Saraf terjepit atau herniasi nukleus pulposus adalah salah satu penyebab paling umum dari nyeri siatika dan operasi tulang belakang di seluruh dunia. Saraf terjepit juga dikenal dalam beberapa istilah lain seperti herniated disk atau slipped disk.
Saraf terjepit merupakan suatu kondisi di mana terjadi perpindahan nukleus pulposus di luar ruang diskus intervertebralis. Diskus intervertebralis sendiri merupakan struktur yang memberikan fleksibilitas dan mentransmisikan beban melalui tulang belakang.
Berikut ini merupakan beberapa fakta terkait dengn saraf terjepit:
Berikut ini merupakan beberapa gejala yang dapat dirasakan ketika mengalami saraf terjepit [3]:
1. Mengalami Nyeri Lengan atau Kaki
Jika seseorang mengalami saraf terjepit, salah satu tanda atau gejalanya yaitu akan mengalami nyeri atau rasa terbakar pada bagian lengan atau kaki bergantung pada posisi saraf terjepitnya. Adapun gejala berdasarkan posisi saraf terjepit tersebut antara lain :
2. Mengalami Mati Rasa atau Kesemutan
Bagian tubuh yang terkena saraf terjepit umumnya akan menunjukkan gejala berupa mati rasa atau kesemutan yang menyebar.
3. Mengalami Kelemahan Otot
Otot yang terletak pada bagian tubuh yang mengalami saraf terjepit umumnya akan cenderung melemah. Akibatnya, seseorang akan menjadi lebih mudah tersandung, atau memengaruhi kemampuannya untuk mengangkat atau memegang barang.
Saraf terjepit diketahui dapat terjadi ketikan cincin luar menjadi lemah atau robek dan memungkinkan bagian dalam terlepas. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti [3, 4]:
Adapun berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya saraf terjepit [3]:
Jika mengalami beberapa gejala berikut ini maka sangat disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter [3] :
Dalam melakukan diagnosis terhadap saraf terjepit, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari sumber rasa sakit dan ketidaknyamanan, termasuk pemeriksaan fungsi saraf dan kekuatan otot [4].
Dokter juga akan menanyakan tentang riwayat kesehatan dan gejala yang dialami serta aktivitas yang menyebabkan nyeri semakin parah [4].
Selain itu, beberapa tes juga dilakukan untuk melihat tulang dan otot tulang belakang atau area yang rusak, termasuk [4]:
Dengan menggabungkan semua informasi yang diperoleh, Dokter akan dapat memberikan diagnosis yang tepat untuk gejala yang dialami pasien [4].
Berikut ini merupakan beberapa komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh saraf terjepit [1, 3]:
Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien saraf terjepit yaitu sindrom cauda equina. Adapun sindrom cauda equina ini dapat terjadi karena adanya kompresi akar saraf lumbosakral. Meskipun demikian, kondisi yang jarang terjadi (kurang dari 1%).
Sindrom cauda equina yang merupakan salah satu komplikasi saraf terjepit diketahui juga dapat menyebabkan inkontinensia atau kesulitan buang air kecil bahkan disfungsi kandung kemih atau usus.
Komplikasi saraf terjepit berupa defisit motorik dapat terjadi akibat efek kompresi pada akar saraf pada kasus yang parah.
Adapun pada kasus yang parah, pada tulang belakang leher dan toraks juga terdapat risiko kompresi sumsum tulang belakang. Meskipun k omplikasi ini relatif jarang terjadi namun harus tetap dipertimbangkan dan ditangani dengan benar untuk menghindari defisit neurologis permanen.
Metode pengobatan saraf terjepit diketahui dapat dibedakan menjadi dua yaitu [2] :
Pengobatan konservatif non bedah merupakan salah satu metode pengobatan yang dapat digunakan untuk mengobati saraf terjepit. Adapun pengobatan konservatif ini dapat meliputi dua lini yaitu :
1. Lini Pertama (NSAID dan Terapi Fisik)
Pengobatan konservatif yang dimaksud mencakup NSAID dan terapi fisik.
Jika gejala saraf terjepit telah berlangsung selama kurun waktu lebih dari tiga minggu, maka terapi fisik dapat dilakukan. Terapi fisik ini tidak dapat dilakukan sebelum gejala berlangsung setidaknya tiga minggu, mengigat umumnya gejala saraf terjepit dapat hilang dengan sendirinya dalam kurun waktu kurang dari tiga minggu.
Dengan terapi fisik ini gejala saraf terjepit seperti nyeri yang melumpuhkan dapat dikelola dengan baik. Untuk kasus dengan gejala nyeri yang parah dan tidak responsif terhadap obat nyeri yang dijual bebas maka pengobatan menggunakan analgesik opioid diperlukan.
Namun, penggunaan analgesic opioid ini harus terlebih dahulu didiskusikan antara pasien dan dokter, khususnya terkait profil efek samping, risiko, dan manfaat obat. Obat analgesik opioid ini diketahui tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama sehingga harus diresepkan untuk jangka waktu sesingkat mungkin.
2. Lini Kedua (Injeksi Epidural Translaminar dan Blok Akar Saraf Selektif)
Selain NSAID dan terapi fisik, pengobatan konservatif lain juga mencakup injeksi epidural translaminar dan blok akar saraf selektif. Injeksi epidural translaminar dan blok akar saraf selektif ini digunakan sebagai metode pengobatan untuk pasien yang tidak responsif terhadap manajemen konservatif dan yang telah memiliki gejala setidaknya selama empat hingga enam minggu. Sedikit penelitian membuktikan bahwa, suntikan epidural efektif meredakan gejala.
Jika pengobatan dengan cara konservatif tidak dapat meredakan gejala saraf terjepit, maka perawatan menggunakan operasi bedah harus dilakukan sebagai pilihan terakhir. Adapun prosedur pembedahan untuk saraf terjepit termasuk :
1. Laminektomi
Prosedur laminektomi dengan disektomi dapat dilakukan tergantung pada area serviks atau lumbar. Selain itu, pasien saraf terjepit yang berada di tulang belakang leher dapat ditangani melalui pendekatan anterior yang memerlukan dekompresi dan fusi serviks Banterior. Adapun pasien dapat dikontrol dengan penggantian diskus buatan.
2. Prosedur Bedah Alternatif Lain
Prosedur bedah alternatif lain dapat dilakukan untuk mengobati tulang belakang lumbal termasuk pendekatan lateral atau anterior yang membutuhkan disektomi dan fusi lengkap.
Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya saraf terjepit [3, 4]: