Transfusi darah merupakan prosedur yang sering dilakukan yakni pemberian darah lewat jalur intervena menuju salah satu pembuluh darah. Tidak hanya dalam kondisi kecelakaan, kekurangan darah atau kelainan darah dan memiliki penyakit pada sistem peredaran darah, namun wanita yang sedang dalam masa kehamilan juga seringkali harus melakukan transfusi darah karena kondisi tertentu.
Umumnya, ada dua alasan utama yang menyebabkan wanita hamil harus melakukan transfusi darah yakni pengembangan anemia berat menjelang hari kelahiran atau pendarahan yang terjadi di beberapa titik selama masa kehamilan. Namun perlu diketahui juga jika efek transfusi darah pada ibu hamil juga bisa saja terjadi sehingga harus diwaspadai. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap, anda bisa membaca artikel lengkap yang akan kami berikan.
Penyebab Transfusi Darah Ibu Hamil
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, transfusi darah yang dilakukan selama masa kehamilan bisa terjadi karena dua penyebab yakni memiliki anemia berat mendekati hari kelahiran dan juga pendarahan.
Sesudah pengukuran kadar hemoglobin dilakukan, umumnya petugas medis akan mendiagnosis tingkat anemia wanita hamil dan jika ditemukan anemia berat tersebut, maka kemungkinan transfusi darah akan dilakukan karena dampak anemia tersebut.
Pendarahan berlebihan dalam situasi mendesak bisa menyebabkan ibu hamil mengalami anemia berat sehingga transfusi darah dibutuhkan untuk mengatasi kehilangan darah berlebihan tersebut. Perdarahan ini bisa terjadi kapan saja selama masa kehamilan dan bisa menyebabkan keguguran atau kehamilan ektopik.
Perdarahan ini juga bisa terjadi sesudah minggu ke-24 masa kehamilan yang dikenal dengan perdarahan postpartum sehingga kemungkinan transfusi darah akan dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan juga bayi dalam kandungan.
Efek samping pertama dari transfusi darah selama masa kehamilan yang bisa terjadi adalah timbulnya reaksi alergi. Reaksi ini bisa saja terjadi jika golongan darah dari pendonor tidak cocok dengan golongan darah penerima donor yakni ibu hamil.
Ada beberapa reaksi yang akan ditimbulkan dari alergi mulai dari reaksi ringan hingga reaksi berat seperti beberapa gejala berikut ini.
Hal kedua yang bisa terjadi saat melakukan transfusi darah selama masa kehamilan adalah terjangkit virus atau penularan penyakit. Beberapa agen infeksi seperti HIV bisa bertahan hidup dalam darah yang nantinya bisa menginfeksi penerima transfusi darah tidak terkecuali ibu yang sedang hamil. Meskipun begitu, risiko penularan virus dari transfusi darah ini masih terbilang rendah.
vCJD yang merupakan kepanjangan dari penyakit varian creutzfeldt jakob merupakan penyakit sapi gila pada manusia. Ini merupakan gangguan otak yang jarang terjadi namun bisa berakibat fatal. vCJD ini juga menjadi efek transfusi darah pada ibu hamil meski risikonya terbilang rendah sebagai faktor penyebab infeksi darah. Untuk itulah seseorang yang terkena vCJD tidak memenuhi syarat untuk melakukan donor darah.
Efek transfusi darah ibu hamil selanjutnya adalah mengalami demam yang terjadi mendadak selama 1 hari sesudah melakukan transfusi darah. Demam ini sebenarnya merupakan reaksi yang biasa terjadi terhadap sel darah putih dari transfusi darah.
Melakukan transfusi darah membuat tubuh penerima donor terlalu banyak zat besi yang menumpuk di aliran darah. Ini biasanya terjadi karena gejala thalasemia yang memang membutuhkan transfusi darah dan akibatnya kelebihan zat besi terjadi sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah seperti merusak jantung, hati dan bagian tubuh lainnya. [AdSense-A]
Prosedur transfusi darah yang umumnya berlangsung sekitar 6 jam ini bisa menimbulkan masalah paru paru seperti kesulitan untuk bernafas. Bahkan, sebagian orang yang melakukan transfusi darah bisa mengalami cedera paru paru dan bisa mengancam nyawa meski dokter sendiri masih ragu tentang akibat transfusi darah yang bisa merusak paru paru tersebut.
Reaksi hemolitik imun akut juga menjadi efek transfusi darah pada ibu hamil selanjutnya yang bisa terjadi meski masih terbilang jarang. Hal ini bisa terjadi saat golongan darah penerima transfusi darah dan juga pendonor berbeda dan tidak cocok yang kemudian tubuh wanita hamil akan menyerang sel darah merah baru dan akhirnya menghasilkan zat berbahaya pada ginjal. Ada beberapa gejala yang bisa disebabkan karena reaksi hemolitik imun akut seperti demam, mual, menggigil, terasa nyeri di bagian dada atau punggung dan juga warna urin yang berubah menjadi keruh atau gelap seperti ciri ciri darah rendah kambuh.
GVHD adalah kondisi dimana sel darah putih menyerang darah baru yang umumnya bisa berakibat fatal. Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh lemah seperti selama masa kehamilan bisa meningkatkan risiko terkena GVHD ini. Untuk gejala yang ditimbulkan umumnya terlihat satu bulan sesudah melakukan transfusi darah seperti diare, timbul ruam dan juga demam.
Untuk ibu hamil yang melakukan transfusi darah namun inkompitable kemungkinan bisa terkena hemolisis akut tersebut. Salah satu tanda klinis yang terjadi diantaranya penurunan Hb yang disertai juga dengan peningkatan bilirubin serum sebab dampak Hb rendah saat melahirkan bisa berbahaya untuk bayi dan juga ibu.
Hemolisis kronik yang merupakan komplikasi transfusi darah ini umumnya terjadi sesudah 24 jam transfusi darah dilakukan bahkan juga bisa terjadi berminggu minggu atau beberapa bulan sesudah transfusi darah dilakukan.
Efek transfusi darah pada ibu hamil selanjutnya adalah keracunan sitrat yang umumnya terjadi pada pasien dengan transfusi masif atau lebih kurang 10 unit dalam waktu 24 jam. Keracunan sitrat ini harus diwaspadai karena bisa menyebabkan koagulopati, hipokalsemia dan juga aritmia.
Reaksi pyrogenik ini umumnya terjadi selama atau sesudah transfusi darah dilakukan yang merupakan efek samping setelah transfusi darah. Reaksi ini akan disertai dengan peningkatan temperatur yang terkadang bisa sampai 38 hingga 40 derajat celcius, menggigil, kemerahan pada kulit dan juga ketegangan atau gelisah. Pyrogenik umumnya terjadi karena material yang ditransfusikan atau alat yang digunakan untuk transfusi darah. [AdSense-C]
Muatan sirkulasi berlebih atau circulatory overload merupakan reaksi yang terjadi karena muatan sirkulasi berlebih sesudah pemberian cairan secara cepat dan banyak dalam bentuk darah khususnya cairan colloid dan juga seluler. Umumnya ini bisa terjadi saat ibu hamil mengalami anemia, penderita kelainan jantung dan juga degenerasi pembuluh darah.
Hal ini biasanya terjadi pada pasien geriatri, penderita gagal jantung, anak anak dan juga kemungkinan bisa terjadi pada ibu hamil meski risikonya juga tergolong kecil dengan gejala seperti pendarahan dalam kulit.
Jika memang anda diminta untuk melakukan transfusi darah, maka pastikan untuk mendapat penjelasan tentang semua opsi yang tersedia dan juga efek transfusi darah pada ibu hamil. Jika keadaan tersebut memang darurat, maka kemungkinan transfusi darah ini akan dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Namun anda juga bisa menolak untuk dilakukan transfusi darah jika memang masih ragu. Akan tetapi perlu diketahui juga jika transfusi darah mungkin menjadi jalan satu satunya yang harus dilakukan untuk mempertahankan keselamatan ibu dan bayi.