Difteri pada Anak : Gejala, Penyebab, Diagnosis dan Pengobatan

√ Verified Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Difteri adalah penyakit yang menyerang selaput lendir di hidung dan tenggorokan, di mana pada beberapa kasus bisa mempengaruhi kondisi kulit. Difteri adalah penyakit yang tergolong menular dan termasuk infeksi yang cukup serius serta bisa mengancam jiwa penderitanya. Difteri sangat rentan diderita oleh anak-anak, terutama anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun karena pada usia tersebut anak-anak masih sangat rentan terkena penyakit (sistem kekebalan tubuh mereka masih lemah).

(Baca juga: jenis penyakit menular dan pencegahannya)

Gejala Difteri

Gejala difteri biasanya akan muncul 2 sampai 5 hari setelah terkena infeksi bakteri. Beberapa orang mungkin tidak akan mengalami gejala apapun. Pada beberapa kasus, gejala difteri juga meyerupai gejala flu biasa. Adapun gejala paling umum dari penyakit ini adalah terbentuknya membran abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel. Namun, apabila anak Anda mengalami gejala-gejala berikut ini, maka sebaiknya Anda waspada, sebab bisa jadi anak Anda terkena penyakit difteri:

Pada beberapa kasus, difteri mungkin juga akan menyebabkan munculnya bisul di kulit. Bisul-bisul tersebut akan menghilang dalam waktu beberapa bulan namun biasanya meninggalkan bekas.

Penyebab dan Penularan

Difteri disebabkan oleh bakteri yang bernama Corynobacterium diphtheriae yaitu bakteri yang biasanya menghasilkan eksotoksin. Ada 4 jenis tipe utama dari bakteri ini, di antaranya gravis, intermedius, mitis, dan belvanti. Strain yang berjenis intermedius biasanya merupakan bakteri yang dianggap sebagai penghasil eksotoksin, meskipun ketiga tipe lainnya juga mampu menghasilkan eksotoksin. Organisme tersebut dengan mudah menyerang jaringan yang melapisi tenggorokan, dan selama invasi tersebut mereka akan menghasilkan eksotoksin yang merusak jaringan dan menyebabkan pengembangan pseudomembran. Strain yang tidak menghasilkan racun dan juga spesies Corynobacterium lainnya seperti C. ulcerans juga bisa menyebabkan infeksi namun biasanya tidak menyebabkan gejala yang parah dan kadang-kadang hanya menyebabkan infeksi kulit saja.

(Baca juga: macam-macam penyakit kulit)

Penyebaran bakteri penyebab difteri dengan mudah dapat dilakukan melalui media udara yakni ketika penderita sedang batuk atau bersin. Selain itu, ada pula metode lain yang bisa menularkan difteri dan perlu Anda waspadai, di antaranya:

  • Berbagai benda yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, seperti mainan atau handuk.
  • Kontak langsung dengan bisul yang ada di kulit penderita difteri. Penularan semacam ini biasanya terjadi di lingkungan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi dan kebersihan lingkungan yang tidak terjaga.
  • Kontak langsung dengan hewan-hewan yang terinfeksi oleh bakteri, seperti sapi.
  • Mengkonsumsi susu yang belum melalui proses sterilisasi. (Baca juga: khasiat susu sapi murni)
  • Mengkonsumsi produk olahan susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.

Bakteri penyebab difteri akan menghasilkan toksin dan menyebabkan kematian sel-sel di dalam tenggorokan. Sel-sel yang sduah mati itulah yang menyebabkan adanya membran abu-abu di dalam tenggorokan. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri dapat menginfeksi darah dan menyebabkan gangguan jantung serta menyerang sistem saraf. Penderita difteri yang sudah melakukan vaksinasi masih mungkin terkena difteri. Namun biasanya seseorang yang sudah divaksin tidak akan menunjukkan gejala difteri. namun anda perlu waspada sebab kondisi tersebut bisa menyebabkan penularan kepada anak Anda atau Anda sendiri.

Diagnosis dan Pengobatan

Untuk mendiagnosis apakah anak Anda menderita difteri atau tidak, dokter biasanya akan melakukan diagnosis awal dari gejala yang dialami oleh anak, seperti sakit teggorokan yang disertai dengan membran abu-abu di tenggorokan. Dokter biasanya juga akan mengambil sampel lendir dari tenggorokan, hidung, dan bisul untuk diperiksa di laboratorium.

  • Jika anak diduga tertular difteri maka dokter akan memulai penanganan, bahkan meskipun hasil pemeriksaan laboratorium belum keluar. Biasanya dokter akan menganjurkan perawatan intensif di rumah sakit yakni di ruang isolasi untuk mencegah penularan. Setelah itu pengobatan akan dilakukan dengan pemberian 2 jenis obat yaitu atibiotik dan antitoksin.
  • Obat-obatan antibiotik berguna untuk mencegah perkembangan bakteri serta berguna untuk menyembuhkan infeksi. Dosis pemberian antibiotik bergantung pada tingkat keparahan difteri serta lamanya anak menderita difteri.
  • Setelah mengkonsumsi obat antibiotik selama 2 hari biasanya penderita difteri sudah tidak akan menularkan bakteri difteri. Namun, penting bagi anak untuk terus melanjutkan pengobatan antibiotiknya sampai selesai (biasanya selama 2 minggu). Setelah menyelesaikan pengobatan, penderita akan melakukan pemeriksaan di laboratorium. Jika bakteri penyebab difteri masih ditemukan maka penderita akan disarankan untuk menjalani pengobatan antibiotik lagi selama 10 hari.
  • Sementara itu, pengobatan antitoksin berguna untuk menetralkan toksin atau racun yang sudah menyebar di dalam tubuh penderita. Sebelum memberikan obat antitoksin pada anak, dokter terlebih dahulu akan memastikan apakah anak alergi terhadap obat antitoksin atau tidak. Jika anak menderita alergi terhadap obat antitoksin maka dokter hanya akan memberikan obat dalam dosis rendah. Selanjutnya dosis akan ditingkatkan sambil melihat perkembangan yang ditunjukkan oleh anak.
  • Jika anak menderita kesulitan atau sesak napas akibat adanya membran abu-abu di tenggorokan, maka kemungkinan dokter akan menyarankan untuk mengangkat membran abu-abu tersebut.
  • Jika anak juga menderita gejala bisul, maka dokter akan menyarankan untuk membersihkan bisul menggunakan sabun dan air dengan hati-hati.
  • Selain anak, sebaiknya Anda dan juga anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan anak juga melakukan pemeriksaan difteri sebab penyakit difteri sangat mudah menular. Selain anggota keluarga, petugas medis yang melakukan pemeriksaan difteri juga harus melakukan pemeriksaan medis.
  • Dokter biasanya akan menyarankan pemeriksaan kepada orang-orang yang dekat dengan penderita kemudian akan memberikan antibiotik. Pada beberapa kasus, pemberian toksin juga akan dilakukan untuk memberikan proteksi terhadap perkebangan penyakit ini.

Komplikasi

Jika anak Anda menunjukkan gejala atau menderita difteri maka sebaiknya Anda segera memeriksakan anak Anda ke dokter. Jika tidak segera ditangani, difteri bisa menyebabkan komplikasi yang serius. Bahkan menurut statistik, hampir satu dari lima balita penderita difteri meninggal dunia akibat komplikasi difteri. Adapun beberapa komplikasi yang disebabkan oleh difteri adalah:

  • Masalah pada sistem pernapasan. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri difteri menyebabkan kematian sel-sel dan menyebabkan membran abu-abu di tenggorokan hingga menimbulkan masalah pernapasan. Partikel-partikel membran yang luruh juga bisa masuk ke dalam paru-paru. Kondisi tersebut bisa menyebabkan inflamasi di paru-paru sehingga fungsinya akan mengalami penurunan secara drastis bahkan bisa berujung pada kegagalan pernapasan.
  • Kerusakan pada jantung. Toksin akibat difteri tidak hanya berpotensi masuk ke paru-paru saja, tetapi juga bisa msuk ke jantng dan menyebabkan kerusakan kinerja otot-otot jantung. Jika kondisi tersebut terjadi maka bisa menyebabkan detak jantung menjadi tidak teratur, gagal jantung, bahkan kematian mendadak.
  • Kerusakan saraf. Toksin yang diproduksi oleh bakteri difteri bisa menyebabkan kesulitan menelan, masalah saluran kemih, kelumpuhan pada diafragma, juga pembengkakan saraf tangan dan kaki. Masalah pada saluran kemih merupakan indikasi awal adanya kelumpuhan saraf yang mempengaruhi diafragma sehingga menyebabkan gangguan pernapasan. Kondisi tersebut mengharuskan pasien difteri menggunakan alat bantu pernapasan. Komplikasi tersebut bisa muncul secara tiba-tiba pada masa awal infeksi atau beberapa minggu setelah menderita difteri. Karena itulah, anak-anak yang menderita difteri biasanya disarankan untuk tetap tinggal di rumah sakit selama 1,5 bulan jika mengalami komplikasi. (Baca juga: jenis kelainan saraf)
  • Difteri hipertoksik merupakan kmplikasi difteri yang sangat parah. Kondisi ini akan menunjukkan gejala difteri pada umumnya dan sering disertai dengan pendarahan parah serta gagal ginjal. (Baca juga: penyebab gagal ginjalcara mengobati gagal ginjal)

Pencegahan

Pencegahan difteri pada anak ataupun dewasa dapat dilakukan melalui vaksinasi. Vaksin yang digunakan untuk mencegah difteri adalah vaksin DPT. Vaksin tersebut tidak hanya mencegah difteri saja, tetapi juga mencegah tetanus dan pertusis atau batuk rejan. Vaksin DPT merupakan salah satu vaksin wajib yang diberikan kepada anak-anak di Indonesia. Vaksin ini diberikan lima kali kepada anak pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 1,5 sampai 2 tahun, serta pada usia 5 tahun. vaksin tersebut biasanya efektif untuk mencegah infeksi difteri selama seumur hidup. Namun untuk mengoptimalkan keefektifannya, anak-anak juga masih bisa memperoleh vaksin pada usia remaja (tepatnya pada usia 11 sampai 18 tahun). Penderita difteri yang sudah sembuh dari penyakitnya juga tetap disarankan untuk mendapatkan vaksinasi difteri karena masih beresiko untuk tertular atau terinfeksi difteri.

bagi anda para orang tua, ikutilah peraturan pemerintah untuk pemberian vaksin kepada anak. Jika anak anda mengalami gejala-gejala difteri seperti yang telah disebutkan di atas maka segera periksakan anak Anda secara medis agar memperoleh penanganan yang tepat dan tidak menyebabkan akibat yang membahayakan anak.

fbWhatsappTwitterLinkedIn