Kasus kekerasan yang kini tengah jadi perbincangan panas di media sosial dan bahkan telah sampai ke manca negara bertagar #JusticeforAudrey menimbulkan kegeraman dan keprihatinan warga net. Berita seorang siswi SMP dikeroyok oleh 12 orang siswi SMA di Pontianak hingga harus dirawat di rumah sakit akibat luka berat belakangan menjadi ramai.
Bullying dengan bentuk kekerasan fisik tak hanya melukai korban secara fisik, melainkan psikis korban pun tanpa disadari turut terluka dan jauh lebih dalam hingga trauma yang terlalu panjang. Namun sebenarnya, apa sih yang mendasari untuk seseorang, baik itu anak di bawah umur ataupun orang yang sudah cukup dewasa sampai melakukan bullying?
Para ahli meyakini bahwa para pelaku tindak bullying secara verbal maupun fisik mempunyai alasan tertentu dan sangatlah kuat, seperti:
Mulai dari SD, SMP, SMA bahkan juga di perkuliahan dan dunia kerja tampak selalu ada kasus bullying. Khusus seperti kasus di sekolah-sekolah, seperti yang dialami oleh Audrey, ini bisa jadi semakin merajalela dan makin marak apabila pihak terkait, pihak sekolah apalagi orang tua selalu menyepelekan tindak bullying apalagi menganggap hal tersebut normal dan wajar.
Dilansir dari laman Detik Health, menurut dr Andri SpKJ sifat dari seorang pelaku bully akan sangat nampak, yakni memiliki keegoisan yang tinggi, sering mengolok orang lain yang punya kekurangan, dan tidak ingin merasa kalah apalagi mengalah saking mau menang sendiri dan jadi pusat perhatian. Itulah kenapa, nilai-nilai positif seharusnya ditanamkan dan dijadikan kebiasaan baik di dalam keluarga menurut Ratih Zulhaqqi seorang Psikolog Anak dan Remaja.
Mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai baik kepada anak adalah peran orang tua di rumah. Anak-anak dari kecil harus sudah mulai diarahkan bagaimana untuk menghargai orang lain sehingga tidak kemudian memiliki karakter seorang pembully. Tugas para orang tua jugalah untuk mengajarkan anak supaya bisa menilai positif orang lain.
Tindak kekerasan dan bully sebenarnya bisa diminimalisir asalkan orang tua dan pihak sekolah selalu berpartisipasi dalam penanaman nilai-nilai positif tersebut. Ini karena efek psikologis dari pembullyan pada korbannya sungguh bukan baik dalamnya, seperti:
Efek psikologis jauh lebih bertahan lama dan bisa berlangsung bahkan ketika usia anak menginjak dewasa. Anak-anak yang menjadi korban bullying pun berisiko tinggi untuk menjadi pelaku bully. Luka fisik memang dapat sembuh, tapi trauma secara mental tak akan semudah itu untuk pudar. Dampak psikologis yang terjadi pada sang korban tak dapat diabaikan karena mereka akan dihantui seumur hidup.