Tentunya tak semua orang suka coklat, tapi perlu diakui bahwa banyak orang adalah penggemar coklat. Kerap dijadikan camilan, coklat adalah makanan yang lezat dan nikmat yang kadang justru bikin nagih. Hanya saja karena beberapa mitos, akhirnya sejumlah orang harus menghindari atau membatasi asupan coklat padahal mitos-mitos itu belum tentu benar lho.
Jika makan coklat terlalu sering dan bahkan terlalu banyak, jelas saja ini akan bikin gemuk dan kenaikan berat badan yang terjadi bakal cukup drastis. Konsumsi secara moderasi atau secukupnya setiap hari sebenarnya tak akan berpengaruh signifikan terhadap berat badan kok.
Kalau kita pernah tahu ada coklat berwarna putih, kita tentu menganggap itu sebagai jenis coklat juga bukan? Sebenarnya tak terlalu bisa digolongkan sebagai coklat karena pembuatannya justru berasal dari campuran vanilla, lemak kakao (cocoa butter), dan susu bubuk/susu kering solid (milk solids).
Banyak orang mengira dan bahkan meyakini bahwa mengonsumsi gula dan juga coklat hanya akan meningkatkan risiko gejala stres dan depresi. Padahal menurut sebuah hasil studi, setengah ons coklat hitam per hari yang dinikmati selama kurang lebih 2 minggu mampu menjadi solusi stres lho. Nyatanya, justru kadar hormon stres malah turun dan suasana hati jadi membaik.
Banyak dari kita setuju bahwa anak-anak yang giginya rusak dan sakit itu karena mereka makan coklat bukan? Menurut studi yang ada, efek plak gigi dari coklat justru lebih sedikit dan kecil ketimbang plak yang berkembang akibat mengonsumsi gula meja murni.
Gigi sakit dan berlubang telah diteliti di mana hasilnya justru tak membuktikan adanya kaitan antara kerusakan gigi dengan coklat. Menurut hasil penelitian di Jepang dari Universitas Osaka, biji kakao (bahan utama pembuatan coklat) malah sebenarnya ampu dalam melawan bakteri dalam mulut sehingga hal ini membuktikan kalau coklat itu aman asal campuran gulanya tak terlalu banyak.
Coklat identik dengan makanan dengan rasa manis dan bergula tinggi, itulah kenapa banyak orang mengira coklat bakal memperburuk kondisi kesehatan tubuh, termasuk para penderita diabetes. Coklat nyatanya memiliki indeks glikemiks rendah (khususnya coklat hitam) yang mampu membuat sensitivitas insulin meningkat pada pemilik tekanan darah tinggi atau normal sehingga bisa menjadikan disfungsi endotel pasien diabetes meningkat.
Beberapa studi telah berhasil membuktikan bahwa tak ada kaitan antara hiperaktifnya anak dengan konsumsi coklatnya. Menurut teori, entah ini hanya karena ekspektasi para orang tua tentang asupan gula yang memengaruhi keaktifkan perilaku anak atau memang karena anak makin bersemangat dan hiperaktif karena terpengaruh lingkungannya.
Kita pasti pernah dengar tentang coklat pun mengandung kafein, itu benar memang. Tapi yang sebenarnya hanyalah mitos belaka adalah kadar kafein yang tinggi di dalam coklat. Sebab nyatanya, pada coklat batang salah satu merk terkenal saja hanya memiliki kandungan kafein 9 mg kok. Bandingkan saja dengan kopi seduh yang bisa mengandung 320 mg kafein.
Banyak orang akhirnya tak lagi konsumsi coklat karena takut LDL (kolesterol jahat) bakal meningkat. Padahal menurut beberapa hasil penelitian, kolesterol jahat meningkat bukan karena coklat dan malahan beberapa jenis coklat dapat menurunkan kadar kolesterol tinggi; tergantung produk olahan coklat mana yang kita asup.
Jerawat pada dasarnya tak disebabkan oleh konsumsi coklat, kopi dan sebagainya. Makanan dan minuman tersebut hanyalah faktor pemicu dan bukan penyebab asal-muasalnya timbul jerawat, karena jerawat timbul karena hormon dalam tubuh.
Menurut hasil penelitian coklat dengan kandungan kakao 60 persen saja ternyata sudah sangat bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian tersebut membuktikan kalau pemilik tekanan darah tinggi dan aliran darah tak lancar setelah konsumsi coklat hitam 60 persen bisa memperbaiki peredaran darah sekaligus tekanan darahnya.
Bagi yang kerap alami sakit kepala ataupun migrain dan menghubungkannya dengan konsumsi coklat, sebenarnya keduanya tak ada kaitan sama sekali. Jika memang sebelumnya sudah ada riwayat migrain ataupun sakit kepala, maka tanpa harus makan coklat pun, kedua kondisi tersebut bisa terjadi berulang.
Keyakinan akan keterkaitan antara coklat dan perasaan asmara atau rangsangan daya seksual ini awalnya berasal dari orang-orang Aztec. Meski begitu, penelitian yang membuktikan kedua hal ini berhubungan belumlah ada sampai kini.
Kandungan gizi di dalam coklat itu sedikit, benarkah demikian? Coklat kerap dianggap tidak bergizi sehingga anak-anak seringkali harus menjauhi makanan ini, padahal kandungan antioksidan di dalam coklat itu tinggi, belum serat pangan sekaligus berbagai mineral di dalamnya.
Itulah sederet mitos mengenai coklat yang sebenarnya coklat itu makanan yang sah-sah saja untuk dinikmati. Hanya saja untuk tetap menjaga kesehatan tetap baik, konsumsilah coklat dalam jumlah sewajarnya, secukupnya atau moderasi ya.