Audiometri – Jenis, Cara Kerja, Manfaat dan Indikasi

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Audiometri merupakan sebuah kata yang berasal dari kata audir dan metrios di mana audir sendiri memiliki makna mendengar sedangkan metrios berarti mengukur. Kalau digabungkan, maka hal ini disebut juga dengan proses uji pendengaran. Penggunaan audiometri tak hanya untuk mengukur seberapa tajam pendengaran seseorang memakai audiometer, tapi tujuan penggunaan juga sebagai penentu lokalisasi rusaknya anatomis yang menyebabkan pendengaran terganggu.

Audiometri sendiri merupakan sebuah alatdi mana penggunaannya yang paling utama adalah sebagai pengukur level pendengaran dan seberapa tajam pendengaran seseorang mampu dinilai dengan alat tersebut. Orang yang membutuhkan tes audiometri adalah yang mempunyai masalah pada pendengarannya. Biasanya, orang-orang yang bekerja dengan bekal ketajaman pendengaranlah yang memerlukan tes semacam ini.

(Baca juga: infeksi telinga – kuping kemasukan air – bahaya kapas tertinggal di telinga)

Jenis dan Cara Kerja

  1. Audiometri Nada Murni

Pada jenis audiometri ini, uji pendengaran bakal dilakukan dengan memanfaatkan alat listrik yang diketahui dapat memroduksi nada-nada murni sebagai bunyi. Bunyi tersebut pun memiliki berbagai frekuensi, seperti 4000-8000, 1000-2000, dan 250-500. Pengaturan intensitas dapat dilakukan dalam satuan (dB).

Headphone adalah salah satu dari alat untuk menyalurkan bunyi yang sudah dihasilkan ke telinga pasien yang tengah diperiksa pendengarannya. Ada audiogram yang kiranya lebih membantu dalam memperoleh informasi detil akan gambaran dari pendengaran yang normal berdasarkan usia seseorang. Pada normalnya, telinga manusia memiliki kemampuan pendengaran akan bunyi dengan frekuensi 20-20000 Hz dan 500-2000 Hz adalah frekuensi yang vital dalam melakukan percakapan sehari-hari.

  • Pendengaran dianggap normal ketika kehilangan pendengaran dalam desibel 0-15.
  • Kehilangan pendengaran kecil adalah >15-25 desibel.
  • Kehilangan pendengaran ringan adalah >25-40 desibel.
  • Kehilangan pendengaran sedang adalah >40-55 desibel.
  • Kehilangan pendengaran sedang hingga berat adalah >55-70 desibel.
  • Kehilangan pendengaran berat adalah >70-90 desibel.
  • Kehilangan pendengaran berat sekali adalah >90 desibel.

Pada uji pendengaran ini kemudian akan dihasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien yang didasarkan pada stimulus nada murni. Pengukuran nilai ambang dilakukan dengan frekuensi yang berbeda-beda dan grafik pun dibuat berdasar pada skala desibel.

(Baca juga: obat sakit telinga keluar cairan – gendang telinga pecah)

  1. Audiometri Tutur

Uji pendengaran jenis ini merupakan sebuah sistem pengujian pendengaran dengan memakai kata-kata terpilih yang tentunya telah melewati proses pembakuan. Lalu dituturkan lewat sebuah alat yang dinyatakan telah melalui kaliberasi dengan tujuan untuk mengukur sejumlah aspek kemampuan pendengaran.

Audiometri pada jenis ini mirip dengan audiometri nada murni, hanya saja memang di sini sarana yang dipakai adalah daftar kata yang sudah dipilih dan penderita perlu menuturkannya. Pemeriksa melalui mikrofon dapat menuturkan langsung kata-kata terpilih tersebut dan kemudian dihubungkan dengan audiometri tutur. Kata-kata tersebut disalurkan lewat headphone ke telinga pasien.

Atau, biasanya kata-kata ada yang sudah direkam lebih dulu dan setelah itu dilakukan pemutaran kembali dan lewat audiometer tutur disalurkanlah suara berisi kata-kata terpilih tersebut. Pasien yang diperiksa pun diminta untuk bisa menirukan setiap kata yang sudah didengar secara jelas. Ketika kata-kata tersebut dilemahkan dan makin tak kedengaran oleh pasien, maka penguji biasanya akan meminta pasien untuk menebak apa kata-kata yang disalurkan tersebut.

Kemudian pada proses pengujian ini penguji atau pemeriksa biasanya bakal melakukan pencatatan akan persentase dari kata-kata yang mampu pasien tirukan dengan benar di setiap intensitas juga. Gambaran hasil ada pada sebuah diagram yang absisnya merupakan intensitas suara kata-kata yang pasien telah dengar, sementara itu ordinatnya merupakan presentasi kata-kata yang pasien turunkan secara sempurna.

Diketahui bahwa ada 2 dimensi kemampuan pendengaran apabila melihat dari audiogram tutur, yakni:

  • Kemampuan optimal pendengaran pasien dalam proses pendiskriminasian tiap satuan bunyi atau fonem dalam penuturan kata-kata yang dinyatakan melalui NDT atau nilai diskriminasi tutur. Persentasi maksimal peniruan kata-kata yang dilakukan secara sukses dinyatakan dalam satuan pengukuran NDT. Jadi bisa dibedakan antara jenis audiometri ini dengan audiometri nada murni; pada jenis ini pengukuran pendengaran rupanya memiliki intensitas yang tak hanya ada di tingkat nilai ambang atau NPT, tapi juga di atasnya jauh.
  • Kemampuan pendengaran pasien ketika proses penangkapan 50 persen kata-kata yang dituturkan dengan intensitas yang terbilang minimal secara tepat dan sempurna. Inilah yang juga disebut dengan istilah NPT atau persepsi tutur di mana desibel atau satuan untuk menyatakannya.

Prinsip dasar dari audiometri tutur ini pasien akan diminta untuk mendengar kata-kata yang sebenarnya dibuat secara jelas. Pengujian dilakukan mulai dari intensitas yang tinggi hingga 50 persen tak mampu menirukan kembali kata-kata secara benar. Di bawah ini adalah kriteria di mana menggambarkan bahwa kondisi seseorang tak bisa mendengar alias tuli.

  • Pada intensitas 20-40 dB masih bisa mendengar (level ringan).
  • Pada intensitas 40-60 dB masih bisa mendengar (level sedang).
  • Pada intensitas 60-80 dB sudah tak mampu mendengar (level berat).
  • Pada intensitas >80 dB sudah tak mampu mendengar sama sekali (level berat sekali).

Ketulian atau kehilangan pendengaran jelas akan mengakibatkan gangguan ketika melakukan komunikasi dengan orang lain. Hanya saja, ABD/hearing AID biasanya bisa menjadi alat bantu bagi seseorang yang masih mempunyai sisa pendengaran. Penggunaan alat ABD tersebut tujuannya adalah untuk membuat suara yang diamplifikasi menjadi lebih keras.

Pada audiometri, jenis uji pendengaran ini tetap perlu dilakukan di ruang kedap suara agar hasilnya menjadi lebih akurat. Penilaian akan terganggu ketika tes sedang dilakukan pada frekuensi tertentu dan lemahnya intensitas diganggu oleh suara lain. Audiometri tutur pada umumnya dilakukan dengan intensitas pemeriksaan mulai dari 20 dB dan ketika tak jelas, maka akan dinaikkan menjadi 40 dB, serta seterusnya.

Ketika intensitas tersebut bisa didengar dengan baik oleh penderita, maka pemeriksa biasanya akan mencoba menurunkan 0 dB dan itu artinya pendengaran masih terbilang sangat baik. Sebelum audiometri dilakukan, ada pula tes yang perlu ditempuh oleh pasien, yakni pemeriksaan telinga.

Tujuan pemeriksaan telinga ini adalah untuk mengecek ada cairan atau tidak di dalam telinga, ada lubang gendang telinga atau tidak, dan ada kotoran telinga atau tidak. Ini karena faktor-faktor tersebut jelas mampu membuat pendengaran pasien nantinya menjadi kurang.

(Baca juga: jenis penyakit yang menyerang telinga – radang telinga)

Manfaat dan Tujuan

Ada serangkaian manfaat yang bisa diperoleh dari proses audiometri. Manfaat dari penggunaan audiometri antara lain adalah:

  • Untuk kedokteran klinik yang menangani penyakit telinga.
  • Untuk kedokteran klinik kehakiman.
  • Untuk kedokteran klinik pencegahan di mana pendeteksian ketulian dilakukan pada anak-anak.

Sementara itu, tujuan dari audiometri ini tentu ada kaitannya erat dengan pemeriksaan telinga, yaitu antara lain:

  • Mendiagnosa jenis sakit telinga.
  • Melakukan skrining anak-anak di bawah usia 5 tahun dan anak SD.
  • Melakukan pengukuran kemampuan pendengaran melalui proses menangkap percakapan harian.
  • Melakukan pemonitoran terhadap pekerja-pekerja yang khusus bekerja di tempat yang sangat bising.

Indikasi Pengujian Pendengaran

Ada sejumlah indikasi pemeriksaan yang perlu diketahui dan diwaspadai oleh orang-orang. Audiometri perlu ditempuh ketika:

  • Riwayat trauma.
  • Terjadi penurunan kualitas pendengaran.
  • Telinga terus berbunyi atau mendengung di mana ini juga diketahui dengan istilah tinitus.
  • Gangguan keseimbangan.
  • Riwayat kesehatan keluarga di mana mungkin ada anggota keluarga yang mengalami gangguan pendengaran.
  • Riwayat penggunaan obat-obatan jenis ototoksik.
  • Riwayat terlalu sering terpajan kebisingan (kemungkinan faktor tempat kerja).
  • Riwayat keluarnya cairan dari telinga atau telinga berair.
  • Telinga terasa penuh.

(Baca juga: telinga berdenging terus-terusan – cara mengatasi telinga bindeng – bahaya telinga bernanah)

Selain audiometri, diagnosa yang dilakukan pada pasien yang diduga mengalami gangguan pendengaran adalah dengan pemeriksaan fisik serta uji garpu tala. Pada pemeriksaan fisik, jelas dokter biasanya bakal melakukan pemeriksaan telinga agar penyebab gangguan pada telinga dapat diketahui. Contoh gangguan tersebut adalah kerusakan pada gendang telinga, infeksi dan kotoran telinga.

Sementara itu, uji garpu tala adalah contoh proses diagnosa di mana ini dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pendengaran serta sebagai proses penentu kerusakan terjadi di bagian telinga sebelah mana. Dengan prosedur diagnosa ini, maka nantinya akan diketahui secara jelas tingkat keparahan dari ketulian yang diderita oleh pasien. Maka dari itu, penting untuk mengetahui cara menjaga telinga agar tetap sehat dan berfungsi dengan baik.

fbWhatsappTwitterLinkedIn