Belum lama ini viral sebuah video di mana seorang anak kena marah orangtuanya gara-gara memperoleh ranking 3. Hal ini menjadi bukti kalau pola asuh keras masih ada saja yang menerapkan dan tuntutan orangtua agar anak menjadi yang paling baik pun masih kita temui di zaman ini.
Masalahnya, tak semua anak bisa benar-benar seperti apa yang orangtua harapkan. Ada kalanya target meleset dan hasil yang diharapkan tak sesuai dengan kenyataan yang ada, namun memarahi anak apakah benar merupakan sikap yang benar walaupun memiliki niat dan tujuan yang baik?
Dampak bagi anak yang dimarahi secara psikologis apa sih?
Memarahi anak mungkin adalah bentuk dari kurangnya pengendalian diri sebagai orangtua yang jelas punya keterbatasan. Bahkan seberapa berusahanya diri kita dalam mencegah agar tak memarahi anak, ada kalanya kita kelepasan dan meninggikan suara kita terhadapnya atau bahkan membentak. Namun ingat, kebiasaan memarahi anak yang dianggap wajar bisa memberi dampak cukup negatif bagi si anak menurut Healthline, seperti:
Selama sehabis memarahi anak para orangtua tahu bagaimana cara meminta maaf dan mengajarkan kepadanya pelajaran yang penting, seperti semua orang melakukan kesalahan dan perlu meminta maaf, maka anak pasti bisa mengerti. Menurut lansiran dari Detik Health, Dr Nilam Widyarini, Msi yang merupakan seorang psikolog pun mengatakan bahwa seharusnya ada diskusi yang dibentuk oleh orangtua bersama anak.
Orangtua perlu memberikan penjelasan kepada anak mengenai aturan-aturan yang telah dibuat supaya memperoleh kesepakatan bersama. Biarkan anak mengerti lebih dulu dan barulah memberi bimbingan supaya anak melakukannya secara konsisten. Tidak seharusnya orangtua langsung bertindak dan berperilaku begitu saja sementara anak diam dan menerima kemarahan orangtuanya.
Psikolog pun mengatakan bahwa memarahi anak bukanlah pola asuh yang tepat karena justru tidak membentuk kekuatan mental anak. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, anak jadi senang melawan orangtuanya, bahkan lebih buruknya lagi ada risiko anak justru tak percaya lagi pada keluarganya sendiri. Anak bahkan berpotensi memiliki kecenderungan untuk keluar dari lingkungan keluarga gara-gara pola asuh keras.
Selalu ada jalan untuk memperbaikinya kok, demi mental dan perilaku anak yang lebih baik, orangtua dapat memulai pembicaraan dari hati ke hati dengan anak. Jadikan lingkungan rumah dan keluarga menjadi lingkungan yang tenang di mana semua orang bisa berkomunikasi secara baik-baik, sehat, mencoba memahami perasaan orang lain, serta penuh respek.