Inkontinensia Urine merupakan penyakit organ dalam tubuh yang dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Berikut ini kami paparkan faktor risiko inkontinensia urine yang harus anda ketahui supaya dapat mencegah terjadinya inkontinensia urine pada tubuh anda.
1. Usia
Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada orang tua karena peningkatan prevalensi kondisi yang dapat berkontribusi. Di mana semakin tua kadang mengalami ganguan psikologis karena ada banyak faktor luar yang mempengaruhinya seperi depresi dan demensia. Peningkatan usia juga dapat menyebabkan gangguan hormon pertumbuhan yang berdampak pada mobilitas yang terbatas.
Ketidakstabilan detrusor (otot kandung kemih) sering terjadi di usia tua dan dapat menyebabkan dorongan inkontinensia. Menopause, pada gilirannya, menyebabkan atrofi (membuang) vagina dan uretra, yang merusak fungsi oklusi uretra. Pria lansia rentan terhadap hiperplasia prostat jinak (pembesaran), yang dapat menyebabkan retensi kronis dan inkontinensia overflow.
2. Jenis kelamin
Hampir semua penelitian berbasis komunitas menunjukkan bahwa lebih banyak wanita menderita inkontinensia urine daripada pria. Wanita lebih rentan terhadap inkontinensia urine daripada pria. Uretra wanita pendek dan mekanisme kontinasinya kurang berkembang dibandingkan pada pria.
Leher kandung kemih wanita dan uretra (tabung yang mengarah keluar dari kandung kemih keluar dari tubuh) bisa mengalami masalah ketika melahirkan. Beberapa persalinan meregang dan memperlemah dukungan kandung kemih dan uretra.
Hal ini dapat menyebabkan hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra, yang menyebabkan stres inkontinensia urin. Hampir 18 juta orang dewasa AS (sekitar satu dari 12) memiliki FI dan, di Australia, masalah ini mempengaruhi hingga 20% pria dan hingga 12,9% wanita.
3. Kehamilan dan persalinan
Kehamilan dan persalinan tampaknya menjadi faktor risiko terbesar penyakit independen urine. Pada masa kehamilan prevalensi stress inkontinensia urin yang dilaporkan naik dari 7% sebelum kehamilan menjadi 31% selama kehamilan.
Di antara wanita hamil, mereka yang memiliki persalinan normal juga memiliki risiko tinggi menderita inkontinensia urine dibandingkan dengan wanita yang menjalani persalinan dengan operasi caesar. Meskipun demikian, persalinan caesar juga tidak selalu dapat melindungi wanita dari risiko inkkntinensia urine.
4. Kegemukan
Penambahan berat badan menyebabkan ketegangan konstan dan kelemahan otot dasar panggul – lapisan otot yang menutupi bagian bawah panggul dan yang berfungsi sebagai penopang pada kandung kemih, usus dan rahim pada wanita, serta kandung kemih dan usus di laki-laki.
Seperti kehamilan, obesitas secara signifikan meningkatkan risiko Anda terserang inkontinensia urine. Jika Anda mengalami obesitas, risiko Anda untuk mengalami gejala inkontinensia urine adalah tiga kali lebih tinggi daripada orang yang memiliki berat badan normal. [AdSense-B]
5. Operasi
Wanita yang telah dikeluarkan rahimnya (histerektomi) berisiko lebih tinggi untuk melemahnya otot dasar panggul. Ini menempatkan mereka pada peningkatan risiko untuk terserang inkontinensia urine.
Inkontinensia urine juga bisa menjadi komplikasi operasi pada panggul. Kadang-kadang, selama operasi, kandung kemih berlubang karena kesalahan. Hasilnya adalah bahwa saluran atau komunikasi abnormal (fistula) terbentuk antara kandung kemih dan struktur yang berdekatan seperti vagina, rektum atau rahim yang akhirnya menyebabkan inkontinensia urine.
Trauma operasi atau radiasi ke panggul dapat merusak kandung kemih atau uretra secara langsung, atau dapat merusak saraf yang mengontrol fungsi kandung kemih.
6. Faktor Keluarga
Inkontinensia urine lebih banyak terjadi pada orang yang memiliki riwayat kesehatan bermasalah dengan inkontinensia urine. Dengan kata lain, jika ada orang tua atau saudara Anda menderita inkontinensia urine, itu berarti anda juga beresiko terserang inkontinensia urine.
Sebuah penelitian pernah menguji sebanyak 259 wanita keturunan pertama dari wanita yang pernah mengalami inkontinensia urine. Mereka mengumpulkan data sesuai umur, paritas, dan berat badan.
Hasilnya prevalensi inkontinensia urine stress hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada wanita bukan keturunan pertama pengidap inkontinensia urine. Data tersebut menunjukkan bahwa ada penurunan sifat secara familial yang dapat meningkatkan faktor risiko inkontinensia urine pada seseorang.
7. Etnis
Inkontinensia urine lebih umum terjadi orang-orang dari keturunan Eropa daripada orang-orang keturunan Afrika. Namun, ini sebagian dapat dikaitkan dengan kurangnya penelitian dan pelaporan di kalangan penduduk Afrika. [AdSense-C]
Tingkat risiko berbeda ditemukan karena danya faktor genetis, sifat anatomis, faktor gaya hidup seperti diet, olahraga, toleransi budaya akan gejala inkontinensia dan juga akses kesehatan.
Meskipun demikian, diakui oleh para peneliti bahwa hubungan antara etnis dengan inkontinensia urine adalah kompleks. Hasil peneletian badan SWAN yang mencakup wanita-wanita multietnis berumur antara 42-25 tahun, mengindikasikan bahwa wanita non-kulit putih kurang melaporkan adanya kasus inkontinensia urine.
8. Obat
Beberapa obat yang diresepkan mengonsumsi obat terentu- misalnya, tablet air, antipsikotik dan obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson – dapat memperburuk atau meningkatkan risiko inkontinensia urine.
9. Merokok
Di samping obat, merokok juga diketahui menjadi salah satu penyebab peningkatan faktor risiko seseorang mendapatkan inkontinensia urine. Merokok diidentifikasi menjadi penyebab karena efek nikotin yang terdapat dalam tembakau rokok.
Efek kuat terlihat pada penderita inkontinensia urine dan inkontinensia campuran pada perokok berat. Mekanisme patofisiologi mungkin menjadi efek langsung pada uretra.
Demikian pemaparan tentang faktor inkontinensia urine yang harus anda ketahui. Hindari gaya hidup tidak sehat supaya memperoleh umur panjang.