Kontroversi cuci otak dokter Terawan memang menjadi pembicaraan yang tak hanya di tengah kalangan ahli medis saja, tapi juga banyak masyarakat Indonesia saat ini. Temuan metode cuci otak dokter Terawan diketahui menjadi salah satu metode pengobatan atau terapi stroke ringan hingga berat yang efektif bagi penderita stroke. Hal tersebut dikarenakan metode cuci otak mampu membersihkan pembuluh darah dan memperlancar aliran darah ke otak.
Pengertian Metode Cuci Otak
Apa itu sebenarnya metode cuci otak yang sebetulnya sedang dipergunjingkan dan diributkan ini? Metode cuci otak sebetulnya merupakan sebuah cara pengobatan stroke yang memanfaatkan DSA atau Digital Subtraction Angiography. Dokter Terawan bahkan telah memberikan pernyataan bahwa dirinya telah mendisertasikan DSA sewaktu sidang di Universitas Hasanuddin.
Dokter Terawan juga tak ketinggalan mengatakan bahwa metode DSA sendiri sudah melalui proses pengujian secara ilmiah lewat uji atau sidang disertasi tadi sehingga cukup terbalik dari kontroversi yang selama ini beredar bahwa metode temuannya tidak memiliki dasar penelitian ilmiah. Walau banyak pasien yang tertolong dengan metode cuci otak dari dokter Terawan, testimoni positif yang ada tetap tak membantu, lalu bagaimana sebenarnya proses metode cuci otak yang kini tengah heboh tersebut?
Metode Cuci Otak Ala Dokter Terawan
Metode pengobatan untuk penyakit stroke ini diketahui sebagai metode radiologi intervensi yang memanfaatkan hasil modifikasi DSA yang tadi telah disebutkan sudah melalui tahap disertasi lebih dulu. Manfaat dari metode ini pun rupanya sudah dibuktikan karena banyak pasien memang sudah mengalaminya sendiri. Ada sejumlah nama populer, mulai dari politisi hingga pejabat tinggi negara yang merasakan manfaat luar biasa dari metode yang dibawa oleh dokter Terawan sehingga mereka mampu meningkatkan kualitas hidup.
Penggunaan DSA sendiri bukanlah suatu metode rahasia atau tertutup karena kebanyakan pasien yang mendapatkan bantuan pengobatan stroke pun adalah warga biasa. Menjadi sebuah layanan pengobatan terbuka, metode cuci otak dengan DSA sebetulnya tergolong praktik kedokteran biasa karena memang segala alat serta prosedur yang dipakai memang sudah ada dalam dunia medis.
Begitulah metode cuci otak yang diterapkan dari dokter Terawan kepada pasien penderita penyakit stroke. Metode yang sebetulnya mengagumkan ini tentunya haruslah diimbangi dengan gaya hidup pasien yang juga baik, sehat dan seimbang. Setelah prosedur DSA, pasien dianjurkan untuk menjaga pola hidup dan pola makan yang baik supaya sumbatan tak muncul kembali.
Perawatan Pasca Prosedur
Khasiat dari prosedur medis dokter Terawan ini mengesankan karena banyak pasien yang memuji bahwa efeknya sangat bagus. Hanya saja, efek baik tersebut dapat berlanjut ketika pasien dapat dengan stabil menjaga pola tidur, pola olahraga, pola makan dan pola minum yang baik. Sumbatan baru bisa muncul kapanpun di kemudian hari bila tidak bergaya hidup sehat.
Bila mungkin penderita stroke dengan metode perawatan lain masih harus menerima resep obat lain, maka pada cara pengobatan yang diperkenalkan oleh dokter Terawan ini tak ada lagi obat-obatan lain yang perlu digunakan sesudah proses DSA. Jadi, pasien hanya perlu mengandalkan pola hidup yang sehat dan baik untuk efek bagus lebih lama.
Pasca prosedur DSA pun, pasien hanya memerlukan waktu istirahat sekitar 3 jam. Lalu, bagaimana dengan pemasangan kateter di awal? Bukankah akan sakit bila setelah dilepas? Ya, memang akan ada luka bekas pemasangan kateter, namun penyembuhannya hanya memakan waktu 2-3 hari. Untuk masa pemulihan yang lebih sempurna, terapi air putih (minum banyak air putih setiap hari) sangatlah dianjurkan, yakni dengan mengonsumsi setidaknya 3 liter per hari.
Apa Itu Heparin?
Penggunaan heparin adalah salah satu bahan perdebatan dalam kontroversi metode cuci otak hasil temuan dari dokter Terawan. Ini karena heparin sendiri masih tergolong sebagai antikoagulan yang biasanya digunakan untuk mengencerkan darah. Heparin adlaah jenis obat yang mampu menjadi pencegah bekuan darah pada paru-paru, arteri serta pembuluh darah.
Heparin juga diketahui menjadi penurun risiko gumpalan darah pada pasien sebelum operasi. Karena mampu menimbulkan efek klinis, maka sebenarnya obat ini sudah diminta untuk tak lagi dipergunakan dalam dunia kedokteran. Inilah yang kemudian menjadi pro dan kontra di kalangan ahli medis sebab dokter Terawan berani membawa obat jenis ini kembali ke permukaan.
Kontra Terkait Cuci Otak Ala Dokter Terawan
Terapi cuci otak ini sudah pernah dibahas pada laporan Kompas.com tahun 2014. Di sanalah terdapat beberapa pendapat dari para ahli saraf yang mengemukakan bahwa terapi satu ini tak mampu menjadi pengobatan ampuh penderita stroke.
Alasan mengapa terapi cuci otak dianggap tak mampu menjadi obat stroke adalah karena penggunaan alat pada terapi ini hanya bisa dipergunakan ketika hendak mendiagnosa saja. DSA lebih dikenal sebagai suatu alat diagnostik dan kegunaannya pun dinyatakan mirip dengan alat rontgen. Itulah yang menjadikan para ahli saraf yakin bahwa DSA bukan untuk terapi.
Adanya kelainan pembuluh darah pada otak baru dapat terdeteksi melalui DSA dan karena itu DSA tidaklah dianggap sebagai alat penyembuh. Tak hanya itu, para ahli saraf menyatakan bahwa tidak bisa dibenarkan untuk menyatakan bahwa metode cuci otak dengan DSA sebagai suatu pengobatan medis dari segi etika kedokteran karena belum ada pembuktian ilmiah.
Karena ketidaksetujuan akan metode cuci otak hasil temuan dokter Terawan digunakan sebagai metode pengobatan penyakit stroke disebabkan oleh ketiadaan bukti ilmiah, maka keamanannya pun menjadi dipertanyakan. Dengan tersebarnya kontroversi dari metode ini, hal ini pun berisiko menyebabkan masyarakat menjadi resah.
Namun menurut dokter Terawan, pembuktian melalui pengujian secara kaidah dan akademis telah dilakukan melalui judul disertasinya yang berjudul ‘Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis.’ Bahkan penelitian tersebut hasilnya telah dipublikasikan pada jurnal internasional.
Sanksi dari IDI pun dikenakan pada dokter Terawan melalui pemberhentian keanggotaan sementara selama 12 bulan yang artinya sang dokter sementara ini tak memiliki izin praktik. Penerapan metode cuci otak dokter Terawan dinilai menyalahi etik kedokteran sebab belum ada bukti uji klinis sehingga sanksi pun diberikan. Namun menurut laporan Tempo.co, ada kesempatan yang diberikan oleh IDI akan sidang pembelaan untuk Terawan di mana Pengurus Besar IDI-lah yang akan mendampingi dan membantu dokter Terawan.