CVC medis atau Central Venous Catheter adalah sebuah tindakan medis dengan alat berupa sebuah selang yang dipakai supaya mampu memberikan obat atau cairan ke pasien tanpa harus melalui suntikan berkali-kali dan berulang-ulang. Pada umumnya, alat berupa selang tersebut dipasang di bagian dalam pembuluh darah dekat dengan area jantung di mana selang ini juga akan berada di luar tubuh pasien.
Kapan Seseorang Perlu Menjalani CVC?
Metode tindakan medis seperti ini pada umumnya direkomendasikan apabila seseorang memang tengah membutuhkan pengobatan yang teratur. Contoh dari pengobatan teratur yang dimaksud di sini adalah semacam transfusi darah, kemoterapi, atau juga penggunaan jenis antibiotik tertentu untuk beberapa minggu hingga bulan. Guna dari selang yang menyerupai terowongan ini adalah untuk dapat menurunkan potensi terjadinya infeksi pada pasien.
Tak hanya ketiga pengobatan tersebut, seseorang yang memerlukan pereda rasa sakit jangka panjang serta pemberian cairan untuk rehidrasi berlanjut akan perlu menggunakan tindakan medis satu ini. Seseorang yang membutuhkan obat penyebab flebitis pun juga dapat melalui CVC medis ini.
Seseorang yang hendak diambil darahnya pun juga memerlukan kateterisasi vena sentral alias CVC di mana kebutuhan untuk pengambilan darah adalah saat pengambilan sel induk darah perifer, pasien yang mengalami efek penyebab cuci darah dan harus menjalani prosedur tersebut, tak dapat dilakukannya akses vena periferal, serta pengambilan darah yang sering disebabkan oleh keadaan pasien.
Tujuan dari penggunaan CVC ini memiliki manfaat paling besar bagi para penderita penyakit kronis dan harus dirawat dalam jangka waktu lama. Mereka yang juga membutuhkan akses infus atau akses intravena secara berkelanjutan juga akan sangat diuntungkan dengan metode medis satu ini demi dapat memperoleh obat, cairan maupun nutrisi bagi tubuh.
Kateterisasi vena paling bermanfaat karena juga pemasangannya adalah waktu yang cukup lama dan bahkan terhitung lebih lama ketimbang pilihan infus lain yang ada. Berikut ini adalah tujuan pemasangan CVC yang bisa Anda perhatikan agar lebih dapat mengenal akan tindakan medis ini sedikit lebih jauh.
Tindakan medis seperti CVC ini pun pemasangannya tak boleh sembarangan dan pelaksanaan prosedur harus berdasar pada Protap Pemasangan CVC yang paling benar atau SOP di mana tentunya memang telah berlaku di institusi.
Sebelum mungkin Anda memutuskan untuk menyetujui akan pemasangan tindakan medis ini, Anda perlu tahu lebih dulu tentang tipe kateter vena sentral. Tipe dari CVC akan ditentukan berdasar dari tujuan pemasangan itu sendiri. Berikut ini adalah tipe-tipe yang dimaksud:
Untuk teknik pemasangan CVC sendiri secara umumnya pelaksanaannya diterapkan melalui pendekatan bedah/cutdown atau juga percutaneous. Pendekatan apa yang harus digunakan akan tergantung dari vena apa yang akan dipasang.
Contohnya saja pada pendekatan bedah atau cutdown, biasanya pendekatan ini berlaku pada vena femoral, vena jugularis interna dan eksterna, serta vena sefalika. Pendekatan bedah atau cutdown diketahui mampu menurunkan risiko komplikasi karena memang pemasangan CVC pun dapat menimbulkan sejumlah komplikasi. Potensi komplikasi yang dapat diturunkan antara lain adalah kilothoraks, hemothoraks, dan pneumothoraks. Hanya saja tentunya pendekatan tertentu, apalagi pendekatan bedah akan meningkatkan biayanya karena ditentukan juga dari faktor kamar operasi sekaligus ketersediaan dokter bedah.
Pendekatan jenis ini justru adalah yang paling banyak digunakan dikarenakan semakin rendahnya komplikasi pendekatan satu ini. Seldinger merupakan salah satu teknik dari pendekatan percutaneous di mana pada prosedur pemasangan CVC sendiri sudah termasuk atau terbilang sebagai pendekatan standar. Kateter akan dimasukkan ke dalam vena pasien dengan bantuan tuntunan dari jaruk akses.
Selain mengenal pendekatan dari proses pemasangan kateter sentra vena sentral, tentunya ada prosedur lainnya yang perlu untuk kita ketahui bersama. Berikut ini merupakan sejumlah hal yang termasuk di dalam cara pemasangan dari CVC yang kita perlu tahu.
Faktor ini adalah salah satu yang terpenting karena dengan mengetahui lokasi yang tepat, maka risiko komplikasi pun juga dapat diturunkan, khususnya komplikasi mekanik dari proses pemasangannya. Bahkan ada beberapa lokasi yang bila perlu sebaiknya dihindari betul, yakni lokasi pemasangan yang sudah dicoba tapi tak berhasil, lokasiĀ pada bekas operasi, lokasi yang ada deformitas tulang, lokasi radiasi atau lokasi yang ada jaringan parutnya.
Ada perbandingan antara pemasangan CVC di vena jugularis interna serta subklavia melalui sebuah meta-analisis yang menghasilkan sebuah hasil bahwa terjadi penusukan pada arteri lebih sering terjadi ketika pemasangan CVC pada vena jugularis interna. Hanya saja, ketika berhubungan dengan malposisi kateter tak begitu banyak bermasalah.
Paling umum, pemasangan kateter vena sentral justru adalah di bagian vena jugularis interna kanan dan banyak petugas kesehatan yang memilih bagian ini ketimbang vena jugularis interna sebelah kiri sebab memang tingkat kesuksesannya jauh lebih besar dan bisa sampai 90-99 persen. Bahkan diketahui teknik ini pun memiliki risiko komplikasi yang lebih kecil.
Mengapa pada vena jugularis interna sebelah kanan justru lebih aman ketimbang sebelah kiri? Ini karena bila pemasangan di sebelah kiri akan melalui vena brachiocephalica kiri dengan sudut 90 derajat sebelum masuk ke VCS. Risiko cedera vascular pun menjadi lebih tinggi karena menempelnya ujung distal di dinding lateral VCS sebelah kanan.
Pertimbangan akan fungsi pembekuan darah sekaligus juga postur tubuh pasien sangatlah penting dan menjadi pendekatan metode pemasangan paling aman. Pada proses memasukkan CVC ini, tingkat kesuksesannya juga dapat didukung oleh penggunaan USG/ultrasonography, khususnya di vena jugularis interna. Bahkan tingkat keberhasilan pemasangan juga meningkat pada operator yang kurang memiliki pengalaman.
Sebagai fasilitas dalam pemasangan kateter pada pasien, posisi supinasi diperlukan bagi pasien dengan ganjalan vertikal saat pemasangan di area vena subklavia di antara kedua tulang scapula. Tujuan dari posisi khusus ini adalah agar dapat membuka segitiga deltopectoral sehingga dapat lebih masuk ke vena jauh lebih paralel.
Peletakan akan ganjalan terutama untuk pemasangan CVC di bagian vena jugularis interna adalah secara horisontal dengan tujuan agar leher bisa berada di posisi hiperekstensi di antara scapula. Selain itu, vena sentral juga dapat diperlebar dan diisi dengan posisi trendelenburg yang sudutnya adalah antara 10 sampai 15 derajat.
Sementara itu, pemasangan kateter di bagian vena femoralis biasanya menggunakan posisi reverse trendelenburg yang juga tepat bila dipakai untuk pemasangan CVC pada vena jugularis interna sekaligus vena subklavia. Untuk pemasangan di kedua vena tersebut, pada umumnya hal ini diterapkan lebih kepada pasien morbid obese.
Pendekatan ini adalah pendekatan standar yang penggunaannya bisa diterapkan untuk kateter jenis apapun berikut juga di lokasi pemasangan manapun. Lebih dulu pasien akan diberikan anestesi yang pemberiannya dilaksanakan di lokasi pemasangan CVC. Sambil mempertahankan tekanan negatif, proses dimasukkannya jarum harus secara perlahan-lahan dan tentunya pas dengan acuan anatomi.
Tanda bahwa jarum sudah masuk ke dalam pembuluh darah pasien akan terlihat dari darah yang teraspirasi. Jarum akan digunakan ketika memasukkan penuntun hingga panjangnya 20 cm maksimal, barulah kemudian pengeluaran jarum dilakukan perlahan meninggalkan penuntun pada tempatnya. Tempat pemasangan atau insersi perlu diperlebar dengan insisi sekitar 0,5 cm menggunakan pisau yang disusul dengan dilator.
Ada guidewire atau penuntun yang akan membantu pemasangan dan proses masuknya kateter ke dalam vena pasien lalu penuntun pun setelah itu bisa dikeluarkan. Kateter panjangnya harus benar-benar mencukupi agar ujung kateter bisa ada di bagian perbatasan atriocaval sehingga panjang kateter yang digunakan sebaiknya memang memenuhi kebutuhan pemasangan CVC.
Sebelum pemasangan, tentunya setiap kateter harus sudah melalui pembilasan yang menggunakan salin murni atau pembersihan dengan yang mengandung heparin sesudah aspirasi. Aspirasi ini biasanya diperlukan untuk tiap ujung kateter dalam memastikan posisi kateter di vena. Untuk mencegah infeksi, maka kateter harus melalui fiksasi dulu ke kulit dengan jahitan, lalu kemudian ditutup.
Dilanjutkan setelahnya proses foto rontgen thoraks di mana pelaksanaannya dibutuhkan agar posisi kateter sudah benar atau belum dapat terkonfirmasi. Yang benar adalah lokasi kateter ada di perbatasan atrial-caval. Dengan begitu, maka komplikasi intratorakal dapat dihindari dengan baik.
Dalam sebuah tindakan medis selalu ada risiko komplikasi, baik besar atau kecil dan memang pada kasus pemasangan kateter vena sentral tergolong sensitif. Kemungkinan akan ketidaksterilan dari kateter tersebut berikut juga pemasangan yang kurang benar mampu meningkatkan kemungkinan komplikasi. Pasien perlu berkonsultasi lebih dulu dengan dokter sebelum memutuskan menempuh tindakan medis ini karena dokter sendiri pun biasanya akan melihat lebih besar mana, risiko atau manfaat bagi pasien.
Berikut ini bisa dilihat apa saja risiko dari prosedur CVC yang perlu diketahui sekaligus menjadi bahan pertimbangan sebelum Anda benar-benar menyatakan ingin dan sanggup menjalaninya.
Saat proses memasukkan CVC, ada risiko untuk endokardium yang terdorong oleh kateter dan akhirnya pun menjadikan pasien memiliki potensi untuk terkena aritmia. Sebenarnya, kasus terdorongnya endokardium sendiri bisa ditangani ketika berlangsungnya prosedur, caranya adalah dengan menarik kateter lalu coba dimasukkan kembali, namun memang berisiko. Aritmia sendiri adalah sebuah gejala/tanda adanya masalah irama jantung dan bila gejala aritmia terjadi, maka segeralah hubungi dokter.
Hematoma adalah contoh komplikasi pendarahan yang dapat terjadi pada waktu tindakan CVC dilakukan pada pasien. Hematoma sendiri merupakan kumpulan darah yang berada di bagian luar pembuluh darah. Kasus pendarahan ini pada umumnya terjadi pada kasus tindakan kateterisasi vena sentra yang dipasang di leher pasien.
Risiko trombosis juga ada walau memang tergolong sangat kecil, dan biasanya kalaupun terjadi pasien akan mengalami trombosis vena. Trombosis vena dalam di bagian lengan alias pada ekstremitas atas adalah yang dijumpai pada umumnya.
Seluruh tindakan kateteterisasi berisiko terjadinya infeksi pada pasien dengan alasan bahwa kateter mampu membuat bakteri lebih mudah untuk masuk ke aliran darah. Infeksi aliran darah ini umumnya lebih sering dikaitkan dengan proses kateterisasi vena sentral dan bakteri Staphylococcus aureus-lah yang menyebabkannya bersama dengan Staphylococcus epidermitis.
Maka dari itu, dalam prosedur CVC ini penting untuk petugas kesehatan yang melaksanakan benar-benar harus menjaga kebersihan tangan dan kesterilan alat, bahkan juga perlu menggunakan antiseptik serta penutup seluruh badan. Bahkan standar akan hal ini telah meningkat dengan tujuan sebagai penurun risiko infeksi.
Meski demikian, dokter tetap akan dapat mengobati infeksi pada pasien, yakni dengan pemberian antibiotik. Hanya saja, kateter pun perlu dilepas, khususnya saat ketahuan bila kateterlah penyebab infekis yang sesungguhnya. Pembuktian akan penyebab infeksi merupakan kateter yang dipasang dapat dilakukan melalui pengambilan sampel darah dari vena lain dan kateter itu sendiri.
Kerusakan pembuluh darah cukup besar risikonya untuk terjadi pada pasien yang menempuh CVC. Kerusakan dapat dipicu oleh masuknya udara ke dalam vena sewaktu kateter dalam proses dimasukkan. Dari situlah akan terjadi pembentukan gelembung udara sebagai akibatnya.
Pemasangan kateter bisa saja meleset atau salah lokasi walau memang risiko ini termasuk cukup kecil. Hanya saja, risiko menjadi lebih besar apabila pemasangan CVC di bagian leher pasien. Ada beberapa kasus di mana proses memasukkan kateter justru ke dalam arteri karotis atau arteri vertebralis. Ada kalanya, pemasangan kateter telah benar, hanya saja bagian ujungnyalah yang mengalami kesalahan arah, seperti halnya bukan ke vena kava superior melainkan malah ke vena subklavia.
Komplikasi satu ini juga cukup besar potensinya untuk terjadi namun setelah kateter dipasang di bagian dada. Hal ini pada umumnya lebih besar risikonya terjadi dengan kateterisasi vena subklavia. Kabar baiknya, risiko komplikasi ini dapat berkurang apabila dalam proses berlangsungnya pemasangan kateter menggunakan USG.
Secara umum, risiko komplikasi yang berbahaya seperti di atas dapat diturunkan dengan teknik pemasangan yang tepat serta pengandalan akan panduan ultrasound.
Demikianlah sekilas penjelasan akan CVC medis mulai dari tujuan pemasangan, tipe serta teknik pemasangan, hingga risiko komplikasi yang kemungkinan terjadi pada waktu atau setelah pemasangan kateter pada pasien. Untuk info biaya, dapat Anda konsultasikan langsung bersama dokter atau juga menanyakannya ke bagian administrasi rumah sakit yang dituju agar lebih jelas. Kiranya info ini menolong Anda yang tengah mempertimbangkan untuk menjalani CVC, namun selalu lakukan cara menjaga kesehatan tubuh supaya tak perlu melakukan CVC ini.