4 Cara Mencegah Penyakit Thalasemia yang Perlu Diketahui

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kita mengetahui ada banyak penyakit pada sistem peredaran darah. Salah satunya adalah anemia dan darah tinggi (hipertensi). Namun, sudahkah Anda mengetahui penyakit thalasemia ? Thalasemia adalah kelainan pada darah yang ditandai dengan rendahnya jumlah hemoglobin dalam tubuh. Hemoglobin adalah substansi dalam sel darah merah yang bertugas untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Kelainan ini diturunkan dari orangtua pembawa sifat (carrier) thalasemia pada anak yang dilahirkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelainan ini merupakan faktor keturunan (faktor genetik).

Thalasemia terdiri atas dua tipe, yaitu thalasemia-alfa dan thalasemia-beta. Perbedaan kedua tipe tersebut dilihat dari jenis kelainan pada protein penyusun hemoglobinnya. Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, hemoglobin memerlukan dua macam protein, yaitu protein-alfa dan protein-beta. Jika penderita memiliki kelainan pada protein-alfa maka disebut dengan thalasemia-alfa. Sebaliknya jika penderita memiliki kelainan pada protein-beta maka disebut dengan thalasemia-beta. Tingkat keparahan penyakit thalasemia juga berbeda-beda, mulai dari ringan, sedang, hingga berat.

Untuk melakukan diagnosa thalasemia perlu dilakukan tes darah. Pada penderita thalasemia umumnya memiliki karakteristik darah berupa jumlah sel darah merah yang rendah, ukuran sel darah yang lebih kecil, sel darah merah berwarna lebih pucat, sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi, serta distribusi hemoglobin dalam sel darah merah tidak merata. Tidak hanya itu, tes darah dapat pula bertujuan untuk mengukur jumlah zat besi dalam darah, mengevaluasi hemoglobin, serta analisis DNA untuk melihat apakah seseorang merupakan carrier thalasemia atau tidak.

Perlu juga diketahui beberapa gejala thalasemia yang umum dialami oleh penderita. Diantaranya adalah lemah, letih, lesu, pusing, nafsu makan menurun, urin berwarna keruh, kulit kekuningan (jaundice), deformasi tulang, dan tulang rapuh. Namun beberapa penderita justru tidak merasakan gejala atau gangguan kesehatan apapun. Mereka bahkan dapat hidup normal seperti halnya orang lain dengan kondisi darah normal. Kemungkinan penderita ini hanya merupakan pembawa (carrier) saja. Tapi perlu di ingat, meskipun ia hanya sebagai carrier, penderita ini dapat mewariskan thalasemia pada keturunannya kelak.

Pengobatan pada penderita thalasemia juga beragam, tergantung tipe dan tingkat keparahan yang dideritanya. Pengobatan dapat dilakukan mulai dari konsumsi obat-obatan tertentu, transfusi darah, hingga prosedur penanganan lainnya. Transfusi darah biasanya dilakukan pada penderita thalasemia dengan tingkat keparahan tinggi dan harus dilakukan selama seumur hidup. Transfusi darah ini juga menimbulkan efek samping peningkatan zat besi dalam tubuh yang juga berpengaruh terhadap kerja jantung, liver, dan organ tubuh lainnya.

Pada dasarnya, saat ini belum diketahui cara mencegah penyakit thalasemia yang efektif karena penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Namun terdapat beberapa hal yang dilakukan untuk mengantisipasi lahirnya bayi dengan kondisi thalasemia sebagai berikut.

1. Melakukan screening thalasemia

Kita bisa melakukan screening untuk mengetahui apakah diri kita seorang carrier thalasemia atau tidak. Bisa saja selama ini kita tidak merasakan gangguan kesehatan atau gejala apapun, namun ternyata sebenarnya kita adalah pembawa thalasemia yang bisa kita turunkan ke anak kita kelak. Screening dilakukan dengan melakukan penelusuran riwayat keluarga penderita thalasemia. Karena itu jika Anda memiliki saudara sedarah yang menderita thalasemia, sangat dianjurkan bagi anda untuk melakukan screening. Seseorang yang kadar hemoglobin dalam darahnya relatif rendah meskipun telah mengkonsumsi penambah darah juga dianjurkan untuk melakukan screening ini. Screening dilakukan terutama sebelum seseorang melakukan pernikahan atau memutuskan untuk memiliki keturunan.

Karena penyakit ini merupakan penyakit keturunan, maka tidak menutup kemungkinan jumlah penderitanya bertambah terus-menerus dari tahun ke tahun. Dilakukannya screening sebelum pernikahan dapat dijadikan sebagai salah satu cara mencegah penyakit thalasemia semakin berkembang.

[AdSense-B]

2. Meghindari perkawinan antara pasangan yang keduanya sama-sama pembawa (carrier) thalasemia

Jika seorang anak penderita thalasemia mewarisi sifat thalasemia dari kedua orang tuanya (baik ayah maupun ibu), maka kemungkinan sang anak juga akan menderita thalasemia dengan tingkat keparahan sedang sampai berat. Namun jika seorang anak penderita thalasemia mendapatkan sifat thalasemia dari salah satu orang tua nya saja (ayah saja atau ibu saja), kemungkinan sang anak akan menderita thalasemia dengan tingkat keparahan ringan, bahkan terkadang tidak merasakan gejala apapun. Jika anak tidak mengalami gejala atau gangguan apapun kemungkinan sang anak ini hanya sebagai pembawa (carrier) saja. Karena hal inilah pasangan carrier thalasemia perlu mempertimbangkan keputusan mereka dalam melakukan pernikahan serta memahami konsekuensi jika pernikahan dilakukan.

3. Melakukan konsultasi genetik

Diharapkan konsultasi genetik dapat menjadi salah satu alternatif cara mencegah penyakit thalasemia semakin berkembang di sekitar kita. Seorang carrier thalasemia yang berencana untuk menikah atau memiliki keturunan dapat mengkonsultasikan diri ke tenaga kesehatan atau konselor genetik yang berkompeten mengenai kondisi kesehatan mereka. Pada pasangan ini akan diberikan informasi mengenai thalasemia serta kemungkinan yang dapat terjadi apabila mereka memiliki keturunan. Informasi yang disampaikan diantaranya berupa resiko, manifestasi klinik, dan treatment pasien. Konselor genetik biasanya akan memberikan anda opsi yang bisa Anda pertimbangkan. Keputusan untuk melanjutkan melakukan pernikahan atau keputusan untuk tetap memiliki keturunan sepenuhnya berada ditangan pasangan peserta konsultasi. Apapun keputusan yang Anda buat, konselor akan mendukung dengan sepenuh hati.

4. Memeriksakan kehamilan terutama pada 12-16  minggu usia kehamilan

Jika pasangan carrier thalasemia memutuskan menikah dan memiliki anak, sangat dianjurkan bagi sang ibu untuk rutin memeriksakan kehamilannya terutama ketika sudah menginjak 12-16 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan ini dapat dideteksi kondisi kesehatan si janin. Apakah normal, menderita thalasemia, atau hanya sebagai carrier saja. Pendeteksian ini disebut diagnosis prenatal. Cara melakukan diagnosis prenatal adalah dengan mengambil sampel chorionic villus (jaringan ari-ari) kemudian dilanjutkan dengan analisis DNA. Selain itu, diagnosis ini dapat pula dilakukan dengan mengambil sampel dari cairan di sekitar fetus atau disebut amniocentesis.

[AdSense-C]

Demikian beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai cara mencegah penyakit thalasemia atau setidaknya untuk mengantisipasi lahirnya bayi thalasemia. Karena penyakit ini merupakan penyakit genetik, maka belum ada cara mencegah penyakit thalasemia yang bisa dilakukan untuk sepenuhnya terhindar dari thalasemia. Namun, langkah-langkah yang dijabarkan diatas diharapkan dapat membantu mengurangi angka kelahiran bayi thalasemia. Edukasi kepada masyarakat mengenai penyebab thalasemia juga perlu diberikan agar masyarakat lebih mengenali apa itu thalasemia serta bagaimana menanganinya. Disinilah peran pemerintah dibutuhkan. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai bahaya thalasemia dapat dilakukan melalui seminar, workshop, pemberitaan media cetak maupun media online.

Namun jangan khawatir, meskipun seseorang merupakan pasangan carrier thalasemia, terdapat alternatif bagi pasangan ini untuk mendapatkan keturunan dengan kondisi darah yang normal, yaitu melalui teknologi reproduksi yang merupakan kombinasi antara diagnosis genetik pra-implantasi dengan teknik pembuahan in-vitro. Prosedurnya adalah dengan melakukan pengangkatan sel telur dewasa lalu membuahi sel telur tersebut dengan sperma. Prosedur ini dilakukan di laboratorium. Embrio yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian diseleksi mana yang tidak mengalami kelainan genetik. Embrio hasil seleksi ini yang kemudian ditanamkan pada rahim bu. Dengan begitu diharapkan sang ibu dapat melahirkan bayi normal yang sehat dan terbebas dari thalasemia.