Penyakit epilepsi juga disebut dengan istilah ayan di mana penderitanya mengalami kejang-kejang secara mendadak. Kejang tersebut juga dapat menjadi kondisi yang terjadi secara berulang yang diketahui bahwa penyebab epilepsi adalah adanya perubahan atau kerusakan di dalam otak. Sedangkan untuk pada kasus epilepsi secara umum, penyebabnya belumlah pasti diketahui sehingga tak bisa dijelaskan.
Setiap manusia memiliki neuron atau yang juga disebut dengan sel-sel saraf di dalam organ otak. Neuron tersebut masih menjadi bagian dari sistem saraf di mana masing-masing sel saraf akan melakukan komunikasi satu sama lain dengan memanfaatkan impuls listrik. Seseorang yang menderita ayan biasanya akan mengalami kejang dikarenakan berlebihannya produksi impuls listrik.
Epilepsi juga diketahui dapat dialami oleh seseorang tanpa memandang usianya meski memang rata-rata penyakit ini diderita dari sejak masa anak-anak. Epilepsi sendiri dibagi menjadi 2 tipe, yakni simptomatik serta idiopatik. Simptomatik adalah yang sekunder di mana penyebabnya dapat terdeteksi, yakni dari tumor otak, stroke, maupun cedera serius pada bagian kepala.
Sementara itu, epilepsi tipe idiopatiklah yang juga dikenal sebagai epilepsi primer di mana jenis ini penyebabnya tidaklah jelas. Bahkan beberapa ahli malah memiliki dugaan bahwa epilepsi primer ini bisa jadi dikarenakan faktor keturunan atau genetik. Untuk mengatasi ciri-ciri epilepsi yang muncul, maka penderita membutuhkan pengobatan sesegera mungkin dan terapi epilepsi bisa menjadi pilihan.
(Baca juga: bahaya epilepsi)
Metode Diagnosa Epilepsi
Sebelum penderita epilepsi dapat memperoleh penanganan atau pengobatan berupa terapi epilepsi, penting untuk menempuh proses diagnosa terlebih dulu. Agar diagnosa dapat ditegakkan dan pengobatan bisa segera diberikan kepada penderita, maka pemeriksaan lengkap menjadi syarat yang harus penderita tempuh, seperti di bawah ini:
Karena penderita mengalami kejang yang bahkan bisa sampai tak sadarkan diri alias pingsan, maka biasanya dokter akan melakukan wawancara terhadap saksi mata atau keluarga yang menyaksikan sendiri pasien kejang. Wawancara akan sulit dilakukan secara langsung kepada penderitanya karena setelah kejang biasanya pasien tak akan mengingat apapun. Untuk memastikan apakah pasien hanya kejang atau sampai pingsan, penting untuk menanyakannya pada orang sekitar yang menolong.
Setelah proses wawancara, dokter akan menindaklanjuti biasanya dengan pemeriksaan penunjang. Pasien perlu menempuh pemeriksaan berupa EEG atau elektroensefalografi yang menyediakan informasi tambahan yang cukup detil demi diagnosa yang lebih jelas hasilnya. Lewat prosedur EEG inilah akan dapat diperoleh gambaran rekaman aktivitas listrik pada otak pasien.
Saat menjalani prosedur EEG ini, akan ada gelombang listrik yang keluar dari sel-sel saraf pada lapisan otak pasien di mana voltasenya tergolong amat kecil. Aliran gelombang listrik kemudian ditujukan ke mesin EEG untuk proses amplifikasi sehingga ensefalogramnya bisa terekam secara sempurna dengan ukuran yang cukup. Bila ukurannya pas, jenis gelombang otak yang tengah dialami bisa ditentukan.
(Baca juga: penyebab epilepsi pada orang dewasa)
Apabila dirasa bahwa tes-tes sebelumnya masih kurang, dokter bisa saja menyuruh pasien untuk melakukan tes urine serta tes darah. Kedua tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mendukung hasil diagnosa saja agar detilnya bisa diketahui. Namun kedua tes akan dilakukan tergantung dari kondisi kesehatan pasien itu sendiri.
Tes lainnya yang masih menjadi bagian dari pemeriksaan atau prosedur diagnosa adalah MRI atau CT Scan yang diperlukan sebagai diagnosa tambahan. Pemeriksaan dengan metode tersebut akan lebih menolong untuk memberikan hasil yang jelas sebelum dokter menentukan terapi epilepsi. Hal ini juga tergantung dari situasi serta kondisi pasien.
(Baca juga: gejala epilepsi)
Terapi Epilepsi
Saat tanda-tanda epilepsi mulai muncul, ada baiknya untuk tak menunda pergi ke dokter atau rumah sakit. Setelah diperiksa, maka akan jelas bahwa seseorang memang benar-benar menderita epilepsi sehingga penanganan yang diberikan pun juga cepat. Terapi epilepsi adalah salah satu jenis solusi pengobatan yang bisa dijalani oleh pasien.
Pengobatan epilepsi dengan terapi ini sebenarnya juga tetap dengan pemberian obat-obatan. Pemberian obat itu sendiri dilakukan dokter berdasarkan pertimbangan akan potensi terulangnya serangan epilepsi serta dampak atau efek samping obat. Dokter memberikan obat ketika diagnosa epilepsi sudah jelas dan ditentukan.
Tubuh yang kejang tidak selalu menandakan seseorang mengalami epilepsi atau ayan karena kejang-kejang juga bisa merupakan tanda dari penyakit lain. Saat hasil diagnosa menyatakan bahwa kejang bukanlah terjadi akibat epilepsi, maka pengobatannya pun pasti berbeda. Misalnya saja kejang dikarenakan demam tinggi, maka obat demam dan kompres air dingin pun sudah cukup.
Kasus epilepsi sendiri sebagian besar tak akan bisa sembuh dan rata-rata penderitanya perlu meminum obat secara terus-menerus. Terapi epilepsi lebih berfokus pada obat-obatan khusus yang bertujuan untuk mencegah kejang kembali kambu. OAE atau Obat Anti Epilepsilah yang paling sering dokter resepkan kepada pasien.
Dengan obat tersebut, frekuensi kejang diketahui dapat menurun dan bahkan beberapa penderita tak lagi mengalami kejang hingga bertahun-tahun sesudah menempuh metode terapi pengobatan OAE ini. Hanya saja, obat ini tak bisa diberikan secara sembarangan, tetap saja dokter perlu menyesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien, frekuensi kejang sekaligus juga usianya.
Ada kalanya pasien yang menderita epilepsi juga memiliki gangguan kesehatan lain sehingga dokter perlu menyesuaikan resep OAE supaya tak bertabrakan dengan efek obat lainnya yang tengah pasien konsumsi. Dengan konsumsi teratur dari OAE yang diresepkan dokter, kekambuhan dari kejang-kejang akan lebih mampu dicegah secara optimal. Namun ada sejumlah efek samping yang harus diperhatikan dan diwaspadai:
Perubahan suasana hati rupanya dapat terjadi akibat pengaruh dari terapi OAE ini. Saat Anda mengalami migrain disertai rasa stres atau depresi yang berlebihan tanpa bisa mengendalikannya, bisa jadi ini adalah tanda efek buruk dari obat yang sedang dikonsumsi. Adanya rasa ingin bunuh diri pasca konsumsi OAE pun berpotensi besar sehingga harus ditangani dengan baik.
(Baca juga: jenis-jenis penyakit saraf)
Selain terapi obat-obatan, penyakit epilepsi juga dapat diterapi secara tradisional, yakni dengan terapi ibu jari. Terapi yang berfokus pada pemencetan ibu jari tangan ini memanglah dianggap sebagai mitos belaka. Tapi tak ada salahnya bagi Anda untuk mencobanya karena sudah terbukti efektif juga dalam mengembalikan kinerja sistem saraf.
Saraf yang ada pada ibu jari tangan setiap manusia mempunyai peran dan hubungan yang besar dengan organ otak. Seperti yang kita tahu, kejang-kejang dapat terjadi dikarenakan adanya gangguan listrik di bagian organ otak. Ketika melakukan terapi ibu jari tangan dengan memencetnya, ini otomatis akan menghambat terjadinya gangguan impuls listrik pada otak.
Untuk melakukan terapi, Anda bisa meminta tolong orang terdekat untuk melakukan terapi ibu jari ini,m yaitu dengan cara:
Tekanan saat memencet ibu jari sah-sah saja bila ingin dilakukan secara keras, namun jangan sampai berlebihan karena dapat membuat penderita merasa tak nyaman. Ketika tekanan berlebih, rasa sakitnya juga akan lebih terasa sehingga mampu menimbulkan stres. Bahkan terapi ibu jari ini juga bisa dilakukan oleh penderita epilepsi sendiri tanpa bantuan orang lain.
Sewaktu sedang menonton TV, duduk-duduk santai, tiduran di kamar, atau duduk di dalam kendaraan selama perjalanan, kegiatan memencet jempol atau ibu jari bisa dilakukan dengan santai. Saat seseorang mengalami kejang karena epilepsi, terapi ini juga boleh langsung diterapkan supaya kejang bisa berhenti lebih cepat.
(Baca juga: penyebab epilepsi kambuh)
Itulah sedikit informasi mengenai terapi epilepsi yang diketahui tersedia dalam 2 bentuk. Baik itu terapi obat-obatan ataupun terapi ibu jari tangan, keduanya adalah solusi terbaik yang bisa Anda gunakan untuk mengatasi epilepsi.