Penyakit dan Kelainan

4 Gejala Atresia Bilier pada Bayi Harus Diwaspadai

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Atresia bilier merupakan suatu kondisi di mana tidak terbentuknya atau tidak berkembangnya saluran empedu secara normal pada bayi baru lahir. Dalam ilmu anatomi, saluran empedu dikenal dengan istilah duktus biliaris. Saluran empedu ini berfungsi untuk mengalirkan cairan empedu ke kantung empedu dan usus kecil. Sedangkan cairan empedu berfungsi untuk menyerap lemak dan berbagai nutrisi seperti vitamin A, D, E dan K. Saluran empedu yang tidak dapat terbuka dengan benar akan membuat cairan empedu menumpuk di hati. Akibatnya, dapat membahayakan nyawa dan jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat memicu terjadinya sirosis, kerusakan organ vital dan kerusakan jaringan.

Baca Juga:

Sampai saat ini masih belum dapat dipastikan penyebab dari penyakit atresia bilier ini. Akan tetapi pada umumnya dokter mengaitkan penyakit atresia bilier dengan beberapa faktor risiko. Faktor risiko tersebut antara lain gangguan sistem imun atau autoimun, infeksi virus atau bakteri, mutasi genetik, hingga pertumbuhan hati atau saluran empedu yang abnormal. Selain itu, meski menyerang saat bayi masih dalam kandungan, penyakit atresia bilier ini bukan merupakan penyakit turunan.

Atresia bilier dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu atresia bilier perinatal dan atresia bilier fetal. Atresia bilier perinatal merupakan jenis yang paling banyak dialami oleh anak-anak. Jenis atresia bilier yang satu ini dapat terdiagnosis atau gejalanya dapat terlihat saat bayi berusia 2 hingga 4 minggu. Berbeda dengan jenis perinatal, atresia bilier fetal dapat terdeteksi ketika bayi masih dalam kandungan. Selain itu bayi yang lahir dengan atresia bilier fetal umumnya juga memiliki cacat lahir lainnya pada pencernaan, jantung, atau limpa.

Atresia bilier termasuk kelainan langka, sekitar 15.000 hingga 20.000 bayi tidak memiliki saluran empedu yang lengkap. Sementara itu atresia bilier lebih sering dialami oleh anak-anak yang berasal dari negara Asia dan Afrika dibandingkan dengan Kaukasia. Bukan hanya itu saja, penyakit atresia bilier  cenderung menyerang bayi perempuan dibandingkan bayi dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan karena bayi perempuan memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah dari bayi laki-laki.

Baca Juga:

Gejala Dari Atresia Bilier

Jika dilihat dari fisiknya, bayi dengan atresia bilier terlihat seperti bayi normal pada umumnya. Namun bayi yang mengalami atresia bilier biasanya memiliki tanda atau gejala yang lebih spesifik seperti timbul warna kuning pada kulit. Selain itu, terdapat gejala atresia bilier lainnya, di antaranya sebagai berikut:

1. Penyakit Kuning

Tanda atau gejala atresia bilier yang pertama yaitu penyakit kuning. Umumnya, sakit kuning ringan dialami oleh bayi pada 1 hingga 2 minggu pertama setelah dilahirkan dan akan hilang pada 2 hingga 3 mingggu. Akan tetapi, sakit kuning akan bertambah parah pada bayi yang lahir dengan sumbatan bilier. Penyakit kuning disebabkan karena hati tidak mengeluarkan bilirubin. Bilirubin merupakan pigmen yang berwarna kuning dan merupakan produk utama yang dihasilkan oleh perombakan heme dari hemoglobin. Biasanya bilirubin diambil oleh hati, kemudian dikeluarkan ke empedu.

[AdSense-B]

2. Urin berwarna coklat seperti teh

Urin yang normal seharusnya berwarna kuning muda dan jernih. Namun jika urin berwarna selain itu, maka hal ini merupakan suatu tanda adanya masalah dalam tubuh orang tersebut, termasuk yang terjadi pada bayi. Warna kuning gelap pada urin bayi merupakan masalah yang sering dialami oleh bayi. Penyebabnya bisa terjadi karena asupan cairan yang kurang atau dehidrasi. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan memberikan asupan cairan yang cukup.

Baca Juga:

Akan tetapi jika warna urin bayi cenderung berubah menjadi coklat tua seperti teh, kemungkinan adanya kelainan liver yang dialami oleh bayi tersebut. Selain itu, urin berwarna coklat atau gelap menandakan jika bilirubin telah bercampur dengan darah dan urin.

3. Feses berwarna abu-abu pucat

Selain urin yang berwarna coklat, bayi dengan atresia bilier juga dapat terindikasi melalui fesesnya yang berwarna abu-abu pucat. Hal ini disebabkan oleh bilirubin yang tidak mencapai usus. Meskipun demikian, sebetulnya ada banyak penyebab mengapa feses bayi berwarna abu-abu seperti dempul. Salah satunya dan merupakan yang paling sering terjadi yaitu disebabkan karena adanya gangguan pada saluran bilier atau yang dikenal dengan istilah atresia bilier. Gangguan pada saluran bilier tersebut menyebabkan zat warna feses tidak terbentuk. Akibatnya, feses berwarna abu-abu.

Baca Juga:

4. Gejala lainnya

Tanda-tanda atau gejala lainnya dari atresia bilier adalah terjadi pembengkakan pada perut. Selain itu, ketika penyakit kuning semakin parah, berat badan bayi akan menurun drastis dan menjadi sangat rewel.

Itulah beberapa tanda atau gejala yang dialamli oleh bayi dengan atresia bilier. Meskipun demikian, perlu menjalani serangkaian tes untuk mendiagnosis kondisi bayi tersebut, seperti tes darah, USG, rontgen, pemindadaian hati dan biopsi hati. Selanjutnya jika telah terdiagnosis atresia bilier, maka pengobatan dapat segera dilakukan.

[AdSense-C]

Terdapat dua metode untuk mengobati atresia bilier, antara lain prosedur kasai dan transplantasi hati. Dalam prosedur kasai, saluran empedu yang telah rusak akan diangkat serta diganti dengan bagian kecil yang berasal dari usus. Dengan demikian, empedu dapat mengalir dengan normal ke usus. Melakukan prosedur kasai bagi penderita atresia bilier juga dapat mengurangi risiko rusaknya hati secara signifikan. Namun, tindakan ini hanya bisa dilakukan sebelum usia anak melewati 3 bulan. Jika prosedur kasai tidak dilakukan, bayi dengan atresia bilier tidak dapat hidup lebih dari 2 tahun. Namun, meski prosedur kasai dapat dilakukan, ada beberapa risiko kemungkinan terjadinya komplikasi yaitu defisiensi nutrisi, pruritus, hipertensi portal, kolangitis bacterial dan ascites.

Baca Juga:

Jika sudah terlambat untuk menjalani prosedur kasai atau jika gagal untuk mencegah kerusakan permanen pada hati, maka cara yang dilakukan adalah dengan melakukan transplantasi hati. Dalam beberapa kasus, meski prosedur kasail berhasil dilakukan, masih ada masalah yang dialami oleh pasien tersebut yakni terjadinya sirosis hati atau kerusakan hati jangka panjang. Dengan begitu, perlu dilakukan transplantasi hati.

Berkat teknologi yang semakin canggih, anak yang mengalami atresia bilier dapat menerima donor hati yang berukuran kecil dari orang dewasa. Sebelum adanya metode ini, pasien atresia bilier harus menunggu donor hati yang berasal dari anak-anak yang meninggal. Selain itu, berkat teknologi yang semakin canggih, tingkat kesuksesan untuk melakukan transplantasi hati pada pasien atresia bilier dapat meningkat secara signifikan. Akan tetapi ada risiko kecil yang dialami oleh pasien yang menjalani tranplantasi hati yaitu sistem kekebalan tubuh menolak hati yang baru. Untuk menghindari agar hal ini tidak terjadi, pasien akan diberikan obat-obatan oleh dokter yang diresepkan dengan pola makan khusus.