Sebuah kelompok ilmuwan di China memiliki rencana untuk meneliti dan menguji teknik implan otak yang sebelumnya diketahui mampu menjadi pengobatan tremor pada pasien Parkinson. Sebutan untuk teknik yang digunakan pada pasien Parkinson ini adalah DBS atau Deep Brain Stimulation. Ada aliran listrik yang dapat menjadi stimulan saraf tertentu melalui implan ini.
Teknik yang mirip dengan DBS hendak diterapkan oleh para peneliti tersebut yang tujuannya sebagai pengobatan orang-orang yang sudah kecanduan narkoba, khususnya jenis narkoba opioid dan metamfetamin. Kalau hingga kini rehabilitasi belum cukup membawa para pecandu narkoba pada kesembuhan total, ada kemungkinan teknik implan otak ini dapat membantu.
Para peneliti di China ini bukanlah yang pertama merencanakan pengujian teknik implan di otak seperti ini, sebab nyatanya para peneliti Eropa pun telah mengusahakan hal yang sama. Hanya saja para ilmuwan di Eropa memiliki hambatan berupa masalah kompleks sains, sosial dan terkait etika.
Karena China kini sedang berusaha keras untuk memerangi narkoba di negerinya melalui serangkaian aturan keras, tak heran kalau kini para peneliti di sana pun memiliki perencanaan matang akan teknik pengobatan bagi pecandu narkoba. Pelaksanaan eksperimen ini dilaporkan ada di daerah Shanghai, tepatnya di Rumah Sakit Ruijin.
Ada pasien yang berpartisipasi atau terlibat dalam eksperimen para peneliti di China ini mengatakan bahwa mesin yang diciptakan seperti sihir. Ada pengaturan mesin di mana hanya dokter yang bisa melakukannya, entah itu membuat bahagia atau membuat sedih. Jika mesin diatur untuk membuat sedih, pasien akan merasa sedih; tapi ketika mesin diatur untuk membuat bahagia, maka perasaan pasien berubah bahagia.
Kabar buruknya apabila operasi gagal, operasi melalui teknik ini bisa saja memicu berbagai komplikasi berbahaya, mulai dari kejang-kejang, perubahan perilaku, infeksi, hingga perdarahan. Eksperimen ini sebenarnya masih dianggap sebagai pengobatan yang memiliki kekurangan menurut sejumlah ilmuwan pengkritik. Para pengkritik pun meyakini bahwa teknik ini seharusnya tidak diterapkan.
Masih belum ada pertimbangan mengenai masalah psikologis, sosial apalagi faktor biologis dalam kecanduan narkoba pada pasien. Namun sang dokter bedah saraf di RS tersebut, dr Sun Bomin mengatakan bahwa mereka harus membantu para pasien dan tak bisa berpura-pura tak tahu kalau ada terapi ini.
Sementara itu, ada dua laboratorium di Amerika Serikat yang sempat melakukan pembatalan uji klinis teknik pengobatan semacam ini yang ditujukan kepada para pengidap alkoholisme. Mereka khawatir mengenai desain penelitian sekaligus hasil awalnya yang tanpa mempertimbangkan risiko dari tindakan medis ini. Jadi, kita lihat saja nanti apakah metode pengobatan ini bakal berhasil jika diterapkan pada pengguna narkoba yang sudah kecanduan demi menghindari bahaya narkoba ke depannya.