Alpentin salah satu dari nama dagang obat golongan Gabapentin. Obat ini awalnya dirancang sebagai obat yang efektif untuk kejang parsial. Apa itu kejang parsial? Kejang parsial adalah kejang yang terjadi dalam durasi <15 menit, dan terjadi pada salah satu bagian tubuh saja, dan umumnya kejang tidak berulang dalam 24 jam. Gabapentin awalnya dirancang sebagai obat anti spasme (keram) namun ternyata terbukti lebih efektif sebagai obat antikejang. Selain sebagai antikejang, obat jenis ini juga memiliki efek analgesik.
Mekanisme kerja obat ini secara biokimia adalah: Gabapentin diangkut ke dalam otak oleh pengangkut asam L-amino, dengan mekanisme menurunkan pemasukan kalsium, penurunan pelepasan glutamat di sinaps otak dapat menghasilkan efek antiepileptik (anti kejang).
Indikasi:
Gabapentin efektif sebagai terapi adjuvan terhadap:
merupakan salah satu klasifikasi kejang demam yang berdurasi <15 menit, dan kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang dimulai dengan fase tonik yaitu fase terjadinya kontraksi secara tiba-tiba pada otot selama beberapa waktu dan dilanjutkan dengan fase klonik yaitu fase otot mengalami pergantian dari kaku menjadi relaks.
Neuralgia pascaherpes atau dikenal dengan Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan kelemahan yang terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit herpes zooster dari berbagai penyebab herpes zooster. Risiko terjadinya Neuralgia pascaherpes meningkat seiring bertambahnya usia. Studi membuktikan bahwa persentase terjadinya Neuralgia pascaherpes sebesar 5% pada pasien herpes zooster yang berusia kurang dari 60 tahun dan meningkat sebesar 10% pada pasien yang menginjak usia 60 tahun hingga 69 tahun, serta meningkat hingga 20% pada pasien yang berusia 80 tahun ke atas.
Neuralgia pascaherpes merupakan nyeri yang dihasilkan karena adanya kerusakan pada saraf sensoris yang menyebabkan nyeri neuropatik. Nyeri biasanya dirasakan hilang timbul dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Tidak jarang pasien dengan Neuralgia pascaherpes dipengaruhi oleh aktivitas tidur, kurangnya kegiatan hiburan, dan depresi.
Neuropati perifer diabetes merupakan komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes. Pasien diabetes mengalami peningkatan pada jumlah glukosa dalam darah sehingga pada periode jangka panjang, hal tersebut dapat merusak saraf perifer/saraf tepi, yaitu saraf pada tubuh manusia yang mempersaragi bagian-bagian tepi tubuh manusia seperti tangan, kaki, dan jari-jari tangan dan kaki. Gejala paling umum yang dapat timbul pada pasien dengan Neuropati perifer diabetes adalah sensasi abnormal yang dirasakan pada jari-jari kaki, seperti:
Gangguan rasa cemas generalisata ditandai dengan adanya perasaan cemas yang berlebihan dan terus menerus terhadap sesuatu hal seperti keadaan keuangan, kesehatan, keluarga, pekerjaan, dan lain-lain. Pasien dengan berbagai penyebab cemas berlebihan akan berisiko memiliki gangguan rasa cemas generalisata dan akan merasa kesulitan untuk dapat mengontrol perasaan cemas yang muncul pada dirinya walaupun pasien tersebut tidak dapat menemukan alasan dibalik rasa cemas tersebut.
Seseorang yang mengalami gangguan rasa cemas generalisata ringan sampai sedang, atau pasien yang telah mendapatkan terapi untuk gangguan cemas ini, secara umum dapat memerankan fungsi sosialnya dengan baik, memiliki kehidupan yang baik dan memiliki pekerjaan yang menghasilkan seperti masyarakat pada umumnya.
Namun pada kondisi gangguan cemas yang parah, beberapa pasien mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan sederhana yang biasa dilakukan sehari-hari.
Alternatif lainnya:
Maksimal penggunaan obat : 4800 mg/hari
Pasien dengan epilepsi (anak-anak)
Maksimal penggunaan obat: 50 mg/kg per hari
Alternatif lainnya:
Maksimal penggunaan obat : 3600 mg/hari
Dosis awal: 600 mg di pagi hari, selama 3 hari, kemudian ditingkatkan sampai 600 mg dan diminum dua kali sehari.
Ketentuan lain:
Kontraindikasi:
Efek Samping
Efek Samping yang umum terjadi pada anak-anak
Efek Samping yang jarang terjadi pada anak-anak
Farmakokinetik:
Hal yang harus diperhatikan pada penggunaan obat ini:
Letargi (perasaan lesu, malas), mengantuk, penyakit sakit kepala, bicara terganggu, gangguan pengelihatan (seperti berbayang-bayang), diare ringan. Penghentian obat ini harus dilakukan secara bertahap (di tappering off) sesuai petunjuk dokter
Penggunaan obat ini bersama morfin dapat meningkatkan jumlah plasma darah, dan penggunaan bersama antasida dapat mengurangi absorpsi obat, oleh karena itu pasien dengan gejala penyakit lambung yang membutuhkan antasida, sebaiknya mengonsumsi alpentin lebih kurang 2 jam setelah mengonsumsi antasid.
Kategori C: artinya, studi yang dilakukan pada hewan coba menunjukkan bahwa terdapat efek samping penggunaan obat terhadap janin (bersifat teratogen atau dapat menimbulkan efek perkembangan yang tidak normal selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio). Obat hanya diberikan apabila diyakini bahwa potensi keuntungan dari obat lebih besar daripada risiko kelainan pada janin.