuaikan dengan angka gula darah normal nantinya.
Tujuan mulia Celestine berbuah hasil luar biasa karena ia baru saja memenangkan The Virgin Galactic Pioneer Award di Google Science Fair 2019 sebagai satu-satunya perwakilan dari Indonesia. Glukometer yang ia ciptakan berhasil mendapatkan rekognisi dan ia terus berharap ada lebih banyak pihak yang dapat menerima inovasinya di masa mendatang sambil ia terus mengembangkan dan kini sedang berupaya mematenkan glukometer ciptaannya.