Pola asuh setiap orangtua pada anaknya pastinya berbeda-beda, salah satu tipenya adalah pola asuh yang overprotektif. Walau tidak dianjurkan, masih ada sebagian orangtua yang menerapkan pola asuh seperti ini karena tidak disadari. Tujuannya memang mungkin baik dan karena orangtua sayang kepada anaknya, namun dampak bagi kesehatan mental anaklah yang menjadi cukup buruk.
Gangguan cemas ternyata tak hanya beresiko terjadi pada orang dewasa. Anak-anak pun yang memiliki orangtua yang mengasuh secara overprotektif bisa mengalami kecemasan berlebih menurut survei di Amerika Serikat oleh Center for Collegiate Mental Health Pennsylvania State University.
Umumnya, ansietas atau kecemasan ini dialami oleh para mahasiswa. Menurut hasil survei tersebut, dari 100 ribu mahasiswa yang berpartisipasi, 55 persen diantaranya sangat berharap bisa melakukan konseling mengenai gejala kecemasan yang mereka alami dengan salah satu penyebab utama yakni pola asuh berlebihan dari orangtua.
Selain kecemasan, rasa stres pun dapat dialami oleh anak-anak di bawah pengawasan berlebih oleh orangtua mereka. Perhatian terhadap kegiatan akademis maupun non-akademis anak secara ketat mampu menekan mental mereka. Walau anak tak salah, mereka jadi gampang kena gejala stres dan depresi karena selalu khawatir bakal melakukan suatu kesalahan; hal ini dibuktikan oleh hasil survei di mana selain 55 persen tadi, 43 persen lainnya mengalami stres dan 45 persen anak ingin konseling tentang depresi.
Orangtua overprotektif pada dasarnya adalah orangtua yang punya ketakutan berlebih di mana hal ini mampu membuat si anak juga punya ketakutan yang sama. Dampaknya, orangtua yang mengekang akan menjadi penyebab cemas berlebihan pada anak dan membuat pribadi anak tadi saat tumbuh dewasa bakal jadi tak percaya diri, tak punya inisiatif, dan selalu takut untuk ambil resiko.
Overprotektifnya orangtua biasanya bertujuan baik, namun hasilnya berdampak buruk bagi si anak. Beberapa anak dengan pola asuh orangtua seperti itu malah cenderung terdorong untuk sering bohong karena tak merasa punya ruang gerak untuk berkembang sendiri. Terlebih, anak sadar perlu berbohong kepada orangtua ketika hal yang ia kerjakan kenyataannya tak sesuai dengan apa yang orangtuanya harapkan.
Psikolog spesialis hubungan orangtua dan anak, Lauren Feiden dari AS mengatakan kalau pola asuh secara overprotektif menjadikan anak sering lari dari masalah. Anak jadi kurang mampu menghadapi masalahnya sendiri karena ketergantungannya terhadap orangtuanya.
Karena orangtua overprotektif selalu ingin tahu dan ikut campur urusan dan tantangan yang anaknya hadapi, maka anak juga jadi sulit ambil keputusan sendiri yang pada akhirnya orangtualah yang membantu menyelesaikan. Penyelesaian masalah pun akhirnya harus selalu mengandalkan orangtua.
Penting untuk orangtua mengajarkan anak-anaknya untuk bisa menguasai masalah dan menyelesaikannya ketimbang membantu memecahkan masalah mereka sehingga anak cenderung menghindarinya. Orangtua overprotektif pun perlu mulai belajar untuk membiarkan anak-anaknya punya ruang gerak bebas agar anak lebih inisiatif, kreatif, bermental sehat, terampil dan juga kuat.