BPJS Kesehatan Keluarkan Aturan Baru, Apa Sajakah Itu?

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

BPJS Kesehatan Keluarkan Aturan Baru, Apa Sajakah Itu?Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) telah mengeluarkan aturan baru berkaitan dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang selisih dan urun biaya. Aturan baru meliputi dua hal penting, yakni tentang urun biaya dan juga selisih biaya seperti dijelaskan oleh Budi Mohamad Arief selaku Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS dilansir dari laman Detik Health.

Meski begitu, diketahui bahwa penetapan jenis urun biaya belum dilakukan sehingga belum ada implemetasinya, sehingga beberapa hal di bawah inilah yang patut diketahui dan menjadi pemahaman masyarakat Indonesia, baik pengguna BPJS maupun yang hendak mendaftar BPJS. Berikut ini dijelaskan oleh Budi Mohamad Arief tentang ketentuan-ketentuan baru tersebut.

  • Selain peserta mandiri (hal ini melipyti peserta penerima bantuan iuran (PBI) serta yang pemerintah daerah bayarkan), wajib untuk melakukan urun biaya dengan membayar proses rawat jalan di tiap kunjungan. Rp 10 ribu untuk di rumah sakit kelas C dan D, sedangkan Rp 20 ribu untuk di rumah sakit A dan B. Pengenaan besaran urun biaya adalah bagi para peserta yang sudah ada pelayanan tertentu dan berisiko disalahgunakan baik karena faktor perilaku atau selera individu.
  • Untuk peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit tertentu dan memang harus berkunjung memeriksakan diri secara rutin ke rumah sakit, ada batasan untuk kunjungan. Pembatasan dilakukan di mana 20 kali kunjungan adalah maksimalnya dan dalam kurun waktu 3 bulan saja.
  • Untuk 20 kali pembatasan kunjungan dalam 3 bulan tersebut, pasien BPJS Kesehatan juga wajib melakukan pembayaran hingga Rp 350 ribu. Hanya saja untuk lebih jauhnya, seperti jenis pelayanan apa yang bisa didapat dengan urun biaya masih dalam masa penentuan oleh Kemenkes sehingga belum ada implementasinya.
  • Tidak diperkenankan lagi bagi pasien BPJS Kesehatan untuk naik kelas saat rawat inap, seperti misalnya BPJS Kesehatan kelas tiga tak diperbolehkan untuk naik ke kelas satu di mana berlakunya aturan ini sejak adanya undang-undang Permenkes Nomor 51 Tahun 2018.
  • Kenaikan kelas hanya boleh terjadi, misalnya dari kelas tiga ke kelas dua dan hanya selisih 1 tingkat saja. Namun, pembayaran selisih biaya antara tarif INA CBG’s antar kelas perlu dilakukan oleh peserta BPJS Kesehatan ketika ingin naik kelas pada waktu dirawat inap.
  • Kenaikan kelas ke poli eksekutif masih tersedia dan hal tersebut tentunya bisa dilakukan di rumah sakit di mana hal ini berlaku untuk kasus rawat jalan. Pembayaran maksimal Rp 400 ribu sebagai biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif tiap kunjungan perlu dilakukan oleh peserta.
  • Tak ada penarikan biaya antar kelas ketika pasien BPJS Kesehatan disarankan langsung oleh pihak rumah sakit untuk melakukan kenaikan kelas sewaktu dirawat inap apabila alasannya adalah tak ada kamar atau kamar penuh.

Tujuan dari aturan baru ini adalah sebagai penurun risiko penyalahgunaan kartu BPJS Kesehatan itu sendiri. Pada aturan kenaikan kelas pun, sebagai pendahuluan harus ada penandatanganan surat pernyataan oleh peserta, meski begitu jika peserta enggan untuk tanda tangan maka tak akan dipaksa. Peraturan baru dibuat secara cukup menguntungkan karena hak-hak pasien BPJS Kesehatan bakal mendapatkan perlindungan, khususnya dari berbagai macam bentuk penyalahgunaan pelayanan BPJS Kesehatan oleh oknum.

fbWhatsappTwitterLinkedIn