Ada beragam jenis gangguan kejiwaan, salah satunya yakni skizofrenia. Skizofrenia atau gangguan psikotik bukanlah penyakit baru, kasusnya sudah banyak ditemukan sebelum abad 20. Penyakit yang menyerang fungsi otak ini juga tak mengenal usia, bahkan kalangan usia produktif pun tak luput dari serangan gangguan kejiawaan yang dapat berakibat fatal ini. Seringkali orang menyebut penderita skizofrenia mengalami kegilaan. Pasalnya, para penderita skizofrenia memang kerap kali menunjukkan perilaku yang tak wajar dan tidak bisa diterima akal sehat, bahkan bisa sampai melukai dirinya sendiri. Walaupun termasuk dalam jenis-jenis penyakit sakit jiwa kronis, bukan berarti skizofrenia tidak dapat ditanggulangi. Kita dapat mengenali gejala atau ciri ciri skizofrenia yang kerap ditunjukkan si penderita sebelum menentukan bagaimana langkah tepat yang harus ditempuh selanjutnya.
Normalnya, orang akan menatap lawan bicaranya ketika sedang bercengkrama, tetapi tidak dengan penderita skizofrenia. Orang yang positif skizofrenia akan kesulitan untuk fokus ke satu titik, ia akan lebih memperhatikan hal lain yang menarik perhatiannya. Contohnya ketika Anda mengajaknya berdiskusi, si penderita skizofrenia akan mengalihkan pandangannya dari Anda dan mulai memperhatikan titik lain yang ia anggap lebih menyita perhatiannya. Misalnya, tiba-tiba saja ia memperhatikan akuarium atau pandangannya tertuju ke jam dinding secara intens dan kehilangan konsentrasi untuk melanjutkan topik diskusi.
Penderita skizofrenia seringkali menunjukkan gelagat-gelagat aneh yang tidak masuk akal, contohnya berbicara sendiri, berjalan bolak-balik bak orang kebingungan, atau mengajak bercanda orang asing seolah-olah ia sudah lama mengenal orang tersebut. Pada penderita skizofrenia usia lanjut, mereka juga kerap melakukan hal-hal konyol seperti anak kecil. Bagi orang yang tidak menyadarinya, mungkin perilaku semacam ini tidak dianggap serius. Tetapi pada kenyataannya, hal ini adalah tanda-tanda awal penyakit skizofrenia.
Lain halnya dengan manusia normal pada umumnya, penderita skizofrenia akan memberikan reaksi yang tidak semestinya jika berada dalan suatu situasi. Misalnya, pada acara pemakaman orang lain akan menunjukkan ekspresi sedih untuk menghormati keluarga yang sedang berkabung, namun penderita skizofrenia akan tertawa sendiri tanpa rasa bersalah. Atau mereka justru akan merasa sedih ketika seseorang memberi hadiah.
Jangan heran ketika penderita menunjukkan emosi yang berubah-ubah dalam kurun waktu yang singkat, karena perubahan mood yang tidak stabil juga termasuk ke dalam gelaja gangguan mental, dalam kasus ini adalah skizofrenia. Orang yang menderita skizofrenia akan kesulitan untuk mengendalikan emosinya layaknya orang normal. Ia akan lebih sering larut dalam kesedihan atau bahkan emosinya seringkali meledak-ledak, ia juga akan kesulitan menempatkan emosi sebagaimana mestinya. Jika umumnya kita akan tersenyum mengingat momen-momen manis saat mendengarkan lagu bahagia, penderita skizofrenia bisa saja malah menangis tersedu-sedu. Ada pula penderita skizofrenia yang malah menampilkan mimik datar seolah tidak terjadi apapun saat mendengar kabar duka, atau tiba-tiba marah besar tanpa alasan yang jelas kemudian bertindak biasa saja seolah telah melupakan kejadian sebelumnya.
Fungsi otak yang terganggu akan membuat penderita skizofrenia kesulitan menyusun kata-kata sehingga pola bicaranya terkesan berantakan. Mereka lebih suka menyampaikan maksud pembicaraannya secara berputar-putar dan mengulang kalimat-kalimat tertentu. Kadang kala topik pembicaraan mereka pun tidak berkaitan satu sama lain, sehingga membuat lawan bicaranya kebingungan. Hal seperti inilah yang membuat orang lain kesulitan menangkap apa yang sebenarnya diinginkan si penderita skizofrenia, sehingga mereka merasa orang lain tidak mau memahami mereka.
Memang tidak semua orang suka berada di tengah keramaian, termasuk orang yang mengidap skizofrenia. Tetapi bedanya, seringkali mereka menunjukkan ekspresi yang berlebihan ketika berada di tempat ramai. Misalnya, tiba-tiba mereka lari ketakutan saat berada di pusat perbelanjaan, atau berteriak histeris sambil menangis di tengah taman hiburan yang pada dasarnya memang dikunjungi banyak orang. Karena rasa benci terhadap keramaian, penderita skizofrenia biasanya akan memilih hidup menyendiri.
Berkaitan dengan poin sebelumnya, penderita skizofrenia cenderung hidup di dunianya sendiri dan merasa bahwa orang lain tidak mengerti diri mereka. Maka dari itu, mereka lebih suka menarik diri dan menjauh dari masyarakat. Faktor lain yang membuat mereka tidak mau berhubungan dengan dunia luar adalah adanya stigma negatif dari masyarakat. Padahal, para penderita skizofrenia justru membutuhkan bantuan orang lain untuk mengurus dirinya agar menjadi lebih teratur. Memang sulit untuk mendorong penderita skizofrenia agar kembali berbaur ke tengah masyarakat, maka kita yang harus menarik mereka agar percaya diri untuk kembali menjadi bagian dari masyarakat.
Selalu waspada bukanlah hal yang buruk, tetapi menaruh curiga berlebihan terhadap suatu hal rasanya bukan hal yang wajar. Orang yang divonis menderita skizofrenia akan lebih mudah berprasangka buruk terhadap sesuatu maupun orang lain yang sebenarnya tidak berbahaya. Contohnya ketika ada seseorang menanyakan alamat kepada mereka, penderita skizofrenia akan berpikir bahwa orang tersebut adalah orang jahat yang bisa kapan saja menikamnya, maka ia lebih memilih lari daripada menanggapi pertanyaan orang tersebut.
Munculnya sikap paraniod pada penderita skizofrenia dipicu oleh rasa curiga dan rasa takut yang berlebihan, penderita kerap merasa ketakutan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi. Seperti ketika saat ada yang mengetuk pintu rumahnya di tengah malam, maka penderita skizofrenia akan merasa amat ketakutan dan malah bersembunyi atau menghubungi polisi. Padahal, orang normal biasanya akan mengintip melalui jendela dan mencari tahu siapa yang mengetuk pintu rumahnya di tengah malam sebelum ia membukakan pintu. Rasa paranoid ini pula yang menjadi alasan mengapa penderita skizofrenia cenderung mengasingkan diri dari dunia luar.
Halusinasi berarti merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak nyata. Salah satu penyebab halusinasi sendiri adalah skizofrenia. Halusinasi yang dirasakan pengidap skizofrenia tidak selalu berbau negatif, contohnya ketika si penderita berceloteh seolah ada yang menemaninya mengobrol sambil minum teh, padahal ia sedang minum teh seorang diri. Atau ketika ia menganggap bahwa dirinya adalah seorang ibu yang memiliki bayi dan bertindak layaknya sedang mengurus bayinya, padahal ia masih lajang. Namun, tanpa disadari bahwa halusinasi juga dapat mencelakakan si penderita skizofrenia. Misalnya ketika si penderita berpikir bahwa ia sedang berjalan di taman yang sepi, padahal ia sedang berjalan di jalanan yang banyak kendaraan melintas.
Stres memang bisa dialami oleh siapa saja selain penderita skizofrenia, tetapi bukan hal yang wajar jika terlalu sering dan hampir setiap saat mengalami stres. Stres yang dialami penderita skizofrenia tak hanya datang sekali dua kali, melainkan hampir setiap hari. Mereka bisa dengan mudah mengalami stres hanya karena hal sederhana sekalipun. Stres ini bisa muncul secara tiba-tiba tanpa disertai penyebab apapun, bisa juga terjadi karena si penderita tidak mampu menanggung beban pikiran akibat dirundung rasa cemas, takut, dan khawatir yang berlebihan.
Dari rasa curiga, takut, dan kecenderungan berhalusinasi itulah yang akan melahirkan tingkat stres berlebih pada penderita skizofrenia. Dari tingkat stres yang berlebih ini pula penderita akan mengalami susah tidur atau insomnia. Memiliki jam tidur yang cukup sangat perlu untuk mengisi tenaga kita kembali agar dapat melakukan berbagai aktivitas secara maksimal di hari berikutnya. Sayangnya, penderita skizofrenia kerap merasa kesulitan untuk mendapat tidur yang cukup, hal itu dapat berakibat buruk bagi kinerja otak dan tubuh mereka.
Lagi-lagi, kepanikan muncul akibat adanya rasa takut dan curiga yang berlebihan. Seperti yang kita ketahui, penderita skizofrenia tak jauh dari rasa takut yang seringkali muncul dalam benak mereka. Penderita akan mudah merasa panik jika sesuatu berjalan tak sesuai dengan ekspektasinya, sehingga ia akan tergesa-gesa dalam menjalani aktivitasnya. Hal-hal yang sepintas terlihat sepele pun dapat membuatnya panik luar biasa, misalnya ketika mendengar suara gelas pecah atau ketika mereka lupa meletakkan remote televisi.
Akibat munculnya rasa panik dan perilaku yang serba tergesa-gesa, pola hidup penderita skizofrenia juga turut tidak tertata dengan baik. Mereka kerap lupa akan sesuatu yang esensial dan bahkan tidak mampu melakukan sesuatu yang sederhana sekalipun, misalnya membereskan kamar tidur atau menata meja makan. Kadang, penderita skizofrenia juga terlihat tidak mampu merawat dirinya dengan baik. Ia bisa saja hadir ke kantor dengan pakaian yang berantakan atau tidak makan dengan teratur, padahal sebelumnya ia merupakan pribadi yang disiplin.
Bergantung pada suatu hal memang merupakan hal yang wajar, yang tidak wajar adalah bergantung secara berlebihan seolah-olah kita tidak bisa hidup tanpa sesuatu atau orang tersebut. Orang yang mengidap skizofrenia memang seringkali merasa sendirian, namun bukan berarti mereka tidak dapat merasa ketergantungan pada sesuatu atau seseorang. Mereka dapat bergantung pada obat-obatan yang mereka anggap bisa membawa ketenangan jiwa, dan dapat pula bergantung pada seseorang yang mereka anggap sebagai satu-satunya penolong di kala sulit. Jika hal yang membuat mereka ketergantungan luput dari sisi mereka, emosi mereka bisa berubah menjadi tidak karuan dan mudah meledak. Bahkan kemungkinan terburuk, mereka merasa tidak memiliki harapan hidup lagi.
Dari ciri ciri skizofrenia di atas, dapat disimpulkan bahwa penderita umumnya memang memiliki pemikiran sendiri terhadap sesuatu. Mereka seakan membatasi diri dengan kenyataan dan berlaku sesuai yang ada dalam alam bawah sadar mereka. Tentu ini bukan kesalahan si penderita skizofrenia sendiri, karena segala yang terjadi bersumber dari gangguan yang menyerang otak mereka. Pada skizofrenia tahap awal, mungkin si penderita hanya mengalami beberapa dari hal yang telah dipaparkan di atas.
Tetapi jika kita tidak menyadari dampak apa yang akan terjadi selanjutnya, bukan tidak mungkin jika si penderita akan mengalami gejala yang lebih parah dibandingkan ciri ciri skizofrenia yang telah dipaparkan. Yang perlu diingat, skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang dapat berujung pada kematian. Kematian tersebut umumnya disebabkan oleh si penderita yang secara tak sadar melukai dirinya sendiri. Sebagai orang yang menyadari adanya tanda-tanda gangguan skizofrenia, segeralah konsultasikan pengobatan yang tepat untuk mencegah gejala yang dialami penderita semakin parah.