Transfusi Darah Pada Anak – Penyebab, Prosedur dan Efek Samping

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Transfusi darah seringkali dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan tidak hanya untuk orang dewasa namun juga pada anak seperti contohnya kasus perawatan neonatus prematur, anak penderita kanker seperti gejala leukemia stadium akhir dan lain sebagainya. Transfusi darah merupakan tindakan pengobatan medis baik pada bayi, anak dan juga orang dewasa yang dilakukan atas indikasi. Sedangkan kecocokan darah antara resipien dan juga pendonor menjadi hal yang mutlak.

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah donor menuju sirkulasi darah resipien sebagai tindakan pengobatan yang sudah dilakukan sejak abad ke-17. Transfusi darah sendiri memang menjadi upaya terbaik untuk menyelamatkan dalam banyak bidang pediatri seperti perawatan neonatus prematur, anak dengan kanker ganas dan lain sebagainya.

Namun perlu diketahui juga jika tindakan medis ini juga memiliki efek samping yang harus dipahami dengan baik. Dalam ulasan kali ini, kami akan membahas tentang apa yang menjadi penyebab dari transfusi darah pada anak, prosedur dan juga efek samping yang bisa ditimbulkan sebagai tambahan informasi untuk anda.

Penyebab Transfusi Darah Pada Anak

Ada beberapa penyebab transfusi darah pada anak menjadi satu satunya jalan terakhir yang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa anak dari berbagai kondisi seperti:

  1. Mengembalikan Volume Darah

Transfusi darah pada anak akan dilakukan untuk mengembalikan dan juga mempertahankan suatu volume peredaran darah agar bisa kembali normal. Contohnya adalah karena mengalami dampak anemia yang disebabkan pendarahan, trauma karena pembedahan atau luka bakar dalam area yang sangat luas.

  1. Mengganti Kekurangan Komponen

Transfusi darah juga akan dilakukan untuk menggantikan komponen seluler atau pun kimia darah seperti trombositopenia, anemia, bahaya penyakit ITP, hipoprotrimbinemia dan berbagai gangguan darah yang dialami oleh anak.

Prosedur Transfusi Darah Pada Anak

Dalam prosedur transfusi darah pada anak, seringkali dilaporkan tentang kesalahan dalam tatalaksana transfusi seperti kesalahan dalam pemberian darah milik pasien lainnya untuk mengatasi penyakit pada sistem peredaran darah. Agar beberapa kesalahan tersebut bisa dihindari, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam prosedur transfusi darah tersebut seperti:

  • Identitas anak harus cocok antara lisan maupun tulisan seperti status dan papan nama.
  • Pemeriksaan identitas dilakukan juga dari sisi pasien yakni anak.
  • Identitas dan jumlah darah dalam kemasan harus cocok dengan formulir permintaan darah.
  • Frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan juga suhu anak harus diperiksa sebelumnya dan diulang kembali secara berkala.
  • Observasi yang dilakukan secara ketat khususnya di 15 menit pertama sesudah transfusi darah dilakukan.

Satu unit darah juga sebaiknya diberikan dalam waktu 1 hingga 2 jam tergantung dari status kardiovaskuler dan dianjurkan juga tidak lebih dari 4 jam mengingat profilerasi bakteri pada suhu kamar. [AdSense-B]

Efek Samping Transfusi Darah Pada Anak

Meski transfusi darah bisa sangat menolong nyawa anak dan biasanya menjadi pilihan terakhir untuk menyembuhkan sebuah masalah atau penyakit, namun bukan berarti tidak ada efek samping transfusi darah pada anak. Beberapa komplikasi atau efek samping yang biasanya dialami oleh anak diantaranya adalah:

  1. Reaksi Umum Transfusi Darah

Tidak seluruh reaksi transfusi bisa dicegah. Namun ada beberapa langkah tertentu yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi dari transfusi yang harus dilakukan. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan juga bisa menimbulkan gejala yang beragam dan bisa saling tumpang tindih. Untuk itu, jika reaksi transfusi ini terjadi, maka langkah yang biasanya dilakukan adalah menghentikan transfusi darah tersebut namun tetap dipasang infus untk pemberian cairan NaCl.

  1. Hemolitik Akut

Reaksi transfusi hemolitik akut atau RTHA umumnya terjadi karena golongan darah ABD atau antibodi jenis IgM yang beredar tidak sesuai dengan dan terjadi kesalahan dalam pencatatan identifikasi pasien atau unit darah yang diberikan.

Beberapa tanda dan gejala yang bisa ditimbulkan dari RTHA ini adalah demam yang disertai atau tidak disertai dengan menggigil, sakit punggung dan dada, mual, sesak nafas seperti gejala darah rendah, jumlah urine yang berkurang, hemoglobinuria dan juga hipotensi bahkan dalam kasus berat anak bisa mengalami renjatan atau shock, koagulasi intravaskuler diseminata [KID] dan juga gagal ginjal akut hingga kematian. [AdSense-A]

  1. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat

Reaksi transfusi hemolitik lambat atau RTHL umumnya terjadi karena antibodi yang beredar tidak bisa terdeteksi sebelum transfusi darah dilakukan sebab titer yang rendah. Reaksi yang lambat memperlihatkan adanya selang waktu untuk meningkatkan produksi antibodi dan hemolisis yang umum terjadi adalah ekstravaskuler.

Untuk gejala yang ditimbulkan dari RTHL ini diantaranya adalah ikterus, demam, pucat dan terkadang hemoglobinuria. Jika gejala yang ditimbulkan ringan, maka tidak dibutuhkan pengobatan. Akan tetapi jika parah seperti terjadi hipotensi, renjatan dan juga gagal ginjal, maka harus dilakukan tindakan serupa seperti RTHA.

  1. Demam

Demam umumnya terjadi pada lebih dari 90% reaksi transfusi darah pada anak dan juga orang dewasa. Demam ini umumnya berada dalam taraf ringan dan bisa sembuh dengan sendirinya yang bisa terjadi karena antibodi anak penerima transfusi darah bereaksi terhadap leukosit donor. Demam ini terjadi karena aktivasi komplemen dan lisis sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang nantinya akan merangsang sintesis prostaglandin dan juga pelepasan serotonin dalam hipotalamus.

  1. Reaksi Alergi

Reaksi alergi atau urtikaria juga menjadi efek samping yang sering terjadi saat transfusi darah pada anak yang tidak disertai dengan gejala lainnya sehingga jika ini terjadi, maka transfusi darah tidak sampai harus dihentikan seperti saat transfusi untuk anemia. Reaksi alergi ini terjadi karena bahan terlarut dalam plasma donor yang kemudian bereaksi terhadap IgE resupien di permukaan sel mas dan juga eosinofil dan akhirnya melepaskan histamin.

  1. Reaksi Anafilaktik

Reaksi berat ini bisa mengancam nyawa anak khususnya jika terjadi pada anak dengan defisiensi antibodi IgA atau yang memiliki IgG anti IgA dengan titer yang tinggi. Efek samping ini bisa terjadi dengan cepat yakni beberapa menit sesudah transfusi darah dimulai, sedangkan untuk berapa lama proses transfusi darah tergantung dari penyakit yang diderita anak. Gejala yang ditimbulkan dari reaksi anafilaktik ini diantaranya adalah wajah anak yang berubah merah atau flushing, angioedema, urtikaria, hipotensi, gangguan pernapasan dan juga renjatan.

  1. Hepatitis Virus

Penularan virus hepatitis ini menjadi efek samping transfusi darah pada anak selanjutnya yang diperkirakan 5 hingga 10% resipien transfusi darah memperlihatkan kenaikan kadar enzim transminase yakni bukti jika terjadi infeksi virus hepatitis.

  1. Infeksi CMV

Penularan CMV khususnya sangat berbahaya untuk neonatus yang terlahir dalam keadaan prematur atau pasien dengan imunodefisiensi yang merupakan salah satu efek samping setelah transfusi darah. Virus ini umumnya akan menetap pada leukosit sehingga menyingkirkan leukosit menjadi cara efektif untuk mencegah atau setidaknya mengurangi kemungkinan infeksi CMV tersebut.

Transfusi darah pada anak sebenarnya merupakan bentuk terapi untuk menyelamatkan anak. Meskipun begitu, transfusi darah yang dilakukan belum tentu benar benar terbebas dari efek samping sehingga transfusi darah ini dijadikan sebagai tindakan penyelamatan jiwa dan mencegah penyakit semakin buruk namun tidak dilakukan untuk penyembuhan. Untuk itulah, transfusi darah pada anak harus dilakukan dengan ekstra hati hati sebab setiap transfusi darah yang tanpa indikasi merupakan sebuah kontraindikasi.

fbWhatsappTwitterLinkedIn