Badai Sitokin merupakan suatu kondisi yang mencakup beberapa gangguan disregulasi imun dengan beberapa tanda termasuk:
Hingga kini, ada beberapa sitokin yang paling banyak dipelajari, termasuk diantaranya interferon (IFN), interleukin, kemokin, faktor perangsang koloni (CSF), dan faktor nekrosis tumor (TNF).
Adapun tindakan spesifik dari masing-masing sitokin ini rinciannya dapat dilihat dalam Tabel di bawah:
Sitokin | Aksi | Tipe |
Interferon | Mengatur kekebalan bawaan terhadap virus dan patogen lainnya Efek antiproliferatif | Type I (IFN-a and IFN-b)Type 2 (IFN-g) |
Interleukin | Mengatur diferensiasi dan aktivasi sel imun Dapat memiliki efek pro atau anti-inflamasi | IL-1 |
Kemokin | Keluarga terbesar dari sitokin Kemoatraktan Mengontrol migrasi sel imun Berkontribusi pada embriogenesis, pengembangan sistem kekebalan bawaan dan adaptif, serta metastasis kanker | CXCCCCCX3C |
Colony-stimulating factors atau Faktor perangsang koloni (CSF) | Terkait dengan peradangan Berpartisipasi dalam kaskade amplifikasi yang dapat meningkatkan respons inflamasi | Granulosit CSF (G-CSF)CSF Makrofag (M-CSF)Granulosit-makrofag CSF (GM-CSF) |
Tumor necrosis factor atau Faktor nekrosis tumor (TNF) | Memainkan peran penting dalam badai sitokin Produksi yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit inflamasi dan autoimun kronis | TNF-a |
Gejala Badai Sitokin ini beragam, mulai dari ringan hingga berat yang dapat mengancam jiwa. Adapun gejala-gejala tersebut antara lain:
Jika Badai Sitokin berada pada tingkatan yang serius, kegagalan multiorgan mungkin dapat terjadi. Jika sampai kegagalan multi organ terjadi maka gejalanya akan beragam, bergantung pada penyakit yang mendasari dan organ yang diserang.
Adapun jika gejala darurat berikut ini muncul, maka orang tersebut membutuhkan perawatan medis segera:
Badai Sitokin ini umumnya merupakan hasil dari reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap sesuatu yang dianggapnya berbahaya.
Bahkan, Badai Sitokin ini juga dapat terjadi ketika tidak ada zat asing yang berbahaya atau mengancam tubuh sekalipun. Ada banyak hal yang mungkin menyebabkan Badai Sitokin, termasuk:
Adapun beberapa kondisi medis juga dapat menyebabkan Badai Sitokin, termasuk:
Untuk Badai Sitokin yang disebabkan oleh COVID-19 sendiri sebenarnya tidak terjadi pada semua kasus. Dalam arti bahwa, tidak semua penderita COVID-19 mengembangkan gejala Badai Sitokin, melainkan orang dengan faktor tertentu yang lebih berisiko mengembangkan Badai Sitokin.
Adapun penderita COVID-19 yang rentan mengembangkan Badai Sitokin antara lain:
Dalam mendiagnosis Badai Sitokin, dokter mungkin akan berfokus pada kondisi medis yang mendasarinya.
Dengan kata lain, diagnosis terhadap kondisi medis yang berkaitan dengan Badai Sitokin seperti kelainan genetik, kondisi autoimun maupun penyakit menular mungkin akan dilakukan.
Tes darah khusus pun mungkin dibutuhkan untuk melakukan tahap diagnosis, bergantung pada kondisi. Adapun sebagai titik awalnya, riwayat medis dan pemeriksaan fisik akan sangat membantu proses selanjutnya.
Untuk itu, dalam proses diagnosis, sebaiknya memberitahukan kepada Dokter terkait penyakit yang pernah dialami dan gejala-gejala yang baru-baru ini muncul atau dirasakan.
Mengingat Badai Sitokin ini dapat mempengaruhi banyak sekali sistem tubuh yang berbeda, Dokter mungkin juga akan memeriksa gejala-gejala secara menyeluruh khususnya yang mengarah pada Badai Sitokin itu sendiri.
Perlu diketahui, Badai Sitokin ini mungkin dapat diindikasikan melalui temuan:
Selain itu, orang-orang yang mengidap Badai Sitokin mungkin juga memiliki beberapa kelainan lain seperti:
Dalam diagnosis Badai Sitokin, metode pencitraan medis seperti rontgen dada mungkin juga akan dilakukan. Mengingat, dengan melakukan rontgen dada Badai Sitokin yang mempengaruhi paru-paru mungkin dapat dikaitkan dengan penyakit menular seperti COVID-19.
Pengobatan Badai Sitokin sangatlah penting, mengingat Badai Sitokin sendiri dapat menyebabkan kegagalan multiorgan yang sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian penderitanya.
Untuk pengobatannya sendiri akan bergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya Badai Sitokin. Dokter mungkin juga akan meresepkan obat untuk mengurangi kadar sitokin seperti:
Obat-obatan tersebut dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Adapun obat-obatan kortikosteroid lain mungkin juga diresepkan dokter untuk tujuan serupa.
Jika dibutuhkan, Dokter mungkin juga akan merekomendasikan perawatan suportif lain berdasarkan kondisi medis yang mendasari. Adapun perawatan suportif tersebut mungkin akan meliputi:
Perlu juga diketahui bahwa, dalam proses pengobatan Badai Sitokin waktu adalah faktor yang sangat penting. Lebih cepat suatu metode pengobatan memberikan efek di awal, mungkin akan menjadi tidak efektif di kemudian hari.
Hal ini dapat terjadi karena masing-masing orang memiliki variabilitas dalam merespon pengobatan tertentu. Metode pengobatan yang sejauh ini telah dicoba dan menunjukkan keberhasilan yang juga beragam antara lain:
Badai Sitokin telah dikaitkan dengan COVID-19, di mana para ahli menemukan bahwa pada pasien COVID-19 yang membutuhkan perawatan intensif di ICU memiliki sitokin berupa CXCL10, CCL 2, dan TNF-a lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien COVID-19 yang tidak membutuhkan perawatan intensif.
Selain itu, pada beberapa pasien yang terinfeksi COVID-19 terbaru ditemukan bahwa sitokin pro-inflamasi menunjukkan tingkat yang tinggi khususnya untuk IFN-g, IL-1B, IL-6 dan IL-2, dan kemokin.
Badai Sitokin dalam kaitannya dengan penyakit yang disebabkan oleh virus seperti SARS, MERS dan influenza merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi peningkatan penyakit.
Oleh karena itu, Badai Sitokin ini dapat menjadi salah satu peringatan yang tidak boleh dikesampingkan oleh Dokter. Mengingat, Badai Sitokin ini jika tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat dapat menyebabkan kerusakan imunopatogenik.
Imunopatogenik yang mengalami kerusakan kemudian dapat menyebabkan ARDS dalam banyak kasus. Selain itu, kerusakan jaringan yang luas, kegagalan organ dan bahkan kematian mungkin dapat terjadi.
Pada rentang waktu antara diagnosis COVID-19 dan sindrom disfungsi organ multiple (MODS) ada periode kritis 5-7 hari. Pada periode kritis ini:
Untuk pengobatannya sendiri, hingga kini sejumlah terapi anti-inflamasi sedang ditinjau keefektifannya dalam menangani Badai Sitokin pada pasien COVID-19.
Penggunaan imunoterapi mungkin juga akan direkomendasikan oleh Dokter ketika dalam proses mendiagnosis Badai Sitokin pada pasien COVID-19.
Imunoterapi tersebut tidak lain berfungsi untuk mengurangi efek merusak yang ditimbulkan oleh Badai Sitokin pada pasien yang COVID-19.
Adapun antibodi penetralisir yang diperoleh dari plasma pasien COVID-19 selamat sebelumnya juga menjadi salah satu imunoterapi yang diusulkan.
Imunoterapi lain yang juga telah diusulkan meliputi:
Hingga kini, studi klinis lanjutan masih harus dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan masing-masing opsi pengobatan imunoterapi tersebut. Terkhusus, untuk pengobatan yang efektif menghambat Badai Sitokin yang disebabkan oleh COVID-19.
Selain itu, terapi yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan pun juga masih terus dipelajari untuk melihat efektivitasnya dalam membantu Badai Sitokin pada penderita COVID-19.
Adapun terapi yang dimaksud antara lain:
Terapi biologis Kineret (Anakinra) ini merupakan terapi yang kadang digunakan untuk mengobati orang-orang yang menderita rheumatoid arthritis maupun kondisi medis lain yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh.
Kineret ini diketahui dapat memblokir aktivitas sitokin spesifik yaitu interleukin 1 (IL-1), Kineret juga diketahui berpotensi dapat membantu orang-orang yang mengalami Badai Sitokin dari kondisi autoimun.
Oleh karena itu, hingga kini, peneliti masih melakukan uji klinis agar dapat mempelajari lebih lanjut efek terapi ini dalam membantu fase kritis akibat Badai Sitokin yang berkaitan dengan COVID-19.
Terapi lain yang juga kadang digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis seperti terapi actemra mungkin juga bermanfaat untuk penderita Badai Sitokin.
Terapi actemra ini diketahui dapat memblokir aktivitas spesifik sitokin seperti interleukin 6 (IL-6). Sebelumnya, terapi actemra ini digunakan untuk mengobati Badai Sitokin yang disebabkan oleh terapi leukemia.
Oleh karena itu, hingga kini para peneliti masih melakukan uji lanjutan untuk menemukan intervensi potensial lainnya dari terapi ini. Terapi ini mungkin saja berpotensi untuk mengekang efek Badai Sitokin, sehingga kematian akibat COVID-19 dapat diturunkan juga.