Bintang film cantik, Dian Sastrowardoyo mengungkap sebuah fakta mengenai putra sulungnya, Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo yang menderita autisme. Dian menceritakan kepada publik bahwa diagnosis pertama kali akan anaknya yang mengidap autisme adalah sejak usia sang putra 8 bulan.
Dirinya menjelaskan dalam konferensi pers SPEKIX 2019 Jumat lalu (23/8) di Jakarta bahwa ia sebenarnya cukup beruntung mengetahuinya dari awal. Termasuk orangtua yang aktif dan ambisius, saat putranya masih usia 8 bulan sudah dimasukkan ke sekolah sehingga ia dapat mengamati perkembangan anaknya dibandingkan anak-anak lain. Dari situlah, terlihat jelas perbedaan putranya dari anak-anak lain.
Beruntung, tanda-tandanya bisa dikenali melalui skrining 7 ciri utama di mana ia mengatakan bahwa dari seluruh tanda atau ciri tersebut dialami oleh anak pertamanya tersebut. Menurutnya, hal itu justru lebih tricky sebab tak ada tolak ukur bagi orangtua baru tentang anak yang normal dan terkena autisme itu seperti apa.
Gayatri Pamoedji sebagai Ketua Masyarakat Peduli Autis Indonesia atau MPATI menjelaskan bahwa ada 7 ciri utama autisme yang dapat dikenali oleh para orangtua sebagai bentuk skrining. Ia mengatakan bahwa ketujuhnya adalah screening tools yang dibuat oleh tim profesor Gilbert sehingga lebih mudah bagi orangtua baru dan bahkan orang awam untuk memahami sekaligus mengeceknya.
- Apakah anak punya ketertarikan terhadap anak lain?
Anak yang mengidap autisme tak mempunyai ketertarikan terhadap anak lain di mana hal ini memang terjadi pula pada anak Dian Sastro. Dian mengenali tanda tersebut pada Shailendra yang awalnya dianggap sebagai hal biasa, namun rupanya justru termasuk ciri anak autis. Dian mengatakan kalau mungkin Shailendra memang ansos sebab ayahnya pun tak memiliki terlalu banyak teman.
- Apakah anak menunjuk pada hal yang ia suka?
Anak pengidap autisme tidak melakukannya; berbeda dari anak pada normalnya yang akan menunjukkan rasa tertarik pada suatu hal dengan menggunakan jari telunjuk, anak dengan autisme tak melakukannya. Berbeda dari anak lainnya, Shailendra menurut Dian akan menarik tangan ibunya lalu dipegang terus-menerus ke suatu hal yang ingin ia tunjukkan.
- Apakah anak mau menatap mata kita di atas 1-2 detik?
Anak pengidap autisme tidak melakukan hal tersebut dan cenderung tak ada kontak mata. Inilah ciri awal yang bahkan dari usia 9 bulan saja sudah dapat ketahuan apakah anak punya autisme atau tidak. Ini karena pada waktu bayi, ketika ia menyusu tak menatap mata sang ibu, bahkan saat pipinya ditepuk-tepuk pun tak mengeluarkan reaksi apapun. Mata cenderung memandang ke satu arah sehingga bonding antara ibu dan anak tidak terjadi sejak dini.
- Apakah anak mau menirukan gerak, ekspresi dan ucapan kita?
Anak pengidap autisme cenderung enggan menirukan ekspresi wajah orangtuanya. Inilah yang dimaksudkan Dian, dengan membuat Shailendra bersekolah lebih awal, jadi dapat terdeteksi bahwa sang anak tak tertarik mengikuti kegiatan apapun yang gurunya ajarkan, seperti menyanyi ataupun bermain games. Sang putra malah nampak lebih fokus pada hal lain, tak seperti teman-temannya.
- Apakah anak bereaksi saat seseorang memanggil namanya?
Anak pengidap autisme cenderung tidak peduli dan cuek. Seorang anak dapat dicurigai sebagai penderita autisme ketika namanya dipanggil tapi diam saja dan seolah tak mendengarnya sama sekali. Hal ini justru adalah ciri yang seharusnya menjadi warning sign bagi para orangtua.
- Apakah anak mau melihat pada arah benda yang kita tunjuk?
Bila anak pada normalnya pandangan akan mengikuti arah yang kita tunjuk, anak dengan autisme tidak mengikuti arahan kita. Pada kasus anak Dian, dirinya pun mengatakan bahwa Shailendra kerap fokus hanya pada satu permainan atau satu 3 jam lamanya. Barulah Dian mengarahkan agar putranya bisa mencoba bermain yang lain.
- Apakah anak pernah role play atau bermain pura-pura?
Anak rata-rata suka dan bahkan sering bermain sandiwara, terutama menirukan tokoh kartun atau film yang menjadi favoritnya. Ada pula yang suka menyuapi boneka, pura-pura menelepon, atau pura-pura menjadi bintang di atas panggung dan menyanyi. Namun pada anak dengan autisme, mereka cenderung memilih permainan yang tak lazim.
Gayatri mengatakan bahwa apabila jawaban ‘tidak’ ada minimal dua dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, segeralah bawa anak ke ahli agar penanganan tepat bisa diperoleh sejak dini. Dian sendiri lebih lanjut langsung membawa sang putra ke ahli tumbuh kembang agar bisa ditangani dengan benar.
Sang putra harus selama 4 tahun menempuh beragam terapi dan intervensi. Pada usia 6 tahun, sang buah hati sudah berhenti terapi karena telah dianggap sembuh dari autisme di mana kenyataannya pun, anak Dian telah normal seperti anak-anak lain.