Malaria Tertiana – Penyebab, Gejala, Diagnosa dan Pengobatan

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Malaria tertiana adalah salah satu dari jenis-jenis malaria yang terbilang umum dan ringan meski masih ada yang lebih ringan dari ini, yakni malaria ovale. Jenis tertiana adalah kondisi malaria yang ada hubungannya dengan parasit bernama Plasmodium vivax. Parasit inilah yang pada umumnya menyebabkan adanya infeksi pada eritrosit muda di mana diameternya juga memang lebih besar ketimbang yang normal.

Kalau bicara tentang bentuk dari parasit Plasmodium vivax ini, maka bentuknya memiliki kemiripan dengan Plasmodium falciparum. Hanya saja, bentuk dari Plasmodium vivax kemudian mengalami perubahan menjadi mirip ameba karena seiring proses maturasinya. Perlu diketahui pula bahwa parasit ini juga memiliki 12-24 merozoitovale yang juga disertai dengan pigmen kuning tengguli sebagai karakteristiknya.

Pada proses serangan infeksi eritrosit oleh parasit tersebut, diketahui juga bahwa ada gametosit dengan bentuk oval hampur penuh pada eritrosit, pigmen kuning dan kromatinin eksentris. Malaria jenis tertiana juga diketahui memiliki gejala secara periodik, yakni 48 jam. Tak hanya itu, gejala klasik trias malaria pun menjadi ciri khasnya.

Dengan adanya fakta tentang gejala tersebut, demam pun terjadi sebagai akibatnya di mana berkala 4 hari sekali dengan adanya puncak demam yang terjadi pada penderita setiap 72 jam. Apabila dibandingkan jenis malaria lain, tertiana adalah jenis yang tergolong ringan sedangkan tropika adalah yang paling berat dengan berbagai komplikasi yang mengancam jiwa.

(Baca juga: gejala chikungunya cara mencegah demam berdarah)

Penyebab dan Penularan

Plasmodium vivax merupakan jenis parasit yang bisa menyerang dan menginfeksi eritrosit akibat dari gigitan nyamuk betina Anopheles. Parasit tersebut merupakan infeksi yang tersering dan memang menjadi penyebab utama dari malaria tertiana dengan proses demam di setiap hari ketiga. Ini karena terjadinya adalah secara periodik 48 jam.

Nyamuk Anopheles yang betina adalah yang paling berbahaya karena malaria disebabkan oleh gigitan nyamuk tersebut. Dan diketahui pula kalau penularan pada manusia hanya oleh nyamuk betina Anopheles. Di dunia ini sebetulnya ada 400 lebih spesies Anopheles, tapi yang sudah terbukti di dalamnya mengandung parasit atau sporozoit hanya 67 saja.

Karena mengandung sporozoit tersebut, maka otomatis malaria dapat ditularkan secara lebih mudah akibat infeksi. Di negara kita sendiri, sudah ada 24 spesies Anopheles yang ditemukan dan menjadi vektor malaria. Perlu ada sedikit pengetahuan tentang nyamuk Anopheles ini dan karakteristiknya yang menjadi bagian dari penyebab malaria tertiana.

Banyak orang mungkin bertanya-tanya di mana saja bisa menemukan nyamuk jenis Anopheles betina yang dikenal sebagai penyebar penyakit itu. Sarangnya sebetulnya cukup bervariasi karena kalau biasanya kita tahu nyamuk tersebut ada di genangan air dan rawa-rawa, tak hanya itu saja. Air payau, air tawar, dan cabang pohon-pohon yang berukuran besar merupakan sarang nyamuk Anopheles juga.

Untuk mengetahui seperti apa nyamuk Anopheles secara lebih mendalam, maka penting untuk menyimak juga apa saja yang menjadi karakteristiknya. Di bawah ini merupakan karakteristik umum akan nyamuk Anopheles yang prlu untuk kita semua ketahui:

  • Nyamuk hidup di area tropis dan sub-tropis seperti di negara kita ini dan banyak dijumpai khususnya pada wilayah dataran rendah.
  • Gigitan dari nyamuk ini biasanya terjadi antara waktu senja atau menjelang malam hari serta subuh.
  • Jarak terbang si nyamuk ini tak bisa lebih dari 2-3 kilometer.
  • Nyamuk Anopheles bisa tinggal di luar rumah, dalam rumah, dan begitu hobi menggigit manusia.
  • Kebanyakan nyamuk ini bisa ditemukan di daerah berawa-rawa.
  • Daur hidupnya diketahui membutuhkan waktu kurang lebih seminggu.
  • Ketika proses menggigit, bagian belakang tubuh nyamuk Anopheles ini mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat.

Proses penularan sekaligus penyebaran penyakit malaria jenis tertiana ini selalu terjadi tentunya dari orang yang sudah terinfeksi ke orang yang dalam kondisi sehat. Gigitan nyamuk adalah sumber penyebab di sebagian besar kasus malaria tertiana. Nyamuk mampu menghisap bibit penyakit malaria yang sudah ada di dalam darah seseorang dan kemudian terjadi perkembangbiakkan bibit penyakit tersebut di dalam tubuh nyamuk. Ketika si nyamuk beralih menggigit orang lain yang sehat, orang tersebut pun otomatis akan terkena bibit penyakit.

Ada sejumlah jenis vector atau yang kita sebut dengan perantara pada penyakit malaria ini, yakni:

  • Anopheles Aconitus, yaitu dikenal juga sebagai nyamuk perantara malaria khusus yang tinggal di area persawahan.
  • Anopheles Sundaicus, yaitu dikenal juga sebagai nyamuk perantara khusus di area pantai.
  • Anopheles Maculatus, yaitu dikenal juga sebagai nyamuk perantara malaria khususnya di area hutan, kebun, dan juga pegunungan.

Proses penularan dan penyebaran parasit atau infeksi malaria melalui transfusi darah juga termasuk berpotensi, hanya saja untuk kasus malaria tertiana tidaklah banyak. Kemungkinan untuk tertular lewat transfusi darah juga bisa dibilang sangat kecil.

(Baca juga: cara sederhana mengusir nyamuk)

Patofisiologi

Setelah melihat segala kemungkinan penyebab dari malaria tertiana berikut juga proses dari penularan dan penyebarannya, maka perlu juga untuk mengetahui serta sedikit mempelajari daur hidup spesies malaria, terutama di tubuh manusia.

  • Fase Aseksual

Pada fase ini, prosesnya terjadi di dalam organ hati dan terjadinya penularan adalah apabila nyamuk Anopheles betina yang sudah terkena infeksi parasit menggigit manusia. Sporozoit atau parasit akan mampu masuk ke dalam tubuh manusia yang digigitnya karena nyamuk mengeluarkan air liur yang kemudian bisa meresap ke dalam pembuluh darah. Ketika sudah masuk dan meresap, sporozoit pun akan bermukim pada sel-sel pre-erirtositer atau parenchym hati.

Di tempat itulah kemudian terjadi pertumbuhan parasit sekaligus juga proses pembelahan di mana proses ini juga diketahui sebagai proses skizogoni yang menghasilkan skizon. Skizon akan masak sekitar 6-9 hari kemudian dan ada merozoit yang jumlahnya beribu-ribu dilepaskan. Nama lain bagi fase yang terjadi di dalam organ hati ini juga disebut dengan pra-eritroiter primer.

Ada pula fase yang diketahui terjadi di dalam darah dan kurang lebih ada 120 hari bagi sel darah merah untuk berada di dalam sirkulasi. Hemoglobin yang ada di dalam sel darah mampu mengangkut oksigen sebanyak 20 ml dalam darah sebanyak 100 ml. Sementara itu, produksi eritrosit dilakukan oleh hormon eritropoitin yang ditemukan pada organ hati dan ginjal.

Di limpa, sel darah akan melalui proses penghancuran di mana proses yang dikeluarkan nanti bakal melalui proses kembali supaya sel eritrosit atau sel darah khususnya yang baru bisa tersintesa bersama dengan pigmen bilirubin yang dikeluarkan dalam waktu yang sama dari usus halus.

Tropozoit adalah hasil dari perkembangan sebagian merozoit yang sudah masuk ke dalam sel-sel darah merah. Sebagian dari merozoit yang lain masuk ke jaringan lain, yakni organ hati atau limpa yang disebut menjadi ekso-eritrositer sekunder. Hanya dalam waktu 48 jam, pemecahan sel-sel darah merah pun terjadi dan merozoit yang lepas masuk siklus untuk dimulai kembali.

Itulah mengapa penderita malaria tertiana akan merasakan menggigil dan kedinginan yang menyertai demam. Demam berikut juga rasa dingin dan menggigil tersebut berasal dari setiap kali terjadinya pemecahan sel darah merah. Tentunya penyebab utama hal tersebut adalah merozoit serta protein asing yang melalui proses pemisahan.

(Baca juga: cara mencegah chikungunya)

  • Fase Seksual

Fase ini jelas berbeda dari yang sebelumnya telah dijelaskan karena fase ini terjadi di dalam tubuh manusia atau yang dikenal juga dengan istilah skizogoni berikut juga di dalam tubuh nyamuk atau sporogoni. Sesudah sejumlah siklus, merozoit yang ada pada eritrosit atau sel darah akan mampu berkembang.

Perkembangan dari merozoit yang dimaksud di sini adalah menjadi bentuk-bentuk seksual betina dan jantan. Gametosit tak mampu berkembang dan bisa berpotensi mati jika tak nyamuk Anopheles betina tidak melakukan penghisapan. Sementara itu, zigote adalah hasil dari penggabungan antara gametosit betina dan jantan pada lambung nyamuk.

Zigote yang terbentuk tersebut kemudian akan melakukan penetrasi dinding lambung. Dari situlah ia akan melalui proses perkembangan menjadi Ookista dan hanya dalam waktu sekitar 3 minggu, kelenjar ludah atau air liur nyamuk akan dimasuki oleh sporozoit kecil. Kemudian fase eritrosit pun dimulai.

Ketika dimulainya fase eritrosit dimulai, maka merozoid di dalam darah pun melakukan serangan pada eritrosit yang mendukung pembentukan tropozoid. Masih ada proses lanjutan dari pembentukan tersebut di mana kemudian menjadi trofozoit-skizonmerozoit. Nantinya akan ada perubahan bentuk seksual pada sebagian merozoit pasca pembentukan dari 2-3 generasi merozoit.

Masa prapaten adalah nama atau istilah bagi masa antara awal dari mulainya infeksi hingga parasit di dalam darah tepi ditemukan. Sementara itu, untuk masa dari masuknya sporozoit ke dalam tubuh hingga kemudian demam muncul sebagai gejala klinis disebut juga dengan istilah masa tunas atau inkubasi.

Sebagai kesimpulannya, seluruh jenis Plasmodium mempunyai siklus hidup yang sama sekali tak memiliki perbedaan. Ini karena sebagian tetap di tubuh nyamuk dan ada yang di tubuh manusia.

Gejala

Untuk malaria tertiana, tanda dan gejala memang tidaklah separah gejala yang ditimbulkan pada malaria jenis tropika. Serangan pada umumnya memang tak terlalu nampak atau terjadi secara samar-samar dan penderita bakal mengalami yang namanya menggigil dan diikuti dengan demam dan berkeringat. Kondisi berkeringat pun biasanya berkeringat dingin karena suhu tubuh yang meski naik tapi tetap kedinginan.

Pola khas dari serangan pun akan terbentuk hanya dalam waktu 1 minggu di mana serangan terjadi secara hilang dan timbul. Ada kalanya di mana penderita akan begitu menderita akibat badan yang sama sekali tidak enak sama seperti ketika masuk angin. Sakit kepala juga menjadi gejala yang tak terelakkan sekaligus terus-terusan menggigil.

Demam itu sendiri pada umumnya akan hilang dan timbul dan demam akan bertahan selama 1-8 jam. Sesudah demam mereda, penderita tampak normal dan tak kelihatan sakit sama sekali sampai akhirnya terjadi demam berikutnya dan membuat tubuh menggigil kembali. Serangan berikutnya bisa terjadi setiap 48 jam seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

(Baca juga: bahaya gigitan agas)

Metode Diagnosa

Setelah merasakan timbulnya gejala, tentu untuk mengobatinya tak sembarangan. Penderita ciri-ciri malaria tertiana perlu menempuh metode diagnosa untuk dapat memastikan bahwa gejala yang terjadi adalah gejala malaria tertiana. Gejala adalah faktor penegak diagnosis setelah terjadinya serangan demam dan penderita menggigil periodik.

Ketika penderita mengalami demam dan juga rasa menggigil dengan penyebab yang tidak jelas, maka ini bisa diduga sebagai malaria tertiana. Dugaan berpotensi lebih kuat apabila dalam waktu setahun sebelumnya, diketahui bahwa penderita pernah berkunjung ke wilayah yang memang sedang terkena wabah malaria.

Bakal semakin menguatkan lagi apabila saat pemeriksaan fisik, limpa penderita ditemukan membesar. Diagnosa masih harus diperkuat tak hanya dengan pemeriksaan fisik saja, tapi juga pemeriksaan darah supaya parasit penyebabnya bisa ketahuan. Ada kalanya pemeriksaan perlu dilaksanakan berkali-kali karena kadar parasit yang ada pada darah penderita bisa bervariasi.

Pemeriksaan tak cukup dilakukan sekali karena kadar parasit yang bervariasi di dalam darah tersebut ditemukan dari waktu ke waktu. Jenis parasit serta penyebab akan menjadi tuntunan bagi dokter untuk bisa menentukan metode pengobatan, bahaya komplikasi serta prognosis dari penyakit malaria tersebut.

  • Tes Mikroskopis Malaria

Diagnosa yang dilakukan pada pasien pada umumnya adalah berdasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis). Tak hanya didasarkan pada hal tersebut, tap juga pada uji imunoserologis serta penemuan parasit atau plasmodium pada tubuh penderita. Yang disebut dengan uji imunoserologis dengan peracangan beragam target disarankan untuk menjadi pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosa atau pemeriksaan malaria. Biasanya juga ditujukan untuk keperluan survei epidemiologi di mana tes mikroskopis tak bisa dilaksanakan.

Penegakan diagnosa definitif akan demam malaria tertiana dilakukan dengan penemuan parasit atau plasmodium di dalam darah tubuh penderita setelah mengalami gejala. Ketika ada hasil negatif dari pemeriksaan mikroskopis satu kali, ini tak akan menjadi faktor yang menyingkirkan diagnosa demam malaria. Namun, masih diperlukan serangkaian pemeriksaan lanjutan untuk mendukungnya.

Pada tes mikroskopis, ada sejumlah ketentuan yang perlu untuk dijalani supaya nilai diagnostiknya lebih tinggi dengan spesifisitas dan sensitivitas yang sampai 100 persen. Berikut ini merupakan ketentuan yang dimaksud:

  1. Waktu diambilnya sampel harus pada akhir periode demam dan ini baru dianggap tepat; pada akhir periode demam pun harus juga saat memasuki periode berkeringat. Mengapa harus pada waktu demikian? Alasannya adalah karena pada periode tersebut jumlah tropozoid di sirkulasi sudah maksimal dan termasuk sudah dianggap matur atau masak. Dengan demikian, identifikasi spesies dari plasmodium atau parasit akan menjadi jauh lebih mudah bagi petugas kesehatan.
  2. Pengambilan sampel harus memiliki volume yang cukup. Untuk tahu bahwa volume sampel cukup adalah dengan ketentuan darah kapiler bervolume 3,0-4,0 mikroliter dan ini pun diperuntukkan bagi sediaan tebal, sementara untuk sediaan tipis berbeda lagi, yakni 1,0-1,5 mikroliter.
  3. Identifikasi spesies parasit (plasmodium).
  4. Tingginya kualitas perparat dan dijamin baik supaya identifikasi spesies dari parasit yang ada di dalam tubuh penderita dijamin tepat.
  5. Identifikasi morfologi yang juga teramat signifikan pada proses pemeriksaan gejala penderita. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk menentukan spesies plasmodium yang kemudian dilanjutkan untuk dasar pemilihan obat.
  • Tes Imunoserologis

Pemeriksaan ini juga penting pada metode diagnosa karena telah terdesain secara baik agar antibodi spesifik terhadap parasit plasmodium dapat terdeteksi. Hal ini juga berlaku untuk antigen spesifik plasmodium yang sudah terkena infeksi plasmodium. Hanya saja memang diketahui bahwa metode pemeriksaan satu ini masih dalam tahap pengembangan, khususnya dalam penggunaan teknik radioimmunoassay serta enzim immunoassay.

  • QBC atau Semi Quantitative Buffy Coat

Pada metode diagnosa satu ini, prinsip dasarnya adalah tes floresensi yakni adanya protein di plasmodium di mana ini akan menyebabkan pengikatan acridine orange. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi apakah plasmodium sudah benar-benar menginfeksi eritrosit. Teknik pemeriksaan satu ini adalah dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu dengan acridine orange sebagai lapisannya. Namun untuk pembedaan spesies tak bisa dilakukan dengan cara ini.

  • Tes Biomolekuler

Tes satu ini digunakan untuk pendeteksian DNA spesifik plasmodium yang diduga telah menginvasi darah penderita gejala malaria. Dalam tes ini, pelaksanaannya jelas membutuhkan DNA lengkap, yakni dengan cara melisiskan eritrosit atau sel darah penderita supaya ekstrak DNA bisa diperoleh.

(Baca juga: cara mencegah malaria)

Pengobatan

Ketika sudah menempuh diagnosa, maka akan dapat ditentukan oleh dokter bahwa malaria tersebut memang jenis malaria tertiana dan pengobatan pun bisa diberikan. Ada sejumlah obat-obatan yang bakal diberikan oleh dokter kepada penderita. Obat penurun demam adalah yang paling pasti diberikan oleh dokter, sekaligus vitamin sebagai cara meningkatkan daya tahan tubuh penderita.

Ketika vitamin diberikan bersama paracetamol, maka vitamin tersebut akan membantu supaya tubuh memiliki daya tahan yang meningkat. Bila daya tahan tubuh kembali naik dan normal, maka kesembuhan penderita pun menjadi lebih cepat. Selain itu, obat antimalaria juga diberikan tergantung dari jenis plasmodium yang sudah ditemukan pasca serangkaian metode diagnosa.

Pengobatan Malaria Tertiana secara Tradisional

Jika ingin mengobati malaria tertiana secara tradisional, maka ada pula serangkaian rekomendasi obat yang bisa digunakan secara alami. Bila Anda merasa bahwa obat tradisional lebih baik, maka untuk gejala malaria Anda, silakan untuk mengintip obat-obat di bawah ini untuk dicoba dibuat di rumah.

  • Daun Pepaya

Daun pepaya memang terkenal pahit, tapi untuk mengobati malaria secara alami tanpa efek samping, efektivitasnya begitu besar. Anda bisa menyiapkan daun pepaya sebanyak 2 lembar saja, tapi jangan lupa harus mencucinya lebih dulu sebelum mulai meramunya agar tidak kotor. Barulah lanjutkan dengan merebus bersama air 3 gelas.

Pastikan bahwa Anda merebusnya hingga mendidih dan tunggu sampai airnya berkurang hingga akhirnya tinggal segelas saja. Air rebusan ini kemudian bisa Anda angkat dan saring lebih dulu, tunggu hingga suhunya turun atau lebih dingin. Terserah kepada Anda, ingin meminumnya hangat-hangat atau dingin-dingin karena sama sekali tak memengaruhi efektivitasnya dalam menyembuhkan malaria.

  • Sidaguri

Selain daun pepaya, sidaguri adalah tanaman obat lain yang bisa diandalkan untuk mengobati malaria tertiana walau memang lebih terkenal sebagai obat asam urat. Tanaman ini juga sudah sangat terpercaya dalam mengobati penderita malaria, maka siapkanlah beberapa lembar daunnya. Tak lupa siapkan pula beserta daunnya karena Anda memerlukan bagian bunganya juga nanti.

Setelah dicuci sampai bersih, barulah Anda bisa merebus daun dan bunganya ke dalam 250 ml air. Didihkan air tersebut dan tunggu hingga airnya berkurang atau bersisa separuh gelas. Angkatlah kemudian dan saring lebih dulu sebelum kemudian bisa diminum. Anda bisa menunggunya dingin lebih dulu sebelum dikonsumsi.

  • Daun Mimba

Tanaman perdu satu ini memang lebih umum dijumpai di negara India, tapi Anda juga bisa menemukannya di sini. Ketika Anda memilih tanaman daun mimba, ada 2 metode pengobatan yang perlu diketahui, yakni pengobatan luar dan dalam untuk penyakit malaria tertiana.

Pengobatan luar digunakan untuk mandi bagi penderita malaria tertiana dan Anda cukup perlu mengambil beberapa lembar daunnya. Rebus daun-daun mimba tersebut sampai akhirnya mendidih sebelum dicampur ke air bak mandi Anda. Air campuran ini bisa digunakan seperti ketika Anda menggunakan air biasa saat mandi; lebih dianjurkan untuk menggunakannya setiap pagi dan sore.

Pengobatan dalam menggunakan daun mimba bisa dilakukan dengan menyiapkan 1 batang mimba yang besarnya seukuran jari tangan. Cucilah lebih dulu sampai bersih dan kemudian rebus bersama air sebanyak 500 ml. Air harus dibiarkan mendidih dan tunggu hingga sisa separuhnya, baru kemudian airnya disaring dan minumlah sehari 2 kali sampai gejala malaria tertiana benar-benar sembuh dan hilang.

(Baca juga: bahaya malaria tropika – ciri-ciri nyamuk dbd)

Demikian informasi mengenai malaria tertiana mulai dari penyebab hingga pengobatan medis dan tradisionalnya. Supaya tidak terkena malaria tertiana ini, pastikan Anda selalu memprioritaskan kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal. Selalu pakai lotion anti nyamuk dan jangan terlalu sering keluar rumah, khususnya saat sudah senja.

fbWhatsappTwitterLinkedIn