Ancaman hukuman 18 bulan penjara diberikan kepada pasutri (pasangan suami istri) di Australia karena telah melakukan tindakan yang tidak sepantasnya terhadap anak sendiri. Pada tahun 2018 lalu, ketika sang anak berusia 19 bulan, diketahui bahwa fisiknya begitu kurus tak seperti normalnya anak seusianya.
Itulah pertama kalinya mendapati anak balita yang usianya hampir 2 tahun tapi nampak seperti bayi dengan usia 3 bulan. Ketika anak tersebut mengalami kejang-kejang, barulah orangtuanya kemudian menghubungi layanan gawat darurat. Dari situlah diketahui kalau kondisi sang anak balita benar-benar memprihatinkan.
Saat petugas medis datang, sang anak terbaring lemas disertai dengan gejala lainnya seperti massa otot yang begitu rendah, kadar gula darah pun rendah, ditambah tangan dan kaki begitu dingin, dan bibir sudah membiru. Dilansir dari BBC, seorang petugas pun melaporkan bahwa anak tersebut tak dapat duduk, sulit berbicara apalagi makan, bahkan bermain pun tak bisa karena bergerak saja sulit.
Semua ini rupanya masih berkaitan dengan perlakukan sang orangtua kepada balitanya ini. Masih berusia sangat muda dan kecil serta membutuhkan nutrisi lengkap untuk masa pertumbuhan yang sempurna, justru orangtuanya memaksa diet tak sehat. Sarah Huggett selaku hakim pada sidang di Pengadilan Downing Centre mengritik tindakan orangtuanya yang sudah begitu membahayakan si anak.
Gara-gara diet tak sehat itulah anak ini justru mengalami malnutrisi yang sudah serius. Tubuhnya menjadi sangat kecil dan kurus karena tubuhnya tak memperoleh gizi yang seimbang. Sebagai akibatnya, masa tumbuh kembang sang anak jadi terhambat dan ukuran tubuhnya menjadi terlalu kecil dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Rupanya balita yang kekurangan nutrisi ini merupakan anak kedua dari pasutri tersebut di mana sang orangtua tak percaya kalau bayi mereka mengalami malnutrisi. Ini karena anak yang lebih tua tak pernah bermasalah dengan tumbuh kembangnya selama ini. Meski begitu, keputusan telah dibuat oleh pengadilan bahwa keduanya sudah bersalah, khususnya sang ibu anak tersebut yang telah terlalu yakin bahwa diet vegan itu baik namun malah mengancam nyawa buah hatinya sendiri.
Apa itu diet vegan dan apa risiko bahayanya?
Umumnya, diet vegan dilakukan oleh para orang dewasa sebagai gaya hidup atau bahkan pilihan hidup dengan mempertimbangkan beberapa hal. Ada beberapa orang menjadi vegan karena memang menganggap diet ini baik untuk kesehatan, namun ada pula yang menjalaninya sebagai bentuk penghormatan kepada hak hewan dan demi lingkungan.
Diet vegan menerapkan pemenuhan gizi lewat asupan makanan yang ditanam, seperti kacang-kacangan, buah, sayur, serta tak ketinggalan biji-bijian. Berbeda dari vegetarian, vegan tak mengonsumsi makanan dari hewan dan produk hewani, mulai dari daging hingga madu, keju, telur, susu dan produk dari hewan lainnya.
Penelitian memang telah membuktikan bahwa menjadi seorang vegan menawarkan berbagai manfaat ini:
Hanya saja, karena asupan setiap harinya dari sumber nabati tentu risiko kekurangan nutrisi yang berasal dari makanan hewani pun cukup besar. Ada beberapa risiko karena diet vegan tak menyertakan telur dan juga ikan sehingga nutrisi asam lemak omega-3 yang berperan penting bagi fungsi otak dan jantung kurang dapat terpenuhi.
Sumber hewani seperti daging merah pun pada dasarnya menawarkan mineral zat besi, jadi ketika para vegan menghindarinya, ada kemungkinan risiko kekurangan zat besi terjadi. Jadi jika pada orang dewasa saja dengan berdiet vegan bisa mengalami risiko-risiko tersebut, terlebih balita yang masih membutuhkan nutrisi lengkap agar pertumbuhannya berjalan lancar bukan?